Jakarta - Pemerintah memastikan kebijakan pengupahan menjadi salah satu paket kebijakan yang akan dilakukan pemerintah dalam mengatasi perlambatan ekonomi nasional. Nantinya, para pekerja akan memperoleh upah yang disesuaikan dengan sektor usahanya masing-masing.
Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat mengatakan pemerintah akan membuat satu acuan penetapan upah bagi pemerintah daerah (pemda). Rencananya acuan upah tersebut diterbitkan melalui Instruksi Presiden.
"Namun pada kebijakannya kali ini, pemerintah memastikan akan membedakan upah buruh berdasarkan sektor industri seperti industri padat karya, pada modal, dan usaha menengah kecil (UMK),"kata Hidayat di Jakarta,akhir pekan lalu.
Dalam penetapan upah pekerja, pemerintah akan menggunakan rumus besaran inflasi dikalikan dengan x persen. Kooefisien X yang dimaksud nantinya akan dibicarakan secara terbuka oleh pengusaha dan pekerja melalui forum tripartit.
Sebelumnya, Hidayat mengatakan stimulus yang akan diberlakukan pada tahun depan itu diprioritaskan untuk industri padat karya. Sebagai imbalannya, industri padat karya diminta berjanji untuk tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan karyawannya. "Kita coba menyelamatkan padat karya untuk menjaga agar pertumbuhan ekonomi tidak merosot tajam," katanya.
Menurut Hidayat, akibat penghapusan pajak tersebut, Kementerian Keuangan rela kehilangan penerimaan sebesar Rp 5 triliun. "Itu kemungkinan potensi pajak satu tahun ya," katanya.
Rencananya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan paket kebijakan tersebut. Itu bersamaan dengan penjelasan langkah pemerintah mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah dan anjloknya bursa saham.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan pemerintah akan segera mengeluarkan kebijakan insentif bagi industri padat karya guna menjamin ketenagakerjaan di dalam negeri."Kebijakan insentif untuk industri padat karya itu sedang kami kerjakan dan akan segera keluar pada tahun ini," kata Hatta.
Menurut dia, pemberian insentif oleh pemerintah itu bertujuan memberi perhatian lebih bagi dunia industri padat karya yang dianggap telah menciptakan banyak lapangan pekerjaan."Kita harus menjaga agar para tenaga kerja, khususnya yang bekerja bagi industri padat karya dapat tetap terjaga pekerjaan dan sumber penghasilannya," katanya.
Walaupun demikian, Hatta juga mengatakan bahwa insentif tersebut tidak selalu harus dalam bentuk insentif fiskal. "Insentif itu kan tidak selalu berhubungan dengan keuangan, tetapi kebijakan-kebijakan yang meringankan juga adalah suatu bentuk insentif. Tidak serta-merta berkaitan langsung dengan dana," ujarnya.
Tidak Efektif
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi mengatakan rencana pemberian insentif pajak untuk industri padat karya dianggap tidak efektif untuk meringankan beban pengusaha maupun menguntungkan buruh.Lebih baik jika pemerintah mengeluarkan kebijakan yang dapat melindungi iklim investasi dan keberlangsungan industri secara nyata. “Misalnya kebijakan pembatasan kenaikan upah buruh, jangan seperti tahun lalu,” kata Sofjan.
Untuk saat ini, kata Sofjan, kebijakan itu tidak akan banyak bermanfaat. Selama ini pun pengusaha kalau rugi tidak perlu bayar pajak. Justru masih ada peraturan yang membuat ongkos buruh menjadi mahal. “Peraturan-peraturan seperti larangan outsourcing dan tidak adanya batas kenaikan upah minimum buruh yang membuat pengusaha melakukan PHK,” tuturnya.
Bagi buruh sendiri, kebijakan ini dinilai tidak akan mendatangkan keuntungan apa-apa. “Yang bayar pajak mereka perusahaan, sehingga insentif pajak tidak berarti upah buruh menjadi lebih besar,” kata dia. Dia mengungkapkan, sepanjang tahun ini, justru 60 ribu buruh yang bekerja di industri padat karya telah di-PHK akibat upah tinggi.
Mereka berasal dari industri garmen, sepatu, dan elektronik. Para pengusaha saat ini memilih menggantikan tenaga mereka menggunakan mesin. “Justru di sini tenaga kerja yang dirugikan,” ucapnya.
Sedangkan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, punya pandangan yang sedikit berbeda. Menurut Iqbal, kenaikan UMP ini tidak bisa dikaitkan dengan relokasi beberapa pabrik tersebut. “Pemikiran kenaikan UMP ini sudah dilakukan survei yang jelas dan tepat mengenai kebutuhan hidup pekerja. Kemudian disimpulkan kenaikan UMP ini harus melebihi 20% sehingga bisa mencukupi kondisi nyata dari para pekerja,” jelas Iqbal. (Senin, 26/08/2013/http://www.neraca.co.id/harian/article/32163/Pemerintah.Segera.Keluarkan.Inpres.Penetapan.Upah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.