Pernyataan
Sikap
Aliansi
Aksi Sejuta Buruh (AASB)
Mahkamah
Konstitusi (MK) Jangan Seperti Menjilat Ludahnya Sendiri!
Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi
Undang-Undang Harus dinyatakan Cacat Formil dan
Inkonstitusional Permanen.
Berdasarkan surat Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia (MK-RI) Nomor 387.54/PUU/PAN.MK/PS/09/2023 tanggal 26 September 2023
prihal Panggilan Sidang yang Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) terima melalui
kuasa hukum dari kantor INTEGRITY Law Firm Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M.,
Ph,D.,. Bahwa pada hari Senin tanggal 2 Oktober 2023 pukul 13.00wib Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia akan Membacakan/Pengucapan Putusan Perkara Nomor
54/PUU-XXI/2023 prihal Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 6 tahun 2023
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2
tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UndangUndang.
Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) berpandangan, bahwa
agenda pengucapan putusan ini penting untuk dikawal oleh jutaan kaum buruh dan rakyat
Indonesia, dengan tujuan untuk memastikan bahwa yang mulia hakim Mahkamah
Konstitusi RI tetap independent, jauh dari intervensi pemerintah dan DPR RI,
istiqomah dan berkhidmat pada konstitusi dan rakyat. Sehingga dalam pengucapan
putusan Mahkamah Konstitusi dapat mengambil dan menetapkan putusan jauh lebih
adil dan lebih baik dari sebelumnya - Inkonstitusional Bersyarat menjadi
Inkonstitusional Permananen. Jangan Justru Malah Mahkamah Konstitusi (MK)
Seperti Menjilat Ludah nya Sendiri.
Karena sangat terang benderang bahwa Undang-Undang
Nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja harus dinyatakan Cacat Formil dan
Inkonstitusional Permanen. Karena Perppu Nomor 2 tahun 2022 nya tentang
Cipta Kerja penerbitannya oleh Presiden Joko Widodo melabrak dan bertentangan
dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Meminjam
konsep adanya pelecehan parlemen (contempt of parliament), maka tidak
menghormati putusan MK adalah pelecehan terhadap Mahkamah, alias contempt of
constitutional court.
Dan masalahnya bukanlah putusan MK yang digugurkan dengan Perppu, tetapi
Perppu yang diterbitkan bukanlah pelaksanaan, tetapi justru tidak melaksanakan
putusan MK itu sendiri.
Bahwa putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 secara uji formil dengan jelas menyatakan undang-undang tersebut inkonstitusional bersyarat, karena proses pembuatannya problematik termasuk soal tidak adanya landasan metode omnibus law, perubahan norma hukum UU Ciptaker sebelum diundangkan, dan yang tidak kalah penting, tanpa partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation). Putusan MK 91/PUU-XVIII/2020 jelas mengarahkan pembuatan undang-undang, bukan Perppu.
Lebih lanjut, Perppu Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta
Kerja (yang akhirnya menjadi UU Nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja) ini pun
tidak mendapatkan persetujuan DPR RI pada masa sidang berikut setelah Perppu
tersebut diterbitkan. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 22 UUD 1945,
disebutkan Perppu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut.
Terkait tafsiran konstitusional “persidangan yang berikut” dalam Pasal 22 ayat
(2) UUD 1945, Pasal 52 UU P3 Nomor 12 tahunn 2022
dengan tegas mengatur bahwa: “Yang dimaksud dengan “persidangan yang
berikut” adalah masa sidang pertama DPR setelah Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang ditetapkan”. Termasuk Putusan Mahkamah
Konstitusi (MK) dalam Putusan Nomor 43/PUU-XVIII/2020, halaman 385, paragraf
kedua, menyatakan:
“[…]
frasa “persidangan yang berikut” harus diartikan sebagai persidangan pengambilan
keputusan oleh DPRseketika setelah Perpu ditetapkan oleh Presiden dan diajukan
kepada DPR. Artinya, meskipun Perpu ditetapkan dan diajukan oleh Presiden pada
saat masa sidang DPR sedang berjalan (bukan masa reses), maka DPR haruslah
memberikan penilaian terhadap RUU Penetapan Perpu tersebut pada sidang
pengambilan keputusan di masa sidang DPR yang sedang berjalan tersebut. […]
Hal
demikian penting mengingat esensi diterbitkannya Perpu adalah karena adanya
keadaan kegentingan yang memaksa sebagai syarat absolute.”
Faktanya, Perppu Cipta Kerja di undangkan pada tanggal
30 Desember 2022 di masa reses, diajukan ke DPR pada masa sidang III, tahun
sidang 2022-2023 yang di mulai pada tanggal 10 Januari 2023 s.d 16 Febuari
2023. