Page

Rabu, 09 Oktober 2013

Pernyataan Sikap GSBI Menolak Pertemuan dan Hasil Kesepakatan KTT APEC



PERNYATAAN SIKAP
DEWAN PIMPINAN PUSAT
GABUNGAN SERIKAT BURUH INDEPENDEN (GSBI)
Federation of Independent Trade Union

TOLAK HASIL KESEPAKATAN KONFERENSI TINGKAT TINGGI APEC 7-8 OKTOBER 2013 DI DENPASAR-BALI.

LAWAN SKEMA KERJASAMA GLOBAL YANG ANTI RAKYAT, JUNK APEC, LAWAN POLITIK UPAH MURAH, NAIKKAN UPAH BURUH DAN CABUT INPRES NO. 9 TAHUN 2013.



 Salam Demokrasi !!
Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) memandang bahwa Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) adalah merupakan skema kerjasama regional yang sama sekali bukan bertujuan untuk memperkuat pembangunan ekonomi Negara-negara dikawasan Asia Pasifik. APEC telah digunakan oleh Imperialisme AS sebagai satu kendaraan untuk mengontrol dan mengkonsolidasikan Negara-negara yang berada kawasan Asia agar dapat diikat dengan seluruh perjanjian kerjasama ekonomi dan perdagangan. Agar seluruh Negara dikawasan Asia dapat terlibat dalam skema perdagangan global yang ditransformasikan melalui Negara-negara Anggota kerjasama global yang telah dibangun dan dikontrol secara lansung oleh Imperialisme AS.
Pertemuan APEC tanggal 7-8 Oktober 2013 dan pertemuan WTO Desember 2013 adalah merupakan mementum penting bagi Imperialisme AS dalam rangka memuluskan dan mempercepat konsep neo-liberalisme, yaitu skema perdagangan dunia yang sepenuhnya mengabdi pada kepentingan Imperilalisme agar dapat melakukan kontrol dan monopoli perdagangan, menguasai pasar, bahan baku industri dan sumber-sumber kekayaan alam serta tenaga kerja murah rakyat di negeri-negeri terbelakang. Sehingga dengan demikian APEC dan WTO hanya dijadikan sebagai kendaraan Imperialisme untuk menancapkan seluruh skema penindasan dan penghisapannya di berbagai negeri.
Konferensi Tingkat Tinggi APEC – Asia Pacific Economic Cooperation (Kerjsama Ekonomi Asia Pasifik) yang dilaksanakan di tengah hantaman krisis global yang semakin akut ini menjadi forum yang penting bagi 21 negara anggota APEC terkhusus bagi negari-negeri imperialis untuk melancarkan dan meningkatkan penindasan, penghisapan dan perampasan kekayaan bumi negeri-negeri miskin dibalik skema kerjasama ekonomi global. Sejak krisis ekonomi global pada tahun 2008, berbagai negeri menghadapi situasi perekonomian yang terus memburuk, sementara itu skema kerjasama ekonomi global yang diciptakan untuk mengatasi krisis ternyata tidak juga mampu memberi jalan keluar. Itu sebabnya pertemuan Kerjasama ekonomi Asia-Pasifik (APEC) maupun Konferensi Tingkat Menteri Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang diselenggarakan tahun ini, bagi negara-negara anggota dari kedua organisasi regional dan internasional tersebut, diharapkan dapat memberikan hasil yang maksimal serta melahirkan kesepakatan-kesepakatan baru yang menguntungkan bagi negeri-negeri imperialis sesui dengan skema perdagangan bebas (Free Trade Agreement) yang mereka ciptakan.
Seluruh program tersebut hanya ilusi yang akan terus menambah penderitaan bagi Rakyat. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan berbagai kenyataan akan dampak implementasi seluruh perjanjian dan kerjasama tersebut di Indonesia. Baik dengan Ilusi perdagangan karbon dan Ekonomi hijau (Green Economy) yang terus memperhebat perampasan tanah kaum tani, meningkatkan angka pengangguran dan hilangnya sumber-sumber penghidupan Rakyat.

Liberalisasi perdagangan melalui skema Free Trade Agreement, yang dipropagandakan akan memberi keuntungan bagi negara-negara berkembang adalah ilusi yang diciptakan oleh negeri-negeri Imperialis. Faktanya, berbagai skema kerjasama perdagangan baik yang dilahirkan melalui kesepakatan Bilateral, Multilateral, Regional dan Internasional, hanya ditujukan untuk kepentingan dan meningkatkan keuntungan bagi negeri-negeri kapitalis monopoli asing (imperialis).

