Page

Selasa, 05 Juni 2012

Siaran Pers Bersama: Stop Premanisme dan Brutalitas PTPN II

Stop Premanisme dan Brutalitas PTPN II,
Tangkap dan Adili Pelaku Tindak Kekerasan Terhadap Konflik Agraria.

Kekerasan ala premanisme yang brutal oleh PTPN II seolah-olah sudah tidak ada lagi penegak hukum yg mampu menahan nafsu PTPN II untuk terus melakukan perampasan tanah, penggusuran (okupasi) tanaman-tanaman serta pengrusakan rumah-rumah masyarakat adat dan petani yg saat ini sedang menuntut keadilan atas Agraria di Indonesia.

Tindakan biadab itu terus-menerus dilakukan oleh PTPN II yang menggunakan aparat keamanan perkebunan, oknum-oknum Polisi, Oknum TNI, dan preman dimana selama beberapa bulan terakhir telah terjadi beberapa contoh kasus, diantaranya : pengrusakan tanaman-tanaman dan perumahan masyarakat adat di Batu Gajah, Sebenang kabupaten Langkat; Amplas, Sei Jernih, Sei Mencirim, Kuta Limbaru, Helvetia, Dagang Kerawan, Marendal Kabupaten Deli Serdang, Padang Halaban-Labuhan Batu Utara, Padang Lawas, Marbo Jaya-Labura, Batubara, Masyarakat di Taman Nasional Gunung Lauser dan berbagai kasus di daerah Sumatera Utara.

Kasus yang paling mencuat terakhir ini bermula saat ratusan orang yang mengatasnamakan karyawan PTPN II melakukan pembersihan lahan di Kampung Sialang Paku, Desa Namorube Julu, Kecamatan Kutalimbaru, Deli Serdang dengan Orang-orang yang merupakan suruhan dari pihak PTPN II, mereka membawa senjata tajam  seperti parang, clurit, Soda Api, balok dan Panah. Akibat dari kejadian tersebut warga mengalami kerugian cukup besar, ekonominya hancur, kehilangan mata pencaharian, dan keamanannya terancam. Akibat dari kekerasan yang dilakukan oleh PTPN II dan perusahaan perkebunan swasta berdampak pada hancurnya ekonomi rakyat.

Penyelesaian konflik agraria khususnya konflik tanah masyarakat adat dan petani kerap mengedepankan pola coorporate violence (kekerasan perusahaan) berupa intimidasi, kriminalisasi, pengrusakan, penggusuran, pembakaran dan penganiayaan. Polarisasi coorporate violence ini adalah raport merah yang melanggar asas hukum dan HAM. Tindakan over lapping PTPN II yang berperan sebagai eksekutor penegak hukum secara membabi buta, main hakim sendiri adalah pelanggaran yang serius, karena secara hukum polarisasi tersebut adalah preseden buruk dan pengalihan peran kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya dalam menjalankan fungsinya.

Selama ini peranan pemerintah dalam penyelesaian konflik agraria dengan berbagai model kebijakan yang dikeluarkan tidak ada penyelesaian secara tuntas. Semisal pembentukan team-team kerja penyelesaian konflik agraria berulang kali dibuat, tapi tidak ada kepastian penyelesaian, yang ada malah memperburuk keadaan rakyat. Karena dalam proses penyelesaian sengketa agraria keterlibatan masyarakat adat dan kaum tani dinafikan. Padahal sedikit banyak yang mengetahui dan merasakan langsung persoalan adalah masyarakat adat dan kaum tani. Semisal contoh di sumatera utara pembentukan Tim B plus tahun 2000 dan Tim Khusus SK No.188.44/871/KPTS/2011 tertanggal 23 September 2011.

Dalam perspektif HAM, tindakan yang dilakukan PTPN II dan pembiaran oleh pihak kepolisian ini adalah pelanggaran HAM dan melanggar beberapa intrumen HAM di antaranya DUHAM, Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat, Kovenan Internasional Sipil dan Politik-ICCPR (Ratifikasi UU.No.12/2005), Kovenan Internasional Ekonomi Sosial dan Budaya (Ratifikasi UU.No 11/2005), yang menyatakan: “Bahwa pada prinsipnya adalah kewajiban Negara melindungi, mengakui, dan menghormati ;setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan; tidak seorangpun dapat menerima perlakuan kejam dan tidak manusiawi; setiap orang/masyarakat adat mendapat pengakuan dan perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi; bahwa anggota masyarakat berhak mendapat jaminan ekonomi, social dan budaya.”

Maka dalam siaran pers bersama ini kami mendesak:
1.      Laksanakan Reforma Agraria Sejati
2.      Hentikan Kriminalisasi, Intimidasi, dan Kekerasan Terhadap Kaum Tani.
3.      Jangan Jadikan Buruh Perkebunan Sebagai Kekuatan Pemukul Perkebunan Terhadap Masyarakat Adat dan Kaum Tani.
4.      Stop Pembangunan Properti diatas tanah milik masyarakat adat dan kaum tani Serta Tangkap Mafia Tanah (Oknum Pejabat Pemerintah) yang bekerjasama dengan pihak perkebunan memperjual belikan tanah masyarakat adat dan Kaum tani.
5.      Kapolda Untuk Bertindak Tegas Terhadap Semua Aparat Kepolisian Yang Melakukan Pembekingan yang memuluskan dalam Tindak Kekerasan PTPN II
6.      Bubarkan PTPN II; Tangkap dan Adili Para Pejabat PTPN II yang terlibat dalam proses perampasan dan penjualan tanah adat dan kaum tani.


Demikian penyataan sikap kami, dan kami menyerukan kepada seluruh masyarakat Sumatera Utara untuk Peduli dan ambil bagian dalam perjuangan rakyat melawan perampasan tanah di Sumatera Utara.

Medan, 27 Mei 2012

Tertanda

1.      Harun Nuh (BPRPI) à 0812 6364 0040
2.      Rabu Alam (FRB) à 0812 6544 0211
3.      Ahmadsyah (GSBI) à 0852 6111 3229

Organisasi Tergabung : BPRPI, FRB Sumut, KTM, Arih Ersada Aron Bolon (AEAB), KPA Sumut, AMAN Sumut, Barisan Pemuda Adat, GSBI, SBPI, GMNI, PPI, Front Mahasiswa Nasional (FMN), Kontras, IKOHI Sumut, LBH Medan, BAKUMSU, L-Kesra, PPRM Sumut, SRMI, GRM Sumut, Pembebasan.

Sumber : http://fmnusu.blogspot.com/

1 komentar:

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.