Tentang Hari Tani Nasional
Oleh : Rudi HB Daman (Ketua Umum DPP.GSBI).
Oleh : Rudi HB Daman (Ketua Umum DPP.GSBI).
Beberapa hari lagi (24 September) kaum tani Indonesia dan seluruh
rayat Indonesia (buruh, pemuda mahasiswa, perempuan dan kelompok-kelompok
masyarat lainnya) yang mengerti atas pokok HTN akan memperingati hari tani nasional (HTN).
Tanggal
24 September adalah hari bersejarah bagi kaum Tani Indonesia bahkan bagi
seluruh rakyat Indonesia. Dimana Hari tanggal itu adalah hari lahir
Undang-Undang Republik Indonesia No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria (UUPA).
MENGAPA
dikatakan bersejarah? Karena kelahiran UUPA mengandung dua makna besar bagi
kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Pertama,
UUPA bermakna sebagai upaya mewujudkan amanat Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945
(Naskah Asli), yang menyatakan, "Bumi dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Kedua, UUPA bermakna sebagai
penjungkirbalikan hukum agraria kolonial dan penemuan hukum agraria nasional
yang bersendikan realitas susunan kehidupan rakyat Indonesia.
Jadi,
Hari tani nasional (HTN) yang selama ini diperingati setiap tahun oleh seluruh
Rakyat Indonesia khususnya oleh kaum tani adalah sebagai salah satu capaian
politik kaum tani dan seluruh Rakyat Indonesia. Lahirnya momentum tersebut
tidak terlepas dari sejarah panjang perjuangan kaum tani dan seluruh Rakyat.
Penguasaan
tanah secara besar-besaran oleh kolonial beserta perusahaan swasta asing ketika itu (Pra kemerdekaan 1945) tentu saja telah
membawa penderitaan dan kesengsaraan yang dalam bagi kaum tani dan seluruh
Rakyat Indonesia.Massifnya perampasan dan monopoli tanah skala luas saat itu,
ialah akibat dari pelayanan tuan-tuan feudal yang juga telah lama menguasai
tanah-tanah rakyat. Penguasaan tanah oleh tuan tanah lokal dan asing saat itu
telah dilakukan dengan berbagai bentuk pemaksaan, bahkan dengan cara-cara yang
sangat brutal.
Namun
demikian, kaum tani tidak pernah gentar sedikitpun untuk menggencarkan
perlawanannya, baik dalam mempertahankan maupun merebut kembali haknya atas
tanah. Dengan usaha keras tersebut, telah terbukti Rakyat Indonesia berhasil
mengusir penjajahan kolonial hingga diproklamasikan kemerdekaan RI (17 Agustus 1945) sebagai capaian perjuangannya yang
paling gemilang.
Sikap tegas Soekarno ketika itu, tentu saja karena desakan rakyar
Indonesia untuk segera menuntaskan revolusi Agustus yang hakekatya
adalah revolusi Agraria untuk menjalankan reforma agraria sejati, melalui
Dekrit Presiden, 5 Juli 1959 yang selanjutnya telah menjadai salah satu
dasar untuk membentuk UUPA No. 5 Tahun 1960 di Indonesia. Pemerintah
terus didesak
oleh Rakyat untuk merumuskan suatu undang-undang yang mengatur tentang kepemilikan dan
tatakelola Agraria nasional,
sebagai antithesis untuk menghapuskan segala hukum agraria milik Belanda yang
berlaku saat itu yang tersusun berdasarkan tujuan dan kepentingan pemerintah
jajahan yang bertentangan dengan kepentingan rakyat dan negara Indonesia
yang telah memproklamasikan kemerdekaannya.
Setelah
melalui perjuangan sengit kaum tani, tepat pada tanggal 24 September 1960 ditetapkan sebuah UU yang yang secara
khusus mengatur tentang kepemilikan dan pengelolaan tanah dan sumber-sumber
Agraria, yakni undang-udanng pokok Agraria (UU PA No. 5). UUPA 1960 adalah realisasi dari Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33
yang mengamanatkan kekayaan alam dan cabang produksi yang terkait hajat hidup
orang banyak, dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. UUPA 1960 adalah bermakna sebagai penjungkir balikan
hukum agraria kolonial dan penemuan hukum agraria nasional yang bersendikan
realitas susunan kehidupan rakyat Indonesia. UUPA 1960 adalah sebuah produk UU
yang mengamanatkan agar tanah-tanah didistribusikan secara adil kepada rakyat,
khususnya petani, buruh, nelayan dan masyarakat adat. Oleh karena itu bagi rakyat miskin, terutama
petani gurem dan buruh tani, lahirnya UUPA 1960 merupakan tonggak yang sangat
berharga untuk dilaksanakannya pembaruan agrarian untuk mereka lepas dari
kemiskinan.
Dalam
UU tersebut, pada intinya menjelaskan bahwa seluruh rakyat Indonesia khususnya
kaum tani dan suku bangsa minorita (masyarakat adat) berhak untuk menguasai dan mengelola
tanah untuk kesejahteraan rakyat.
