Gabungan
Serikat Buruh Independen (GSBI)
Federation of Independent Trade Union
Dalam Rangka Peringatan
Hari Tani Nasional (HTN) 24 September 2013
Hentikan
Monopoli dan Perampasan Tanah, Lawan Liberalisais Perdagangan
Lawan Politik
Upah Murah dan Perampasan Upah, Naikkan Upah Buruh dan Hentikan PHK Massal, Bangun
Industri Nasional, Junk APEC dan WTO !
Salam Solidaritas!
Tanggal 24 September telah ditetapkan
oleh Presiden Soekarno sebagai Hari Tani Nasional melalui Keppres No 169 tahun
1963. Berkat perjuangan kaum tani dan rakyat Indonesia melawan perampasan dan monopoli tanah serta untuk penghidupan yang lebih
baik, kaum tani dan rakyat Indonesia telah berhasil memaksa pemerintah Soekarno
pengesahan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No 5 tahun 1960.
Lahirnya UUPA No. 5 Tahun 1960 pada tanggal 24 September 1960, adalah merupakan
kemenangan berharga bagi perjuangan rakyat khususnya kaum tani Indonesia, yakni
sebagai capaian politik perjuangan mewujudkan reforma agraria sejati yang
menjamin kedaulatannya atas tanah dan kapital sebagai prasayarat pokok untuk
kesejahteraan dan kedaulatannya bersama seluruh rakyat Indonesia.
Akan tetapi sejak di sahkannya UUPA pada Tahun 1960 hingga saat ini,
terbukti tidak pernah dijalankan secara sunggug-sungguh oleh pemerintah RI.
Bahkan dibawah kekuasaan rezim SBY saat ini,
praktek monopoli dan perampasan tanah rakyat semakin massif di berbagai
wilayah Indonesia. Hal ini telah menjadikan mayoritas rakyat Indonesia menjadi
kaum tani yang tak bertanah (buruh tani) dan tani miskin yang rata-rata luas
lahan pertaniannya hanya ± 0,3 Ha.
Penyempitan lahan kaum tani ini semakin intensif sehingga jumlah kaum
tani yang tak bertanah menunjukkan angka yang terus meningkat. Menyempitnya
lahan kaum tani ini, berbanding terbalik dengan kepemilikan lahan oleh
perusahaan negara maupun swasta. Saat ini perkebunan besar, tambang dan taman
nasional telah melakukan monopoli besar-besaran tanah dengan menggunakan
kekuasaan negara. Perkebunan sawit telah melakukan monopoli tanah sebesar 26
juta hectar. Selain perkebunan Kelapa Sawit, perkebunan kayu juga melakukan hal
yang sama, pertambahan jumlah perkebunan kayu
saat ini sebesar 15% atau sekitar 1,6 juta hektar pertahun, dan ada sekitar 290 perusahaan yang memegang
ijin perkebunan kayu (HTI) di Indonesia.
Disusul berikutnya oleh perkebunan tanaman pangan skala besar juga
menjadi orientasi lanjutan pemerintah dalam berbagai mega proyeknya, seperti di
wilayah Merauke, pemerintah telah menyediakan 1,62 juta hektar lahan sebagai pusat
pengembangan pertanian pangan. Namun dalam jangka menengah, lahan yang akan
dikembangkan seluas 500.000 hektar. Tahun 2010 pemerintah berupaya menawarkan
100.000 hektar terlebih dahulu. Selain di Merauke terdapat juga proyek yang
sama di Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur
dimana saat ini Gurbenur sedang berlomba-lomba menjual wilayahnya untuk
food estate.
Monopoli tanah selain di perkebunan milik negara dan swasta juga
berlangsung di Taman Nasional dan sector pertambangan. Saat ini taman nasional
berjumlah 50 diseluruh Indonesia dengan
monopoli penguasaan tanah seluas 16,33 juta hectar, sementara cagar alam yang berjumlah 248 yang memiliki luas 2, 45
juta hectar, taman buru berjumlah 14 dengan luas 225 ribu hektar, suaka
margasatwa 75 dengan luas 5,1 juta hektar, taman wisata lam 118 dengan luas 750
ribu hektar dan taman hutan raya 22 dengan luas 344 ribu hektar. Sistem
pertambangan besar milik imperialis, pengusaha besar swasta dalam negeri dan
perusahaan tambang negara telah
melakukan monopoli tanah besar-besaran dengan 11.000 izin pertambangan di
seluruh Indonesia, dengan jumlah terbanyak di Kalimantan dan Sumatera.
Pertambangan minyak bumi, gas, batu bara, panas bumi dan aneka mineral
menggunakan areal tanah yang sangat luas. Salah satu perusahaan tambang
terbesar di dunia, PT Freeport di Papua telah menguasai lahan dengan luas
527.400 hektar.
