Pernyataan Sikap Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI)Nomor : PS.00017/DPP.GSBI/JKT/III/2023
Atas di Terbitkannya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023
Tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat
Karya Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global
Permenaker Nomor 05
tahun 2023, Praktek Ilegal Sebelumnya, Dilegalkan Menaker Ida Fauziyah.
Industrinya Mendulang
Untung, Kaum Buruh Bernasib Buntung.
Salam Demokrasi !!!
Sejak menjabat Menteri
Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah telah banyak mengeluarkan kebijakan dan aturan
yang melegalkan perampasan upah dan hak-hak buruh, antara lain; -penghilangan item
pembalut wanita dalam komponen dasar pengitungan sebagai rujukan dalam penetapan
Kebutuhan Hidup Layak (Permenaker No.18/2020). Peraturan yang mengijinkan perusahaan membayar
Tunjangan Hari Raya (THR) dapat dicicil
(Surat Edaran No.M/6/HI.00.01/V/2020), pengaturan pemotongan upah dengan sistem no work no pay di masa pandemic Covid-19
(Kepmenaker N0.104/2021), pembatasan kenaikan upah minimum untuk tahun 2021
(Surat Edaran No.M//11/HK.04/X/2020), dan terbaru pada tanggal 7 Maret 2023 ini, Menteri Ida Fauziyah kembali menerbitkan aturan yang merampas
upah buruh, memperbolehkan peusahaan untuk memotong upah buruh hingga 25% yang
di tuangkan dalam Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu
Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi
Ekspor Yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Inti dari ketentuan
pokok Permenaker Nomor 5 thn 2023 ini adalah MENGIJINKAN pengusaha memotongan upah buruh hingga sebesar 25%,
memperbolehkan membangun hubungan kerja dan sistem kerja yang fleksibel dan
lebih fleksibel lagi, yang berlaku di lima sektor industry yakni: tekstil dan
pakaian jadi, alas kaki, kulit dan barang kulit, mainan anak dan furniture, dan
produksinya berorientasi ekspor untuk pasar Eropa dan Amerika Serikat.
Permenaker Nomor 5
tahun 2023 ini, setali tiga uang
dengan Perppu Cipta Kerja Nomor 2
tahun 2022 yang inkonstitusional yang diterbitkan Presiden Joko Widodo pada
30 Desember 2022 lalu, yaitu sama-sama menggunakan dalil krisis ekonomi/dampak
ekonomi global sebagai dasar
pertimbangan diterbitkannya
kebijakan ini dan melegalkan
perampasan upah dan hak-hak buruh.
Selain itu kebijakan
ini sepenuhnya mengakomodir permintaan dari
5 (lima) asosiasi pengusaha (APINDO, APRESINDO, API, KOGA, KOFA) yang
diajukan kepada Menaker Ida Fauziyah sejak Oktober 2022 lalu. Melalui surat
yang ditandatangi oleh kelima asosiasi pengusaha tersebut meminta Menteri
Ketenagakerjaan, untuk membuat aturan tambahan tentang Fleksibilitas Jam Kerja
bagi perusahaan di industri padat karya yang berorientasi ekspor “No work no pay” dan lahirnya Permenaker
ini merupakan legalisasi persetujuan no
work no pay dari Menaker Ida Fauziayah.
Dalam kajian GSBI
bahwa, kebijakan ini betul-betul tidak mempunyai dasar hukum apapun dan bahkan
justru merusak tatanan hukum, melabrak “bertentangan” dengan Undang-Undang
Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 dan Undang-undang Nomor 21 tahun 2000. Dan
aturan ini dipastikan merusak konsep upah minimum yang berlaku dalam sistem
ketenagakerjaan saat ini.
Bagaimana tidak,
Permenaker 05 tahun 2023 akan menyebabkan upaha buruh di sektor padat karya
industri berorientasi ekspor (garmen, tekstil, sepatu, dllnya) akan di bayar di
bawah ketentuan upah minimum (UM) yang berlaku. Saat ini saja tidak ada
Permenaker 05 tahun 2023 buruh disektor ini masih banyak upahnya di bayar di
bawah ketentuan upah minimum yang berlaku. Padahal sudah sangat jelas tidak ada
satupun frasa dalam Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 yang
membolehkan potongan upah apalagi sebesar 25% dari upah yang diterima buruh. Bahkan
praktek membayar upah dibawah upah minimum dinyatakan oleh UUK 13/2003 Pasal 90 ayat (1) adalah tindak
pelanggaran (illegal) terhadap ketentuan tersebut merupakan tindak pidana
kejahatan yang diancam dengan pidana penjara dan atau denda sebagaimana diatur
dalam Pasal 185 ayat 1 dan 2 UUK 13/2003.
