Page

Minggu, 22 September 2013

Tentang Hari Tani Nasional


 Tentang Hari Tani Nasional

Oleh : Rudi HB Daman (Ketua Umum DPP.GSBI).

Beberapa hari lagi  (24 September) kaum tani Indonesia dan seluruh rayat Indonesia (buruh, pemuda mahasiswa, perempuan dan kelompok-kelompok masyarat lainnya) yang mengerti atas pokok HTN akan memperingati  hari tani nasional (HTN).

Tanggal 24 September adalah hari bersejarah bagi kaum Tani Indonesia bahkan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dimana Hari tanggal itu adalah hari lahir Undang-Undang Republik Indonesia No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA).

MENGAPA dikatakan bersejarah? Karena kelahiran UUPA mengandung dua makna besar bagi kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Pertama, UUPA bermakna sebagai upaya mewujudkan amanat Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 (Naskah Asli), yang menyatakan, "Bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Kedua, UUPA bermakna sebagai penjungkirbalikan hukum agraria kolonial dan penemuan hukum agraria nasional yang bersendikan realitas susunan kehidupan rakyat Indonesia.

Jadi, Hari tani nasional (HTN) yang selama ini diperingati setiap tahun oleh seluruh Rakyat Indonesia khususnya oleh kaum tani adalah sebagai salah satu capaian politik kaum tani dan seluruh Rakyat Indonesia. Lahirnya momentum tersebut tidak terlepas dari sejarah panjang perjuangan kaum tani dan seluruh Rakyat.

Penguasaan tanah secara besar-besaran oleh kolonial beserta perusahaan swasta asing ketika itu (Pra kemerdekaan 1945) tentu saja telah membawa penderitaan dan kesengsaraan yang dalam bagi kaum tani dan seluruh Rakyat Indonesia.Massifnya perampasan dan monopoli tanah skala luas saat itu, ialah akibat dari pelayanan tuan-tuan feudal yang juga telah lama menguasai tanah-tanah rakyat. Penguasaan tanah oleh tuan tanah lokal dan asing saat itu telah dilakukan dengan berbagai bentuk pemaksaan, bahkan dengan cara-cara yang sangat brutal.

Namun demikian, kaum tani tidak pernah gentar sedikitpun untuk menggencarkan perlawanannya, baik dalam mempertahankan maupun merebut kembali haknya atas tanah. Dengan usaha keras tersebut, telah terbukti Rakyat Indonesia berhasil mengusir penjajahan kolonial hingga diproklamasikan kemerdekaan RI (17 Agustus 1945) sebagai capaian perjuangannya yang paling gemilang.

Sikap tegas Soekarno ketika itu, tentu saja karena desakan rakyar Indonesia untuk segera menuntaskan revolusi Agustus yang hakekatya adalah revolusi Agraria untuk menjalankan reforma agraria sejati, melalui Dekrit Presiden, 5 Juli 1959 yang selanjutnya telah menjadai salah satu dasar untuk membentuk UUPA No. 5 Tahun 1960 di Indonesia. Pemerintah terus didesak oleh Rakyat untuk merumuskan suatu undang-undang yang mengatur tentang kepemilikan dan tatakelola Agraria nasional, sebagai antithesis untuk menghapuskan segala hukum agraria milik Belanda yang berlaku saat itu yang tersusun berdasarkan tujuan dan kepentingan pemerintah jajahan yang bertentangan dengan kepentingan rakyat dan negara Indonesia yang telah memproklamasikan kemerdekaannya.

Setelah melalui perjuangan sengit kaum tani, tepat pada tanggal 24 September 1960 ditetapkan sebuah UU yang yang secara khusus mengatur tentang kepemilikan dan pengelolaan tanah dan sumber-sumber Agraria, yakni undang-udanng pokok Agraria (UU PA No. 5).  UUPA 1960 adalah realisasi dari Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 yang mengamanatkan kekayaan alam dan cabang produksi yang terkait hajat hidup orang banyak, dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.  UUPA 1960  adalah bermakna sebagai penjungkir balikan hukum agraria kolonial dan penemuan hukum agraria nasional yang bersendikan realitas susunan kehidupan rakyat Indonesia. UUPA 1960 adalah sebuah produk UU yang mengamanatkan agar tanah-tanah didistribusikan secara adil kepada rakyat, khususnya petani, buruh, nelayan dan masyarakat adat.  Oleh karena itu bagi rakyat miskin, terutama petani gurem dan buruh tani, lahirnya UUPA 1960 merupakan tonggak yang sangat berharga untuk dilaksanakannya pembaruan agrarian untuk mereka lepas dari kemiskinan.

Dalam UU tersebut, pada intinya menjelaskan bahwa seluruh rakyat Indonesia khususnya kaum tani dan suku bangsa minorita (masyarakat adat) berhak untuk menguasai dan mengelola tanah untuk kesejahteraan rakyat.

Disahkannya UUPA No. 5 Tahun 1960 di Indonesia, ini merupakan bagian kemenangan perjuangan kaum tani Indonesia sejak abad 17 sampai  20 untuk menolak hukum Agraria kolonial yang melanggengkan penghisapan atas buruh tani, tani miskin dan suku bangsa minoritas oleh kolonial dan tuan tanah lokal.

