Pernyataan Sikap
MENGECAM KERAS TINDAKAN PENYEKAPAN DAN KERJA PAKSA
MENGECAM KERAS TINDAKAN PENYEKAPAN DAN KERJA PAKSA
TERHADAP 34 ORANG BURUH CV. CAHAYA LOGAM (PABRIK KUALI) TANGERANG
SBY-BUDIONO HARUS BERTANGGUNG JAWAB UNTUK MENJAMIN KEMERDEKAAN KAUM BURUH
HENTIKAN BERBAGAI BENTUK PERBUDAKAN DAN TINDAKAN KEKERASAN TERHADAP KAUM
BURUH DAN RAKYAT INDONESIA
Salam
Demokrasi,
1 Mei 2013, jutaan kaum buruh memadati seluruh
pusat-pusat pemerintahan dan jalan protokol diseluruh Indonesia untuk melakukan
Peringatan Hari Buruh Internasional (Mayday). Peringatan Mayday ini dilakukan
oleh kaum buruh untuk mengenang, mengambil pelajaran dan melanjutkan semangat
perjuangan kaum buruh diera 1886-1890, dimana kaum buruh saat itu berhasil
menghancurkan sistem “kerja paksa”
dibalut didalam jam kerja yang sangat panjang, 12-16 jam per hari. Perjuangan
patriotik kaum buruh saat itu yang tidak kenal lelah akhirnya berhasil
menghapuskan sistem kerja dengan waktu yang panjang dan merubahnya menjadi
hanya 8 jam per hari.
Pengurangan atas jam
kerja, dari 12-16 jam/hari menjadi hanya 8 jam/hari adalah kemenangan besar
bagi kaum buruh, bahkan keberhasilan tersebut dapat dirasakan oleh seluruh umat
manusia hingga sekarang. Kenapa pengurangan atas jam kerja memiliki makna yang
mendalam pada perjuangan kaum buruh? Sistem kapitalisme dimana industri menjadi
salah satu penopang utamanya berlaku sebuah hubungan produksi yang timpang
antara buruh sebagai tenaga produktif dengan pemilik modal. Dalam pandangan
kaum pemilik modal, buruh dianggap sama seperti bahan baku atau bahan mentah,
upah bagi kaum buruh ditentukan (baca;
dibeli) diawal oleh pemilik modal, tidak ditetapkan berdasarkan pembagian
keuntungan dari hasil produksi. Padahal, tanpa keberadaan buruh disebuah
pabrik, mesin-mesin termasuk bahan baku yang ada dipabrik tidak akan berubah
menjadi barang baru, tidak pernah akan ada keuntungan disana. Sistem yang
demikian mensyaratkan pencurian nilai lebih terhadap kaum buruh, semakin lama
seorang buruh bekerja dipabrik, maka semakin besar keuntungan yang akan
diterima oleh para pemilik modal, sedangkan upah bagi kaum buruh tidak akan
pernah berubah karena telah ditetapkan diawal.
Di Indonesia, Hari
Buruh Internasional pernah mendapatkan pengakuan dan menjadi hari libur nasional
mengacu pada disahkannya Undang Undang No.1 tahun 1951 tentang pernyataan
berlakunya Undang Undang Kerja tahun 1948, dimana dalam pasal 15 ayat 2
menyebutkan bahwa, “pada tanggal 1 Mei, buruh dibebaskan dari kewajiban
bekerja”. Namun dengan alasan politik, kemenangan perjuangan kaum buruh di
Indonesia ini dirampas oleh rejim orde baru yang melarang adanya perayaan
Mayday dilakukan di negeri ini. Meski demikian, kaum buruh di Indonesia tidak
pernah tinggal diam dan terus memperjuangkan agar 1 Mei diberlakukan menjadi
hari libur nasional, secara khusus tuntutan perjuangan ini selalu diusung
ketika memperingati Mayday di Indonesia. Hasilnya, perjuangan tak kenal lelah
ini berbuah pada satu keberhasilan dimana mulai tahun depan (2014), 1 Mei di
Indonesia akan kembali ditetapkan menjadi hari libur nasional. Ini adalah murni
kemenangan perjuangan kaum buruh, bukan pemberian rejim SBY-Budiono. Kalaupun
kita harus berterima kasih, maka kepada kaum buruh yang tak henti berjuang
penghargaan tersebut patut kita sampaikan, bukan dan jangan pernah berterima
kasih kepada pemerintahan SBY.
Kini, setelah lebih dari seratus tahun perjuangan
pembebasan terhadap sistem kerja paksa (jam
kerja yang panjang), peristiwa tragis yang merendahkan nilai-nilai
kemanusiaan kembali harus diterima oleh kaum buruh di Indonesia. Peristiwa
tersebut tepatnya terjadi di kampung Bayur Opak, desa Lebak Wangi, kecamatan
Sepatan, kabupaten Tangerang, provinsi Banten, 34 orang buruh yang bekerja di
CV. Cahaya Logam disekap, dipaksa bekerja hingga 16 jam per hari tanpa diberikan
upah serta hak-hak normatif lainnya. CV. Cahaya Logam yang dimiliki oleh Yuki
Irawan ini memproduksi kuali sudah lebih dari 18 bulan terakhir dengan kemampuan
produksi mencapai ratusan kuali per hari. Dibantu oleh lima orang mandor, Yuki
Irawan memberikan target produksi 200 kuali/orang dan bubut 300/per orang
setiap harinya. Untuk dapat menyelesaikan target tersebut, para buruh dipaksa
bekerja mulai dari pukul 06.00 hingga 22.00, bahkan kadang lebih. Jika tidak
berhasil memenuhi target tersebut, maka pukulan, tendangan, sundutan rokok
hingga siraman air panas harus diterima oleh buruh.