Sedangkan Penangguhan Upah Minimum saja yang dibolehkan oleh Undang-undang, masih tetap
memberikan perlindungan dan tidak boleh memotong upah buruh. Mari perhatikan Putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 72/PUU-XIII/2015 yang pada intinya menyatakan “penangguhan upah minimum tidak
menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar selisih upah minimum dengan
pembayaran yang dilakukan oleh pengusaha selama masa penangguhan”. Dan MK juga menyatakan membayar upah lebih
rendah dari ketentuan upah minimum adalah bertentangan dengan UUD 1945 dan
merupakan bentuk pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 90 ayat 1 UUK 13/2003,
dan pelanggaran terhadap ketentuan tersebut merupakan tindak pidana kejahatan
yang diancam dengan pidana penjara dan atau denda sebagaimana diatur dalam
Pasal 185 ayat 1 dan 2 UUK 13/2003.
Maka
jelas dengan Permenaker 05 tahun 2023 Pengusahanya Mendulang Untung, Buruh nya
Bernasib Buntung. Dan jelas hadirnya Permenaker Nomor 5 tahun 2023 menjadikan alat legalisasi dari praktek illegal selama ini menjadi
dilegalkan oleh Menaker Ida Fauziyah. Dan jelas Permenaker Nomor 5 tahun 2023
bertentangan dengan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh bahkan
nyata melanggar UUD 1945. Bagi GSBI
silahkan saja mengurangi jam kerja, tetapi upah buruh tidak boleh di kurangi,
upah buruh tidak boleh dibayar di bawah upah minimum yang berlaku.
Atas diterbitkannya
Permenaker 5 tahun 2023 ini, GSBI menilai bahwa Menaker Ida Fauziyah
benar-benar tidak memahami, tidak mengerti tentang karakter industri padat
karya berorientasi eksport. Industri
ini, adalah Industri yang cenderung spekulatif dan cenderung anarkis. Barang
terus di produksi melebihi kebutuhan umat manusia.
Diberbagai negara
produsen industri ini semuanya bergantung kuota eksport yang di berikan
negara-negara tujuan eksport (pemilik brand) seperti Amerika dan Eropa. Semakin banyak kuota dari Indonesia ke negara
tujuan eksport. Dengan begitu, berarti banyak terjadi PHK terhadap buruh di
negara-negara produsen lainnya, seperti; India, Banglades, Srilanka. Begitu
sebaliknya, ketika kuota eksportir dari negara India, Banglades, Srilanka
bertambah, maka gelombang PHK akan terjadi terhadap buruh eksportir Indonesia. Penambahan kuota dari negara tertentu, maka
esensinya pengurangan kouta terhadap negara lain.
Yang lebih ironisnya,
izin pemotongan upah buruh di lima sektor industry ini terbit ditengah
meningkatnya kuota eksport dari Indonesia ke Amerika, Eropa dan Asia
sebagaimana diputuskan oleh GSP (general sistem pereference), dan itu dimulai
sejak tahun 2021.
Tahun
|
NILAI EKSPORT INDUSTRI
|
Alas Kaki
|
Tekstil & Pakaian
|
Furniture
|
Kulit&Barang Kulit
|
Mainan Anak
|
2020
|
USD 4,80 M
|
USD 10,55 M
|
USD 1,9 M
|
USD 555, 23JT
|
USD 343,38 JT
|
2021
|
USD 6,16 M
|
USD 12,13 M
|
USD 2,5 M
|
USD 849,18 JT
|
USD 416,18 JT
|
2022
|
USD 8,27 M
|
USD 13,83 M
|
USD 4,78 M
|
USD
1,376 M
|
USD 482,40 JT
|
Sumber: Kemenprin,
Kemendag dan BPS (tujuan ekspor: AS, Eropa, Asia)
Peningkatan jumlah
kuota eksport (produksi) Industri ini, bukan karena banyak permintaan dari
konsumen, tapi karena peralihan dari India ke Indonesia sebagai imbal balik
dari penerbitan omnibus law Cipta Kerja. Serta untuk menjamin harga jual terus dapat
dijangkau oleh konsumen, maka pembaharuan teknologi serta pengurangan upah, itu
jaminannya. Kontraktor (komprador) Indonesia, memanfaatkan industri "naik
daun" ini dengan sebutan padat karya, padat modal, padat tenaga agar dapat
flexibility dan lebih flexibility hubungan kerja, jam kerja dan upah nya.
