Jakarta- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan beberapa asosiasi buruh lainnya menolak secara tegas diterbitkannya Instruksi Presiden (Inpres) tentang pengupahan buruh untuk stimulisasi ekonomi dalam mengatasi turunnya nilai rupiah.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan Inpres ini sama sekali tidak mensejahterakan buruh malah sebaliknya berpotensi mengembalikan negara pada rezim upah murah. Menurutnya pelemahan rupiah bukan disebabkan karena turunnya produktivitas buruh atau buruh meminta upah yang tinggi melainkan lebih disebabkan jatuh tempo utang swasta dan pemerintah yang terlalu besar terutama utang swasta yang tidak terkontrol sehingga kebutuhan dollar semakin besar.
Dia mengatakan pelemahan rupiah juga disebabkan karena kinerja ekspor anjlok sehingga para pengusaha memarkir uangnya di luar negeri. "Perlu ditegaskan, pelemahan rupiah tidak ada kaitannya dengan buruh tetapi lebih kepada utang swasta," ungkap dia dalam acara " Konferensi Pers KSPI menolak Penetapan Inpres Upah" di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Jakarta, Jumat (30/8).
Hadir dalam konferensi pers tersebut beberapa asosiasi buruh lainnya seperti Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Serikat Pekerja Industri Nasional (SPIN), Federasi Serikat Buruh Indonesia (FSBI), Fron Buruh Kawasan, Forum Buruh DKI Jakarta, Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI), Forum Buruh Lintas Pabrik (FBLP) dan Sekretariat Bersama (Sekber) Buruh.
Dia mengatakan, penerbitan Inpres mengenai penetapan Upah Minimum bertentangan dengan konstitusi, di mana pengaturan mengenai penetapan upah minimum seharusnya dilakukan oleh Gubernur bukan dilakukan oleh Menteri, Asosiasi Pengusaha Indonesia dan pengusaha hitam. Menurutnya inpres tersebut hanya akal akalan politis antara pengusaha dan pemerintah untuk kembali pada rezim upah murah.
Said mengatakan Presiden SBY seharusnya tidak terjebak dalam kebijakan upah murah yang dapat menurunkan daya beli masyarakat di mana hal ini sangat bertentangan dengan pidato kenegaraan presiden pada tanggal 16 Agustus lalu yang menyatakan, daya beli masyarakat harus dijaga dan Indonesia sebagai negara Middle Class tidak lagi berorientasi pada kebijakan upah murah. "Seharusnya pemerintah bijak mengatasi permasalahan ini, jangan terpengaruh dengan pengusaha," ujar dia.
Said mengatakan KSPI juga menolak pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa yang menyatakan penetapan Upah Minimum buruh ditetapkan berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) dan kenaikan upah dibatasi 10% untuk industri secara umum dan 5% untuk UKM dan industri padat karya. Menurutnya buruh indonesia menolak penetapan upah minimum berdasarkan hasil survei, seharusnya survei dilakukan oleh dewan pengupahan daerah.
Dia mengatakan KSPI dan beberapa asosiasi buruh tetap menolak diterbitkannya Inpres sebagai standarisasi untuk melakukan penetapan kenaikan upah minimum 2014, karena inpres tersebut bagian dari politik pemerintah dan pengusaha, selain itu KSPI juga menginginkan penetapan kenaikan upah minimum 2014 merupakan kewenangan gubernur berdasarkan UU No.13 tahun 2013 bukan wewenang menteri terlebih pengusaha dan Apindo.
Said menambahkan KSPI juga menolak kenaikan upah minimum 2014 berdasarkan inflasi maksimal 10% karena seharusnya berdasarkan Komponen Hidup Layak (KHL) dan pertumbuhan ekonomi, dan KSPI menuntut KHL menjadi 84 item KHL bukan 60 item KHL. "Kami juga mengajak seluruh kepala daerah untuk bersikap realistis dan dapat bekerja sama," tutur dia
Menurut dia, apabila pemerintah tetap menerbitkan Inpres dan menetapkan kenaikan upah minimum hanya berdasarkan inflasi maka seluruh buruh Indonesia benar benar akan bergerak melakukan aksi besar besaran secara bertahap dimulai dengan 31 Agustus di Bekasi dengan jumlah buruh yang diturunkan sebanyak 20 ribu orang, 3 September oleh Forum Buruh DKI sebanyak 5 ribu orang, 5 September sebanyak 30 ribu orang se Jabodetabek di Istana Negara, 10 September se Jawa Timur sebanyak 10 ribu orang, 11 September sebanyak 11 ribu orang di Medan, 12 September di Batam sebanyak 5 ribu orang, dan 13 September sebanyak 5 ribu orang di Bandung.
Aksi unjuk rasa besar-besaran itu akan diikuti daerah lain di Lampung, Manado, Makassar, Gorontalo, Aceh serta puncaknya dengan mogok nasional pada Oktober dan November dengan melibatkan 4 juta buruh. (Dho).
sumber : http://www.investor.co.id/macroeconomics/asosiasi-buruh-tolak-penetapan-inpres-tentang-pengupahan-buruh/67820
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.