Page

Kamis, 21 September 2023

Gelora Unjuk Rasa Buruh 10 Agustus 2023 ( Bagian 2)


Gelora Unjuk Rasa Buruh 10 Agustus 2023 
(Bagian 2)

Kedua, tenaga kerja Tiongkok merebut lapangan pekerjaan buruh lokal.

Tulisan Akol Nyok Akol Dok dan Bradley A. Thaher, Juli 2019, yang berjudul “Tiongkok di Afrika bukan untuk menyebarkan Maoisme, melainkan untuk me ngontrol rakyat, sumber alam dan potensinya”, mengungkapkan, di bawah pim pinan Mao, dukungan Tiongkok kepada gerakan pembebasan Afrika adalah un tuk menyebarkan Maoisme dan melawan pengaruh Soviet dan AS. Sekarang Tiongkok sendiri sudah menjadi kekuatan imperialis. Korporasi Tiongkok mem- bawa supir, buruh pembangunan dan staf pendukungnya sendiri, berarti meng hilangkan kesempatan pekerjaan bagi buruh lokal.

Menurut penelitian Adisu et al, 2010, buruh Afrika tidak mendapat keuntungan dari investasi China. Di Zambia, protest-protes besar di pertambangan batu ba ra dan tembaga telah memaksa Presiden Michael Sata minta kepada Tiongkok untuk memperbaiki kondisi kerja dan membatasi jumlah buruh Tiongkok.

President Tanzania, John Magufuli, April 2020 membatalkan pinjaman China  se besar $10 bilyun dolar. Ia bertanya, mengapa China harus membawa insinyur, supir, operator excavator, operator pabrik sendiri. Padahal Tanzania  punya insi nyur dan buruh yang dapat memenuhi tugas-tugas tersebut, dan ribuan yang menganggur. Ia menegaskan prinsip mandiri dalam ekonomi, kewajiban peme rintah memberdayakan rakyat dan melindungi buruhnya dari persaingan yang tak setara. Ia menambahkan bahwa ini bukan karena ia menentang investor. Yang ia inginkan adalah kerjasama yang tidak menghancurkan kapasitas lokal. 

Penggunaan mesin, truk, perlengkapan teknik dan dapur, rokok, sampai minyak goreng, tenaga kerja, semuanya dari China, telah melahirkan kantong-kantong eksklusif. Mereka bahkan punya lahan sayur mayur sendiri. Koloni-koloni seperti itu sudah tersebar luas di berbagai negeri.

Ketiga, pinjaman yang mengharuskan penggunaan input Tiongkok akan membangun ketergantungan negeri penerima pinjaman kepada teknologi Tiongkok. Dan ini sesuai dengan ambisi imperialis Tiongkok untuk mencapai dominasi dan hegemoni global dalam teknologi dan ilmu.

Xi Jinping, Wang Yi dan pejabat resmi China lainnya, melalui media yang dikuasai dan dipengaruhinya yang disebarkan agen revisionisme modern (remo), Chan CH, mencoba meyakinkan bahwa proyek-proyek OBOR dimaksudkan untuk “Kemenangan Bersama alias win-win”; “Satu Dunia Satu Keluarga”;  “Tiongkok bersedia membangun dunia yang bersih dan indah” dan sebagainya.

Mungkin saja China sedang membangun negerinya yang “bersih dan indah”, yang pasti dan jelas explotasi nikel di Sulawesi yang mayoritas dikelola oleh mo dal China justru merusak dengan serius lingkungan dengan dampak nelayan tak bisa mendapatkan ikan, penduduk kehilangan tanah, hutan dan kebunnya, pe nyakitpun akan terus bermunculan.

Penduduk di Eropa imperialis didorong untuk beli mobil listrik guna melindungi lingkungan, tapi nikel untuk batereinya dikeruk di negeri orang lain yang me nyebabkan kerusakan berat lingkungan. Dimana etik dan logikanya itu? Kaum Imperialis, tak peduli warna kutinya, kuning atau putih, memang tak kenal eti ka atau logika. Mereka hanya tahu bagaimana mendapat keuntungan sebesar mungkin!

“Satu Dunia Satu Keluarga” yang dijunjung Xi Jinping menunjukkan betapa jauh nya sang Kaisar itu dari ideologi proletar. Ia ingin menina-bobokan rakyat sedu nia agar berpeluk-pelukan dengan musuh-musuh kelasnya yang justru merupa kan sumber kesengsaraan, ketidakadilan, kesewenang-wenangan, dan bencana alam yang sudah menelan korban berjuta-juta manusia.

Kelas Buruh sebagai Pemimpin Pembebasan

Dalam banyak pertemuan mobilisasi dan juga selama unjuk rasa berlangsung sejak longmarch 3 Agustus dari Bandung Raya sampai Kawasan Patung Kuda Jakarta pusat, sering terdengar slogan “kaum buruh, pemimpin Pembebasan”. Kalau boleh saya tambahkan ‘dari penghisapan dan penindasan’. Barangkali ada yang bertanya-tanya mengapa pimpinan pembebasan ada di tangan kelas buruh?

