akarta, GATRAnews - Massa yang tergabung dalam Front
Perjuangan Rakyat (FPR), pada Jumat malam (21/6), melakukan aksi unjuk
rasa di depan Istana Negara, menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak
(BBM) bersubsidi yang baru diumumkan pemerintah.
"Saat ini sedang berlangsung aksi menolak kenaikan harga BBM di depan Istana Negara dengan pengawalan ketat pihak kepolisian,"
kata Koordinator FPR, Rudi HB Daman, melalui pesan singkatnya di Jakarta, Jumat malam (21/6).
Menurutnya, aksi penolakan tersebut digelar massa FPR sesaat setelah
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali ke kediamannya di Puri
Cikeas, Bogor. Aksi tersebut dilakukan, bahwa sampai dengan detik-detik
pengumuman kenaikan harga BBM oleh pemerintah, rakyat tetap konsisten
melakukan penolakan.
"Alasan pemerintah menaikkan BBM merampas upah buruh, untuk itu, tuntutan mereka menuntut kenaikan upah 50 persen," tegasnya.
FPR merupakan gabungan dari 11 organisasi, yakni WALHI, SHI, GSBI,
JATAM, BIMA, FMN, ATKI, INDIES, Liga Pemuda Bekasi, GRI, dan KRKP. Sejak
pemerntah berencana menaikan harga BBM, FPR terus melakukan aksi
penolakan, termasuk saat DPR menggelar rapat paripurna untuk mengesahkan
RUU APBN-P 2013 menjadi UU.
Irhash Ahmady dari Walhi mengungkapkan, pada tahun 2004, Walhi telah
merilis, bahwa Indonesia sebenarnya memiliki 60 ladang minyak (basins),
38 di antaranya telah dieksplorasi dengan cadangan sekitar 77 miliar
barel minyak dan 332 triliun kaki kubik (TCF) gas. Kapasitas produksinya
hingga tahun 2000, baru sekitar 0,48 miliar barrel minyak dan 2,26
triliun TCF.
"Ini menunjukkan, bahwa volume dan kapasitas BBM sebenarnya cukup
besar dan sangat mampu mencukupi kebutuhan rakyat di dalam negeri,"
tegasnya.
Menurut Irhash, salah satu ladang minyak Indonesia yang sangat
potensial adalah Blok Cepu, akan tetapi sebagain besar sudah dikuasai
Exxon milik Amerika. “Satu sisi dibicarakan soal Indonesia kekurangan
minyak, makanya impor, tapi satu sisi ladang minyak diobral ke asing
khususnya Amerika oleh rezim, ini namanya apa?" cetusnya.
Setiap harinya, ujar dia, ladang minyak Blok Cepu bisa menghasilkan
sekitar sekitar 200.000 barel per hari. Jumlah itu dengan asumsi harga
minyak US$ 60 per barel, maka dalam sebulan bisa menghasilkan dana Rp
3,6 triliun atau Rp 43, 2 triliun setahun.
Dengan demikian, tegasnya, pemerintah tidak memiliki itikat baik
untuk mengurangi ketergantungan dan beralih ke energi yang ramah
lingkungan. Padahal, Indonesia kaya akan energi bersih non nuklir
tersebut, seperti mikro hidro, tenaga surya, angin, dan lain sebagainya.
Akan tetapi ketidakmampuan atau patuhnya pemerintah terhadap tekanan
asing untuk tetap menggantungkan diri terhadap energi fosil yang kotor
ini.
Sekjen Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Rahmat menyatakan,
akibat penaikkan BBM tersebut akan terjadi dampak luar biasa terhadap
kehidupan rakyat, khususnya di pedesaan. Problem utama kaum tani di
pedesaan yang terus mengalami perampasan tanah akan semakin menderita
karena kenaikan ini. Diperkirakan, kenaikan BBM akan menyebabkan angka
kemiskinan di pedesaan meningkat sekitar 40 persen. (IS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.