Disahkannya
UUPA No. 5 Tahun 1960 di Indonesia, ini merupakan bagian kemenangan perjuangan kaum tani Indonesia sejak
abad 17 sampai 20 untuk menolak hukum Agraria kolonial yang melanggengkan
penghisapan atas buruh tani, tani miskin dan suku bangsa minoritas oleh kolonial dan tuan tanah lokal.
Dengan
berlakunya UUPA No.5 Tahun 1960, maka telah dihapuskan pula hukum agraria
kolonial yang telah menindas rakyat, seperti[1]:
1.
"Agrarische
Wet" (Staatsblad 1870 No. 55),
termuat dalam pasal 51 "Wet op de Staatsinrichting van Nederlands
Indie" (Staatsblad 1925 No. 447)
dan ketentuan dalam ayat-ayat lainnya dari pasal tersebut.
2.
a).
"Domienverklaring" tersebut dalam pasal 1 "Agrarisch Besluit
" (Staatsblad 1870 No. 118);
b). "Algemene Domienverklaring" tersebut dalam
Staatsblad 1875. No. 119A;
c). "Domienverklaring untuk Sumatera" tersebut dalam pasal
1 dari Staatsblad 1874 No. 94f;
d). "Domeinverklaring untuk keresidenan Menado" tersebut
dalam pasal 1 dari Staatsblad 1877 No. 55;
e). "Domienverklaring untuk residentie Zuider en
Oosterafdeling van Borneo" tersebut dalam pasal 1 dari Staatsblad 1888
No.58.
3.
Koninklijk
Besluit tanggal 16 April 1872 No. 29 (Staatsblad
1872 No.117) dan peraturan pelaksanaannya.
4.
Buku
ke-II Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang yang mengenai bumi,
air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan
mengenai hypotheek yang masih berlaku pada mulai berlakunya Undang-undang ini.
Keempat
peraturan yang dihapuskan tersebut diatas merupakan asas Undang-undang agraria
colonial atau Agrarische wet de Waal. UU tersebut dilahirkan pada tahun 1870 sebagai
upaya mengejar ketertinggalan Belanda dari negeri-negeri kapitalis lainnya yang
dalam transisi mencapai puncaknya (Imperialisme). Agrarische
wet de Waal mulai dijalankan sejak tahun 1870
dengan azas Domeinverklaring yang isi pokoknya: “Semua tanah yang tidak
terbukti dimiliki dengan hak eigendom adalah kepunyaan Negara(Saat itu adalah kerajaan Hindia Belanda)”.
Azaz
UU tersebut mengatur tentang pengakuan terhadap hak milik perseorangan (eigendom)
dengan memberikan sertifikat terhadap tanah garapan sebagai perlindungan hukum[2]. Asas Domeinverklaring inilah yang memberikan
legitimasi untuk merampas tanah rakyat oleh negara dan pihak swasta atas nama
Investasi (Investasi asing). Inilah yang menjadi dasar mengapa keempat pasal di
atas dihapus untuk membangun azas agraria yang mengutamakan tanah untuk rakyat.
Dengan
ditetapkannya UUPA No. 5 Tahun 1960 pada tanggal 24 September sebagai salah
satu capaian politik dalam perjuanga rakyat Indonesia, tentu nya bagi kaum tani dan seluruh Rakyat, peringatan ini
tiada lain ialah
untuk tetap mengenang sejarah perjuangan keras kaum tani dan mengambil inspirasi serta melanjutkan
setiap bentuk perjuangan
tersebut untuk menempa
terus-menerus dalam perjuangan melawan monopoli dan perampasan tanah tanah
untuk mewujudkan reforma agraria sejati.
Tanggal
24 September ditetapkan oleh Presiden Soekarno sebagai Hari Tani Nasional melalui
Keppres No 169 tahun 1963 untuk mengenang pengesahan UUPA No 5 tahun 1960. Penetapan ini merupakan sejarah
dan pemuliaan tertinggi terhadap rakyat tani Indonesia, yang hingga kini tetap
merupakan mayoritas warga-bangsa Indonesia. Penetapan ini berarti memuliakan
rakyat tani, berarti memuliakan bangsa Indonesia, berarti membebaskan rakyat tani, berarti membebaskan bangsa Indonesia, berarti
membangun rakyat tani dan membangun
bangsa Indonesia.
Maka
melalui peringatan HTN 24 September 2013 dan 53 tahun UUP 1960 kali ini,
hendaknya pemerintah dan segenap jajarannya termasuk seluruh rakyat Indonesia
untuk kembali ke semangat awal UUPA No.5 tahun 1960. Bahwa cita-cita
kemerdekaan Indonesia yakni memajukan kesejahteraan segenap rakyat Indonesia.
Semangat untuk melindungi kaum tani dari ancaman perampasan hak atas tanah dari
pihak luar. Semangat untuk membawah bangsa ini menjadi bangsa yang merdeka dan
mandiri dari dominasi dan pengaruh kapitalisme dan imprialisme serta feodalisme
yang telah terbukti menyengsarakan rakyat Indonesia. # (Rd.22913).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.