Sebagai tuan rumah, pemerintah Indonesia hanya berperan sebagai pemberi fasilitas dan kemudahan-kemudahan bagi kepentingan negeri-negeri kapitalis monopoli asing dalam melancarkan monopoli mereka atas sumber daya alam di Indonesia serta lebih mengintensifkan perampasan atas hak-hak dasar rakyat. Sebab dibalik pertemuan APEC – dan pertemuan WTO pada bulan Desember 2013 yang akan datang – tersimpan berbagai skema liberalisasi yang dibawa dan dicapai oleh imperialisme untuk terus memperkuat dominasi mereka dalam liberalisasi perdagangan di kawasan Asia Pasifik.

Sesuai dengan kedudukannya sebagai pemerintahan boneka imperialis, pemerintah Indonesia telah menjalankan skema ekonomi dan perdagangan yang diciptakan oleh kapitalis monopoli asing melalui kebijakan-kebijakan ekonomi dan politiknya. Sistem kerja kontrak & outsourcing adalah skema dari fleksibilitas pasar tenagakerja, yang menghilangkan peran dan tanggung jawab negara atas jaminan dan kepastiaan kerja bagi kaum buruh dan rakya Indonesia. Pun demikian halnya perampasan upah dan politisasi upah murah yang terus dilancarkan oleh pemerintahan SBY-Budiono dengan berbagai macam kebijakannya legalnya seperti UU Perpajakan, UU BPJS, Kenaikan harga TDL, BBM dan yang terbaru adalah Inpres No. 9 Tahun 2013 tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum. Kebijakan berkedok menjaga “keberlangsungan dunia usaha dan peningkatan kesejahteraan buruh “ ini sejatinya ditujukan untuk menekan kenaikan upah buruh serta merupakan bentuk represifitas pemerintah terhadap gerakan buruh yang menuntut upah layak.

Kondisi yang sama juga dialami kaum tani yang terus menghadapi monopoli atas harga sarana dan hasil pertanian serta perampasan tanah yang diperuntukkan untuk perusahaan-perusahaan perkebunan besar milik kalum Imperialis dan komperador.

Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) menilai bahwa kesepakatan-kesepakatan perdagangan dan ekonomi yang diusung oleh negeri-negeri imperialis sama sekali tidak membawa keuntungan dan manfaat bagi kaum buruh dan rakyat Indonesia. Menjadi penting kemudian bagi gerakan buruh dan rakyat Indonesia dan diberbagai negeri pada umumnya untuk melawan dan menolak berbagai skema liberalisasi perdagangan dan kesepakatan-kesepakatan baru yang dihasilkan dalam pertemuan KTT APEC pada 1-8 Oktober 2013 maupun pertemuan WTO pada Desember 2013 yang akan datang. Sebab jika kemudian pemerintah Indonesia menyetujui dan tunduk pada kerjasama-kerjasama tersebut, kedaulatan rakyat Indonesia atas kekayaan sumber daya alam di negeri ini akan hilang. Konsekuensinya, penderitaan dan penghisapan rakyat Indonesia tidak terkecuali kaum buruh akan semakin menajam.


Atas dasar itu maka Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) menyatakan sikap MENOLAK seluruh kesepakatan kerjasama yang dihasilkan dalam pertemuan KTT APEC pada tanggal 7-8 Oktober 2013 yang diselenggarakan di Bali, karena kesepakatan tersebut hanya akan menghancurkan ekonomi nasional dan menambah beban penderitaan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan menuntut pemerintah SBY untuk:

  1. Tolak kesepakatan kerjasama yang dihasilkan dalam pertemuan APEC tanggal 7-8 Oktober 2013.
  2. Tolak liberalisasi perdagangan yang anti rakyat dan bangun skema perdangangan yang adil dan mengabdi pada kepentingan rakyat.
  3. Naikkan upah buruh serta cabut Inpres No. 9 Tahun 2013 tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum.
  4. Hapus Sistem Kerja Kontrak dan Outsourching, serta berikan kebebasan berserikat bagi buruh.
  5. Laksanakan reforma agraria dan bangun industrialisasi nasional. 

GSBI juga menyerukan kepada seluruh kaum buruh dan rakyat Indonesia untuk terus melakukan kampanye penolakan atas hasil-hasil pertemuan KTT APEC dan memperkuat persatuan dengan membangun organisasi massa sejati agar dapat memperhebat perjuangan melawan seluruh skema Imperialis dan kebijakan pemerintah yang anti buruh dan rakyat Indonesia.


Jakarta, 8 Oktober 2013

Dewan Pimpinan Pusat
Gabungan Serikat Buruh Independen



RUDI HB. DAMAN                                           EMELIA YANTI MD. SIAHAAN, SH
Ketua Umum                                                     Sekretaris Jenderal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.