Page

Selasa, 14 Agustus 2012

Menakertrans Dan Jajarannya Harus Pro Aktif dan Turun Kelapangan Awasi Hak THR Buruh.


Suara Independen (SI) – Ketua Umum GSBI Rudi HB Daman mengatakan, buruh seharusnya sudah bisa mendapat Tunjangan Hari Raya (THR) sebesar minimal satu bulan upah. THR merupakan hak buruh yang harus dibayar perusahaan selambat-lambatnya tujuh hari sebelum hari raya.

"buruh dengan masa kerja tiga bulan berhak menerima THR dan yang belum dua belas bulan kerja dihitung proporsional, dengan menghitung jumlah bulan kerja dibagi dua belas bulan dikali satu bulan upah," kata Rudi HB Daman di Jakarta, Selasa (14/8/2012) ketika ditanya sehubungan dengan banyaknya buruh yang belum mendapatkan THR.

Menurut Rudi kewajiban membayar THR sangat jelas diatur di dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan dan juga telah diterbitkan Surat Edaran (SE) Nomor SE.05/MEN/VII/2012 tentang Pembayaran Tunjangan Hari Raya Keagamaan dan Imbauan Mudik Lebaran Bersama.

"Berdasarkan hal tersebut, maka setiap pengusaha yang mempekerjakan buruh/pekerja harus mematuhi ketentuan itu guna memenuhi hak THR para buruhnya,".

Namun demikian, menurut Rudi HB Daman, berdasarkan pengaduan yang diterima GSBI dan pantauan di lapangan sampai hari ini masih banyak perusahaan yang belum menunaikan kewajibanya untuk membayar THR kepada buruhnya dan juga masih banyak perusahaan yang membayar THR yang besarannya tidak sesuai dengan ketentuan yang ada.
Lihat saja hari ini  sebagaimana diberitakan oleh berbagai media  Sedikitnya 20 perusahaan di Jawa Timur dilaporkan mempersulit mempersulit pemberian tunjangan hari raya (THR) bagi ribuan buruhnya. Bahkan 10 perusahaan di antaranya dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Sementara 500 pekerja non PNS di instansi pemerintah juga megalami hal serupa, terancam tak mendapatkan THR. Dan masih banyak lagi perusahaan yang mengabaikan kewajibannya kepada buruh dalam membayar THR seperti yang terjadi kepada sopir dan kondeksi serta pekerja di bus Trans Jakarta.

"Pengabaian pembayar THR merupakan kezaliman atas hak buruh dan sekaligus bentuk pelanggaran terhdap peraturan perundang-undangan yang ada. Di mana persoalan THR ini terus berulang dari tahun ketahun yang seharusnya diantisipasi sejak dini oleh Kementrian Tenaga Kerja," paparnya.

Menurut Rudi  setidaknya ada enam masalah yang sering muncul dalam persoalan THR. Yaitu Pertama, pengusaha selalu bersiasat memberhentikan buruh alih daya dan kontrak sebelum waktu paling lambat pembayaran THR yang ditetapkan pemerintah (tujuh hari sebelum hari raya).  Masalah kedua, pengusaha membayar THR hanya kepada pegawai tetap. Sedangkan, karyawan kontrak tidak mendapat THR. Masalah ketiga adalah perusahaan tidak membayar THR kepada karyawan yang masa kerjanya kurang dari satu tahun.  dan yang keempat Pengusaha membayar THR tapi nilai dibawah ketentuan (nilainya tidak sesuai dengan permen 04/1994) sebagaimana yang dialami buruh PT Sam Karya Abadi, pabrik pengolahan kopi yang berlokasi di Jalan Pertahanan, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera  dan juga Ratusan buruh pabrik pencucian tembakau di Desa Petung, Kecamatan Banglasari, Jember, Jawa Timur. Ke lima adalah Pengusaha membayar THR buruh tetapi waktu pembayarannya sengaja telat THR buruh  dan Masalah ke enam Pengusaha tidak mau membayar sama sekali THR nya buruh, namun untuk yang kenam ini kasusnya sangat minim.

Maka atas masalah tersebut GSBI sejak awal bulan juli sudah membuka Posko Pengaduan soal masalah THR. Jadi para buruh-PNS dan lain sebagainya yang mengalami masalah bisa mengadukan ke GSBI yang nantinya akan di tindak lanjuti untuk di advokasi.

Lebih lanjut Rudi HB Daman menyatakan, berdasarkan hal tersebut maka pada kesempatan ini dirinya dan organisasi GSBI  mendesak Kementerian Tenaga kerja dan Transmigrasi dan semua kepala daerah melalui kepala dinas tenaga kerja dan jajarannya diseluruh Indonesia, untuk proaktif dan turun kelapangan dalam rangka memastikan para pengusaha membayarkan THR kepada para buruhnya dan sekaligus menindak tegas perusahaan yang tidak membayar THR.

"Jadi Kementrian Nakertrans tidak hanya sekedar membuat peraturan dan surat edaran namun yang lebih penting dari itu adalah melakukan pengawasan dan proaktif turun kelapangan dalam rangka memastikan peraturan yang ada dijalankan secara penuh oleh pengusaha serta memberikan sanksi tegas sebagai efek jera atas pelanggaran tersebut," tegasnya. #

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.