Serta Surplus Value tersendiri bagi pengusaha
dikelima sektor industri ini. Yang sejak tahun 2016 lalu membangun pabrik
barunya di Jawa Tengah dan pinggiran Jawa Barat yang upah buruhnya lebih murah
dibandingkan upah buruh di Jabotabek dan sekitarnya. Para pengusaha disektor
ini mendapatkan keuntungan dari selisih upah yang lebih murah sebesar 1,5 Juta
s.d 2 Juta dari setiap orang buruh. Terlebih sebelumnya juga telah mendapatkan
insentif berbagai kemudahan dari pemerintah sepanjang tahun 2016 – 2022 mulai
dari keringanan pajak, cukai, THR dicicil, system No Work No Pay dan pemotongan upah di masa Covid-19. Selain itu,
kelima sektor industri ini juga mendapat fasilitas GSP (General Sistem
Preference) dari pemerintah Amerika Serikat di tahun 2020 lalu, fasilitas
keringanan bea ekspor produk Indonesia di pasar Amerika Serikat, yang
diperpanjang hingga sepuluh tahun ke depan.
Pemerintah mendapatkan
dana segar setiap tahun dari industri eksportir ini, melalui program GSP.
Semakin banyaknya jumlah kouta eksportir yang masuk ke negara imperialis, maka
pemerintah pun mendapatkan penambahan dana dari GSP (dana bebas bea tahunan
dari negara tujuan yang juga anggota GSP). Terbitnya UU Omnibus Law pada tahun
2020, ini sebagai barter penambahan kouta eskportir produk dari Indonesia. Dan buruh
dapat apa??? Malah industri garmen dan sepatu (eksportir) mendapatkan banyak
fasiltas kemudah-kemudahan.
Di Indonesia jumlah
buruh di sektor lima industry ini mencapai lebih dari 4,65 Juta buruh, dan
mayoritasnya perempuan, yang berpotensi terampas upahnya akibat kebijakan
Permenaker Nomor 5 tahun 2023 yang culas dan merendahkan harkat dan martabat
kaum buruh. Mengingat 60-70%
lebih industry ini berorentasi eksport dengan negara tujuan Amerika dan Eropa.
Sehingga akan berpengaruh terhadap daya beli nasional dan menambah suram krisis
ekonomi bagi rakyat dalam negeri, hingga menyeret rakyat kedalam jurang
kesengsaraan di negerinya yang kaya raya.
Kebijakan
Permenaker 05 tahun 2023 adalah pemindahan beban krisis dunia kepundak klas
buruh yang dilakukan secara terbuka, terang-terangan dan barbar oleh rezim
Jokowi melalui Menaker Ida Fauziyah.
Upah adalah Hak asasi bagi buruh/pekerja
yang tidak boleh dirundingkan (non-negotiable)
dalam situasi apapun. Bahkan ketika negara dalam keadaan darurat, pemerintahan
negara yang beradab akan menjadikan pemotongan upah sebagai upaya terakhir,
setelah kenaikan pajak, penutupan industri dan pemungutan kekayaan pihak
tertentu untuk direstribusi. Maka, melegalisasi pemotongan upah buruh, sama
dengan merendahkan harkat dan martabat kaum buruh sebagai manusia, dipaksa
hidup dengan kemiskinannya, kemiskinan yang diciptakan oleh pemerintahnya
sendiri.
Untuk itu melalui pernyataan sikap ini,
Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Menolak Keras Permenaker Nomor
05 tahun 2023, dan menuntut:
- Menteri Ketenagakerjaan untuk Mencabut dan Membatalkan Permenaker
Nomor 5 Tahun 2023, serta seluruh kebijakan dibidang ketenagakerjaan yang
merugikan, memiskikan dan menyengsarakan kaum buruh Indonesia.
- Menteri Ketenagakerja untuk berani menindak secara hukum terhadap
pengusaha yang melakukan pelanggaran dan perampasan hak-hak buruh termasuk membenahi
dan meningkatkan kinerja pengawasan.
- Presiden Joko Widodo untuk Segera Mencabut dan Membatalkan Perppu Cipta Kerja
Nomor
2 Tahun 2022 .
- Segera bangun industri nasional berbasis
pada Land Reform Sejati sebagai jalan keluar atas dampak krisis global serta
kedaulatan rakyat Indonesia atas Upah, Tanah dan Kerja.
Dan
GSBI menyerukan kepada seluruh kaum buruh Indonesia untuk bangkit bersatu dan
bergerak bersama melakukan perlawanan menuntut Permenaker 05 tahun 2023 ini di
cabut, menentangan segala kebijakan reziim Jokowi yang merugikan buruh seperti
Perppu Cipta Kerja Nomor 2 tahun 2022. Perlawanan dapat dilakukan dalam
berbagai bentuk, termasuk dalam bentuk aksi-akssi masa, pendudukan kantor
menaker RI dan pemogokan.
Demikian
Pernyataan sikap ini kami buat.
Jakarta, 07 Maret
2023
Hormat Kami,DEWAN PIMPINAN PUSAT
GABUNGAN SERIKAT BURUH iNDONESIA (DPP. GSBI)
RUDI HB DAMAN EMELIA YANTI MD SIAHAAN, SH Ketua Umum Sekretaris Jenderal
Narahubung:
Ismet Inoni : +6281383493575
DPP. GSBI : +6281319996021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.