Sepanjang pengetahuan saya, kelas buruh itu satu-satunya kelas yang tidak me miliki alat produksi, seperti juga buruh tani di pedesaan. Yang dimiliki hanyalah tenaga kerja yang harus dijual kepada kaum kapitalis atau tuan tanah untuk bi sa hidup. Dari situ datangnya semangat kolektif, kebersamaan, dan disiplin ka um buruh sebagai kelas, bukan dari segi individu atau perorangan. Kaum buruh tidak akan bebas dari penghisapan dan penindasan kalau kaum tani, nelayan, miskin kota dan semua mereka yang dimarjinalkan oleh system yang berdasar kan pada penghisapan belum bebas.

Sebagai pemimpin pembebasan, berorganisasi dan berpolitik adalah alat yang tak dapat dihindarkan. Untuk dapat menentukan kebijakan politik, strategi dan taktik perjuangan yang sesuai dengan tuntutan keadaan kongkrit, kaum buruh mau tak mau harus mempersenjatai dirinya dengan pengetahuan yang ilmiah, mempelajari dan menarik pelajaran positif dan negatif dari pengalaman perjua ngan kaum buruh di masa lalu dan membebaskan diri dari belenggu dan cuci o tak yang dipaksakan ORBA dengan dan tanpa Soeharto. Narasi tentang apa yang terjadi pada tahun 1965 dan pembantaian, pemenjaraan, penyiksaan ter hadap jutaan manusia tak berdosa masih dipelihara dan dipertahankan sampai sekarang untuk mengintimidasi mereka yang berani bangkit dan melawan keti dak-adilan dan kesewenang-wenangan.

Soeharto sudah meninggal, tapi tidak ada perubahan substansial dalam tatan an ekonomi, politik dan sosial. Penghuni Istana Merdeka berbeda namanya, ta pi kelas yang mereka wakili kepentingannya tetap sama: tuan tanah besar, ka um kapitalis birokrat, kapitalis komprador yang merupakan budak-budak kaum imperialis dan korporasi monopoli multinasional yang mendominasi ekonomi dunia.

Teori dan pengetahuan bukan milik kaum intelektual. Kaum buruh, baru bisa memenuhi tugas yang diembannya sebagai pemimpin pembebasan kalau mere ka sendiri, disamping tinggi kesadaran kelasnya, juga luas wawasannya sehing ga mampu menganalisa segala macam gejala nasional dan internasional.

Buruh di sebuah pabrik cerutu di Havana, bekerja sambil mendengarkan kawan yang bertugas untuk membacakan berita di halaman pertama koran Granma.

Di Kuba, kaum buruh pabrik cerutu mempunyai tradisi mendengarkan berita yang dibacakan seorang pembaca. Sambil bekerja mereka mendapat informasi tentang kejadian-kejadian di dalam dan luar negeri. Bahan-bahan yang dibaca kan tidak terbatas pada berita-berita politik saja. Karya-karya sastra bisa juga menjadi bahan bacaan. Dengan demikian kaum buruh dapat meningkatkan ke budayaan, memperluas pengetahuan dan wawasannya. Jadi tidak seperti katak dalam tempurung. Buku tidak berpikir untuk kita, tapi mengajar kita untuk ber pikir dan bermimpi. Tradisi ini dimulai pada tahun 1865 dan diteruskan sampai sekarang.

Aliansi Buruh dan Tani Untuk Pembangunan Ekonomi dan Industri Nasional

Sepanjang konsolidasi dan mobilisasi berbagai organisasi buruh anggota Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB), gembira kita mendengar yel yel mendukung perjuangan kaum tani. Sebagai pemimpin pembebasan, kaum buruh tidak mungkin berhasil tanpa persatuan dengan kelas pekerja dan sektor penduduk lain, terutama kaum tani, produktor makanan rakyat.

Pengalaman di China menunjukkan bagaimana kaum revisionisme modern yang berkuasa dalam Partai menghancurkan aliansinya dengan kaum tani mela lui pembubaran komune rakyat, mengikis semangat kolektif dan solidaritas di kalangan kaum tani yang telah dibangun dan dipupuk melalui pendidikan ideo logi dan praktek kolektivisasi sejak rakyat Tiongkok mencapai kebebasannya ta hun 1949.

Tanah dibagikan lagi kepada keluarga agar mengerjakannya secara individual, menentukan sendiri apa yang mau ditanam berdasarkan pada permintaan pa sar yang naik turun, dan panen yang juga dipengaruhi oleh cuaca,ketersediaan dan harga pupuk dan bibit. Dengan berjalannya waktu, pertambahan jumlah anggota keluarga telah memperkecil luas tanah yang dikelola. Keuntungan dari produksinya tidak bisa lagi memenuhi biaya kehidupan, pendidikan dan keseha tan yang dulunya ditanggung kolektif dan negara. Akhirnya generasi muda tani mulai berduyun-duyun pindah ke kota-kota di mana berkembang industri.