Dengan berlakunya UUPA No.5 Tahun 1960, maka telah dihapuskan pula hukum agraria kolonial yang telah menindas rakyat, seperti[1]:

1.       "Agrarische Wet" (Staatsblad 1870 No. 55), termuat dalam pasal 51 "Wet op de Staatsinrichting van Nederlands Indie" (Staatsblad 1925 No. 447) dan ketentuan dalam ayat-ayat lainnya dari pasal tersebut.
2.       a). "Domienverklaring" tersebut dalam pasal 1 "Agrarisch Besluit " (Staatsblad 1870 No. 118);
b). "Algemene Domienverklaring" tersebut dalam Staatsblad 1875. No. 119A;
c). "Domienverklaring untuk Sumatera" tersebut dalam pasal 1 dari Staatsblad 1874 No. 94f;
d). "Domeinverklaring untuk keresidenan Menado" tersebut dalam pasal 1 dari Staatsblad 1877 No. 55;
e). "Domienverklaring untuk residentie Zuider en Oosterafdeling van Borneo" tersebut dalam pasal 1 dari Staatsblad 1888 No.58.
3.       Koninklijk Besluit tanggal 16 April 1872 No. 29 (Staatsblad 1872 No.117) dan peraturan pelaksanaannya.
4.       Buku ke-II Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang yang mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek yang masih berlaku pada mulai berlakunya Undang-undang ini.

Keempat peraturan yang dihapuskan tersebut diatas merupakan asas Undang-undang agraria colonial atau Agrarische wet de Waal. UU tersebut dilahirkan pada tahun 1870 sebagai upaya mengejar ketertinggalan Belanda dari negeri-negeri kapitalis lainnya yang dalam transisi mencapai puncaknya (Imperialisme). Agrarische wet de Waal mulai dijalankan sejak tahun 1870 dengan azas Domeinverklaring yang isi pokoknya: “Semua tanah yang tidak terbukti dimiliki dengan hak eigendom adalah kepunyaan Negara(Saat itu adalah kerajaan Hindia Belanda)”.

Azaz UU tersebut mengatur tentang pengakuan terhadap hak milik perseorangan (eigendom) dengan memberikan sertifikat terhadap tanah garapan sebagai perlindungan hukum[2]. Asas Domeinverklaring inilah yang memberikan legitimasi untuk merampas tanah rakyat oleh negara dan pihak swasta atas nama Investasi (Investasi asing). Inilah yang menjadi dasar mengapa keempat pasal di atas dihapus untuk membangun azas agraria yang mengutamakan tanah untuk rakyat.

Dengan ditetapkannya UUPA No. 5 Tahun 1960 pada tanggal 24 September sebagai salah satu capaian politik dalam perjuanga rakyat Indonesia, tentu nya bagi kaum tani dan seluruh Rakyat, peringatan ini tiada lain ialah untuk tetap mengenang sejarah perjuangan keras kaum tani dan mengambil inspirasi serta melanjutkan setiap bentuk perjuangan tersebut untuk menempa terus-menerus dalam perjuangan melawan monopoli dan perampasan tanah tanah untuk mewujudkan reforma agraria sejati.

Tanggal 24 September ditetapkan oleh Presiden Soekarno sebagai Hari Tani Nasional melalui Keppres No 169 tahun 1963 untuk mengenang pengesahan UUPA  No 5 tahun 1960. Penetapan ini merupakan sejarah dan pemuliaan tertinggi terhadap rakyat tani Indonesia, yang hingga kini tetap merupakan mayoritas warga-bangsa Indonesia. Penetapan ini berarti memuliakan rakyat tani, berarti memuliakan bangsa Indonesia, berarti  membebaskan rakyat tani,  berarti membebaskan bangsa Indonesia, berarti  membangun rakyat tani dan membangun bangsa Indonesia.

Maka melalui peringatan HTN 24 September 2013 dan 53 tahun UUP 1960 kali ini, hendaknya pemerintah dan segenap jajarannya termasuk seluruh rakyat Indonesia untuk kembali ke semangat awal UUPA No.5 tahun 1960. Bahwa cita-cita kemerdekaan Indonesia yakni memajukan kesejahteraan segenap rakyat Indonesia. Semangat untuk melindungi kaum tani dari ancaman perampasan hak atas tanah dari pihak luar. Semangat untuk membawah bangsa ini menjadi bangsa yang merdeka dan mandiri dari dominasi dan pengaruh kapitalisme dan imprialisme serta feodalisme yang telah terbukti menyengsarakan rakyat Indonesia. # (Rd.22913).


[1]Presiden RI. UUPA No.5 Tahun 1960.Tentang: PeraturanDasarPokok-pokokAgraria. LN 1960/104; TLN NO. 2043. Jakarta 1960
[2]UUPA No.5 Tahun 1960.Tentang: PeraturanDasarPokok-pokokAgraria. LN 1960/104; TLN NO. 2043. Jakarta 1960

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.