Atas dasar itu maka Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI), menyimpulkan
bahwa tanah yang subur dan kekayaan sumberdaya alam yang melimpah ruah, tidak
pernah dapat dinikmati oleh kaum tani dan seluruh rakyat Indonesia, karena
sebagian besar tanah dan kekayaan alam tersebut telah di rampas dan dikuasai
oleh kaum Imperialis, borjuasi besar komperador dan tuan tanah. Sehingga
seluruh sumber daya alam yang melimpah dan tanah yang subur tidak pernah diperuntukkan
bagi kesejahteraan dan kemakmuran bagi
mayoritas rakyat Indonesia yaitu kaum tani sebagaimana tertuang di dalam UUD
1945.
Kaum
tani Indonesia dibawah rezim politik SBY-Budiono, terus mengalami perampasan
tanah dan tindak kekerasan dalam berbagai bentuk seperti pemenjaraan,
penangkapan, penahanan, intimidasi, penganiayaan, penembakan, pembunuhan, dan
bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang lain. Kekerasan yang
dialami kaum tani terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa fenomena perampasan tanah di Indonesia memang merupakan
peristiwa yang sehari-hari dihadapi oleh kaum tani. Selain itu, fenomena
perampasan tanah pada tingkat nasional menunjukkan kembalinya wujud pemerintahan
yang berwajah fasis (mengandalkan kekerasan militer dan kepolisian) dalam
menyelesaikan konflik-konflik sosial yang ada di dalam masyarakat, khususnya
konflik dan sengketa tanah, yang melibatkan kaum tani.
Peringatan hari tani
nasional (24 Sept) yang bertepatan
dengan 53 tahun UU PA, memiliki arti penting bagi rakyat Indonesia terlebih
bagi kaum tani dan buruh dimana peringatan Hari Tani Nasional (HTN) tahun ini
bertepatan dengan akan digelarnya pertemuan KTT APEC dan WTO di Bali Indonesia
sebagai satu skema dari kapitalis monopoli asing (imperialis) agar dapat
terhindar dari jurang kehancuran akibat krisis yang sedang
dialaminya.
GSBI memandang bahwa APEC dan WTO adalah merupakan skema negeri kapitalis monopoli asing (imperialis) untuk memastikan liberalsiasi perdangan
di seluruh dunia dan mengokohkan dominasinya. Dalam sektor pertanian, negeri-negeri imperialis terutama Amerika Serikat
(AS) sangat
berkepentingan untuk memonopoli seluruh sarana produksi pertanian, pasar dan
termasuk alat produksi (tanah). Dengan demikian,
skema dalam APEC dan WTO sangat mengancam bagi kelangsungan dan masa
depan kaum tani dan
juga kaum buruh di
Indonesia, skema ini akan semakin memasifkan praktek
labour market flexsibility (LMF)
dengan penerapan praktek system kerja kontrak jangka pendek dan outsourcing ,
upah murah, perampasan upah, perampasan tanah, semakin mahalnya biaya produksi dan semakin
hancurnya harga produk pertanian di dalam negeri akibat dari liberalisasi
produk pertanian.
WTO juga akan mengancam
tentang kedaulatan pangan di Indonesia. Sebab agenda Imperialisme hanya akan
menguntungkan mereka dan juga menguntungkan kaki tangannya didalam negeri (para
borjuasi besar komperador, para-tuantanah dan juga para kapitalis birokrat), dan secara pokok agenda APEC dan WTO hanya akan semakin
memperhebat penindasan dan penghisapan kaum tani, kaum
buruh dan seluruh rakyat Indonesia serta menghambat perjuangan land reform sejati dan pembangunan industrial nasional di Indonesia.
Saat ini rakyat Indonesia kembali dipukul dengan kenaikan harga-harga
kebutuhan pangan yang tentunya kian mencekik. Disisi yang lain, Pemerintah
menipu rakyat bahwa kenaikan harga kebutuhan pangan disebabkan karena rendahnya
kemampuan produksi pangan dalam negeri, gagal panen akibat cuaca, hingga alasan
naiknya harga Dollar masih menjadi alasan klasik pemerintah yang tak tahu malu
menipu rakyat. Padahal kenyataannya, kenaikan harga pangan disebabkan atas
monopoli tanan dan sarana produksi pertanian, mulai dari bibit, pupuk, pestida,
alat kerja hingga monopoli atas pasar oleh kapitalis monopoli bersama sekutu
jahatnya didalam negeri, yakni tuan tanah dan borjuasi besar komprador yang
diwakilkan oleh pemerintah boneka anti rakyat SBY-Boediono dan seluruh jajaran
pemerintahannya.
GSBI menilai bahwa berbagai persoalan yang dialami oleh kaum tani di
pedesan juga dialami oleh kaum buruh di perkotaan karena rezim yang berkuasa
sepenuhnya menjadi kakitangan dan mengabdi pada kepentingan kapitalis monopoli
asing. Di sektor buruh misalkan, Pemerintah Indonesia hingga saat ini masih
tetap mempertahankan skema politik upah murah, berbagai perampasan upah dilakukan
baik oleh pemerintah maupun pengusaha, kenaikan upah yang hampir pasti terjadi
tiap tahun telah di rampas kembali dengan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok
rakyat. Bahkan pemerintah SBY saat ini akan menerbitkan Instruksi Presiden yang
membatasi kenaikan upah maksimal 5% sampai dengan 10% saja dari angka inflasi,
hal ini membuktikan bahwa sejatinya rezim sekarang adalah rezim yang anti buruh.
Permasalahan lain yang dialami oleh kaum buruh Indonesia adalah semakin
masifnya praktek sistem kerja kontrak dan outsorsing, yaitu sistem yang sangat
menindas dan menghisap tenaga kerja kaum buruh. Meskipun pemerintah telah
mengeluarkan peraturan menteri nomor 19 tahun 2012 yang mengatur tentang mekanisme penggunaan sistem kerja
kontrak dan outsoursing, akan tetapi pemerintah sama sekali tidak pernah serius
menjalankannya, tidak ada sanksi yang jelas bagi pengusaha yang terbukti
melakukan pelanggaran penggunaan sistem kerja kontrak dan outsourching.
Ketika buruh menuntut dan mengadukan pengusaha yang telah terbukti
melakukan pelanggaran ke Dinas Tenaga Kerja, Upaya maksimal yang dilakukan oleh
pihak Dinas Tenaga Kerja hanya sebatas mengeluarkan Nota pemeriksaan, dan
ketika nota pemeriksaan tidak di indahkan oleh pengusaha maka akan dibiarkan
begitu saja seperti yang terjadi di PT Mega Indotek Raya, dan PT Shinta Group
Tangerang, dan ketika buruh menuntut dan makukan perlawanan dengan cara
melakukan pemogokan agar pengusaha mau menjalankan nota pemiksaan, justru
dijawab dengan pukulan dan tembakan oleh aparat kepolisian seperti yang
dialami oleh dua orang buruh PT Fuji
Seat Indonesia Karawang yaitu perusahaan Jepang yang mempoduksi Seat kendaraan
untuk Mobil yang di produksi oleh PT Astra Daihatsu Motor.
Maka dalam peringatan Hari Tani Nasional 24 September
2013, Gabungan Serikat Buruh
Independen/Federation of Independent Trade Union (GSBI), sebagai serikat buruh
yang independen, militant, patriotic dan demokratik secara tegas menyatakan
sikapnya bahwa GSBI akan senantiasa bersatu dengan gerakan kaum tani, pemuda
mahasiswa, perempuan, buruh migrant dan kelompok-kelompok pro demokrasi lainnya
untuk berjuangan bersama melawan monopoli serta perampasan tanah, melawan
politik upah murah dan perampasan upah, memperjuangkan tuntutan land reform
sejati dan bangun industry nasional yang kuat dan menuntut pemerintah SBY:
1.
Turunkan harga
kebutuhan Pokok.
2.
Hentikan
Perampasan dan Monopoli Tanah serta Wujudkan Kedaulatan Pangan.
3.
Laksanakan
Reforma Agraria Sejati dan Bangun Industrialisasi Nasional.
4.
Hentikan
segera tindak kekerasan, penangkapan, penembakan dan pengkriminalan terhadap
kaum buruh, kaum tani, dan bebaskan tanpa syarat kaum tani yang di penjara
karena berjuang menuntut hak-haknya yang di rampas.
5.
Naikkan upah 2014
sesuai dengan kebutuhan riil buruh, termasuk upah bagi buruh tani dan pekerja
pertanian di pedesaan serta golongan pekerja rendahan lainnya.
6.
Hapuskan
Sistem Kerja Kontrak Jangka Pendek (PKWT) dan Outsourcing.
7.
Berikan
jaminan Kepastian Kerja dan Hentikan
PHK dalam bentuk apapun.
8.
Sediakan
lapangan pekerjaan serta pendidikan gratis bagi anak-anak buruh, buruh tani dan
petani miskin serta pendidikan murah bagi seluruh rakyat.
9.
Berikan jaminan
kebebasan berorganisasi/berserika dan berpendapat bagi rakyat.
10.Hentikan liberalisasi perdagangan, Junk APEC dan
WTO !
Dalam momentum peringatan
hari tani nasional 24 September 2013 ini, kami Gabungan Serikat Buruh
Independen (GSBI) menyerukan kepada kaum buruh, kaum tani agar terus bersatu
dan berhimpun dalam wadah-wadah serikat buruh, serikat tani/organisasi massa
yang independen, demokratis, militan dan patriotik, untuk terus menjalin
kerjasama, merapatkan barisan, dan memperkuat persatuan, sampai kemenangan sejati
dapat diwujudkan.
Demikian pernyataan sikap
ini kami buat dan sampaikan untuk menjadi perhatian bagi pemerintah yang
berkuasa saat ini.
Jakarta, 24 September
2013
Hormat kami,
Dewan
Pimpinan Pusat
Gabungan
Serikat Buruh Independen (GSBI)
Rudi
HB. Daman
Emelia
Yanti MD Siahaan
Ketua Umum Sekretaris
Jenderal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.