Ke-34 buruh yang bekerja di pabrik kuali milik
Yuki Irawan ini rata-rata masih berusia muda, bahkan ada 11 orang yang belum
genap berusia 20 tahun. Sebagian besar dari mereka berasal dari daerah Cianjur,
Bandung, Lampung Utara dan satu orang dari Tangerang. Direkrut oleh para calo
dengan iming-iming gaji 700,000 rupiah, upah lembur, tempat tinggal dan makan
sehari tiga kali, namun kenyataannya begitu sampai ditempat usaha Yuki Irawan,
seluruh barang yang dimiliki oleh buruh dirampas, tidak diperbolehkan
berinteraksi dengan masyarakat sekitar pabrik dan disekap didalam kamar
berukuran 6X8 meter yang sangat pengap, kotor tanpa dilengkapi alas tidur. Peristiwa
penyekapan dan kerja paksa yang berlangsung di Tangerang ini bahkan pantas
disebut sebagai praktek “perbudakan” yang terjadi di jaman modern. Praktek ini
berhasil dibongkar ketika pada tanggal 3 Mei 2013 Polda Metro Jaya dan Polres
Tigaraksa Tangerang bersama dengan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan (Kontras) melakukan penggerebekan dilokasi pabrik dan membebaskan
buruh yang saat itu dalam kondisi sangat memprihatinkan, baik secara kesehatan
maupun maupun dari pakaian yang dikenakan.
Gabungan Serikat Buruh Independen berpandangan
bahwa praktek perbudakan yang berhasil dibongkar ini menunjukkan betapa
bobroknya kondisi perburuhan di Indonesia. Kenyataan obyektif ini semakin
membukakan mata kepada seluruh rakyat, bahwa pemerintahan Indonesia dibawah
rejim SBY-Budiono terbukti tidak mampu memberikan jaminan kemerdekaan terhadap kaum
buruh, tidak mampu melindungi buruh dari tindakan kekerasan serta tidak
memenuhi hak atas kebebasan berserikat terhadap kaum buruh. Fakta yang dialami
buruh pabrik kuali di Tangerang semakin melengkapi persoalan-persoalan kongkret
yang dihadapi oleh kaum buruh di Indonesia, seperti persoalan perampasan upah
melalui kebijakan Kepmen 231/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Upah Minimum, tidak
adanya jaminan kepastian kerja yang dibalut oleh sistem kerja kontrak jangka
pendek dan outsourcing, termasuk praktek
pemberangusan serikat buruh (union
busting) yang masih kerap terjadi.
Ketidak berpihakan rejim SBY terhadap kaum buruh
di Indonesia kian nyata ketika dalam kasus ini tidak ada satupun dari pihak
pemerintah yang berani bertanggung jawab untuk mengakui kesalahannya. Masalah
yang dialami oleh buruh pabrik kuali di Tangerang ini seharusnya tidak perlu
terjadi apabila pemerintahan SBY melalui jajaran Kementerian Ketenagakerjaan
hingga Dinas Tenaga Kerja tingkat Kabupaten berperan aktif dalam melakukan
pengawasan terhadap hubungan industri yang terjadi diwilayah kerjanya. Lemahnya
peran pengawasan inilah yang menjadikan praktek perbudakan terhadap buruh kuali
ini berlangsung dalam waktu yang cukup panjang. Bahkan, ada dugaan bahwa
praktek perbudakan buruh ini juga melibatkan oknum aparat kepolisian dan
tentara. Jika terbukti demikian, maka kasus yang terjadi di Tangerang ini
mempertegas karakter fasis dari rejim pemerintahan SBY yang secara kontinyu
melakukan tindakan kekerasan terhadap rakyatnya.
Atas dasar itu maka kami Gabungan Serikat Buruh
Independen (GSBI) menyampaikan tuntutan sebagai berikut:
- Mendesak Dinas Tenagakerja Kabupaten Tangerang untuk bertanggungjawab dan segera mengusut tuntas kasus perbudakan yang terjadi di perusahaan kwali CV. Cahaya Logam yang beralamat di kampung Bayur Opak, desa Lebak Wangi, kecamatan Sepatan, kabupaten Tangerang, provinsi Banten.
- Mendesak pihak Kepolisian Resort Kabupaten Tangerang agar segera menindak tegas pemilik perusahaan Yuki Irawan beserta semua pihak yang terlibat dalam praktek perbudakan yang terjadi di CV. Cahaya Logam termasuk oknum TNI/Polri, dengan memberikan hukuman yang seberat-beratnya.
- Sita aset perusahaan beserta seluruh kekayaan pemilik perusahaan CV. Cahaya Logam Yuki Irawan untuk diberikan kepada 34 Buruh yang telah diperlakukan sebagai Budak dan tidak pernah diberikan hak-haknya selama bekerja layaknya manusia.
- Mendesak Pemerintah SBY-Budiono bertanggung jawab atas terjadinya praktek perbudakan yang masih terjadi di Indonesia.
- Berikan pelayanan dan rehabilitasi terhadap 34 buruh atas kondisi kesehatan, psikologi dan kejiwaannya.
Demikian Pernyataan Sikap ini di buat agar
mendapatkan perhatian yang serius dari semua pihak yang terkait.
.
Jakarta 8 Mei 2013
Hormat Kami;
Dewan Pimpinan Pusat
Gabungan Serikat Buruh Independen
(DPP-GSBI)
Rudi HB Daman Emelia Yanti Siahaan
Ketua Umum Sekjend
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.