Kebijakan kaum remo ini bertolak belakang dengan Mao yang justru mengem bangkan daerah pedesaan, melengkapinya dengan sekolah, pabrik yang mem produksi alat dan mesin yang dibutuhkan untuk mekanisasi pertanian, dan in frastruktur kesehatan sehingga perlahan-lahan tingkat hidup kaum tani naik tanpa harus pindah ke perkotaan. Dengan begitu perbedaan kota dan desa akan terus diperkecil dan dihilangkan.

Kapitalisme Deng xiao-ping mengembangkan dengan cepat urbanisasi, menge pung desa-desa yang tanah pertaniannya telah diubah menjadi pusat komer sial, perumahan mewah atau proyek infrastruktur, tapi masih ada kavling peru mahan yang dimiliki para petani. Dengan maraknya bisnis properti dan aliran deras buruh migran, para pemilik kavling mengubahnya dan menyewakannya kepada buruh migran. Lahirlah perkampungan di kota-kota besar seperti Shang hai dan Shenzhen di tengah gedung-gedung cakar langit. Ketika krisis kapitalis me dunia menurunkan eksport China, banyak perusahaan dan pabrik gulung ti kar. Akibatnya buruh di-phk, usaha kecil dan menengah bangkrut, pemerintah mengusir kaum buruh supaya kembali ke desanya.

Pertumbuhan dua digit yang didorong oleh investasi besar-besaran di mega proyek infrastruktur seperti jaringan jalan tol, jembatan, kereta api berkecepat an tinggi, bandara, terminal dan sebagainya telah membuat banyak orang me longo kagum terheran-heran. Orang tidak sadar bahwa ketika Deng Xiaoping merebut kekuasaan dalam Partai dan Negara, sosialisme telah menghancurkan hubungan produksi feodal, industri dasar nasional sudah dibangun dan siap membawa Tiongkok tinggal landas. Kekalahan kaum Maois telah membuat lepas landas tidak menghasilkan konsolidasi dan pengembangan sosialisme lebih lanjut, yang pastinya akan meningkatkan kemakmuran rakyat Tiongkok secara keseluruhan, mengecilkan perbedaan tingkat kesejahteraan antara kota dan desa, perbedaan upah kerja fisik/manual dan kerja mental/otak, meningkatkan penyesuaian bangunan atas (pendidikan, seni dan sastra, mentalitas, lembaga-lembaga negara, kebiasaan) dengan bangunan bawah (basis ekonomi).


Penanaman modal asing yang diberi berbagai macam insentif seperti tax holi day, tax allowance, fasilitas dan kemudahan di bidang ketenagakerjaan, perta nahan, dan
 tersedianya buruh murah yang telah dihilangkan hak-hak politik nya, telah mempercepat pembangunan kapitalisme kroni China dan mengubah nya menjadi “pabrik” dunia. Karena ekonomi China sudah terintegrasi dalam ka pitalisme global, maka apa yang terjadi di dunia lambat atu cepat akan berdam pak pada ekonomi China.

Covid-19, penurunan eksport, peningkatan jumlah lansia, krisis properti yang menumbangkan korporasi raksasa seperti Evergrande yang tak bisa lagi mem bayar utangnya, semua itu tidak mengejutkan mereka yang sudah kenal borok-borok kapitalisme. Bulan juni 2023, pengangguran di kalangan tenaga kerja mu da antara 16-24 tahun, sudah mencapai rekor 21,3%, dan tiap bulan terus me ningkat. Pemerintah menyatakan tidak akan mengeluarkan lagi data pengang guran.  Mengapa? Apa ketakutan sendiri melihat angka yang terus meningkat?

Mereka yang selalu menyanjung pembangunan kapitalisme model China dan menganjurkan supaya Indonesia belajar kepadanya, tidak sadar bahwa kapan pun dan dimanapun, pembangunan tak terkontrol yang dibiayai dengan utang akan melahirkan krisis yang sangat sulit, bahkan tak mungkin diatasi dengan mempertahankan tatanan ekonomi, politik dan sosial yang berdasarkan pada penghisapan manusia atas manusia lain.  Banyak pemerintahan lokal di China sudah teriak minta bantuan Negara pusat berkaitan dengan utang yang tak lagi bisa dibayar, bayar bunganyapun sudah tak sanggup. Tanah yang selalu menja di sumber pokok pemasukan pendapatan pemerintah lokal menyusut penjual annya karena bisnis properti hancur.

Kalau mau belajar kepada China, belajarlah bagaimana Tiongkok menghancur kan hubungan produksi feodal dengan bersandar pada aliansi buruh dan tani,  melancarkan reforma agraria sejati melawan monopoli tanah yang dikangkangi Negara, tuan tanah besar, kaum kapitalis birokrat dan komprador serta korpo rasi-korporasi besar swasta dan asing.

Reforma agraria sejati adalah tahapan yang harus dilalui dan diselesaikan sebe lum kita dapat membangun industri nasional. Tanpa reforma agraria sejati, tak peduli berapa besar modal asing maupun swasta yang dapat ditarik, tak peduli berapa banyak dan besar infrastruktur yang dibangun, Indonesia akan terus me rupakan negeri setengah jajahan setengah feodal yang mengabdi kepada ke pentingan kaum imperialis. [Tatiana Lukman]#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.