Pada Senin 11
Juni 2012 GSBI bersama ATKI menggelar aksi diKantor Kedutaan Korea Selatan di
Jakarta Indonesia untuk mendukung perjuangan ABK Indonesia yang bekerja di Oyang 75 Korea Selatan untuk
mendapatkan hak-hak dan menuntut Sajo Coorporation untuk memberikan dan
mengembalikan hak-hak ABK yang telah dilanggar seperti gaji dan kompensasi atas
dilanggarnya hak-hak ABK seperti kekerasan dan pelecehan sexual. Menghukum Perusahaan
Sajo, Agensi, Pemilik Kapal Meilila dan
semua perusahaan yang telah melanggar hak pekerja migran. Serta mendesak Pemerintah Korea untuk membuat Memorandum of Agreement dengan Pemerintah
Indonesia untuk memastikan perlindungan hak asasi buruh migran Indonesia.
Selain menggelar
spanduk poster dan orasi di depan kantor kedutaan; tiga orang delegasi dari
ATKI dan GSBI diterima langsung oleh pihak kedutaan untuk berdialog dan menyampai
tuntutan dengan menyerahkan statemen yang menjadi tuntutan GSBI dan ATKI atas
kasus ABK ini.
Menurut Iwenk
dari Pengurus ATKI menjelaskan bahwa Kerasan yang
terjadi terhadap buruh migran Indonesia menjadi persoalan yang menggunung,
ketidakadilan selalu dialami oleh buruh migran indonesia. Persoalan yang dihadapi Anak Buah
Kapal Indonesia dengan perusahaan Sajo (Kapal
Oyang 75) adalah praktek nyata pelangagran hak
buruh dan tidak adanay perlindungan sejati. Jam kerja yang panjang tanpa adanya
kompensasi tambahan gaji, perlakuan kasar baik secara fisik ataupun secara
verbal, pelecehan sexual yang dihadapi setiap hari, serta konspirasi jahat
antara agen penyalur tenaga kerja dengan Sajo Coorporation untuk mengeksploitasi para anak buah
kapal adalah kejahatan hak asasi manusia yang perlu menjadi sorotan bagi
pemerintah Korea untuk menegakan dan
mengembalikan hak-hak anak buah kapal yang selama ini dilanggar. Tegas Iwenk.
Sementara Emelia
Yanti dari GSBI yang juga delegasi dalam pertemuan dengan pihak Kedutaan
menegaskan. Bhawa Mendapatkan gaji dan semua hak atas ABK selama bekerja dengan
Sajo Corporation adalah hak mutlak dari ABK. Korea sebagai salah satu negara
penerima yang menyatakan mengakui hak asasi manusia bertanggung jawab untuk
menindak dengan tegas secara hukum perusahaan sajo, pemilik kapal Meilila dan
semua perusahaan yang melanggar hak Buruh Migran Indonesia. Pemerintah Korea
harus meyakinkan pengembalian semua gaji yang belum dibayar sesuai dengan gaji
standar negara penempatan (New Zeland), gaji lembur, ganti atas hak libur,
konpensasi atas perlakuan tidak
manusiawi seperti standar kerja yang tidak layak, makanan yang tidak
layak, kekerasan verbal dan fisik,
pelecehan seksual, dan lain lain. Selain itu
kami juga menuntut pemerintah Indoensia untuk mengakui ABK sebagai Buruh
Migrant dan memberikan serta mewujudkan perlindungan sejati bagi BMI.(rd.112012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.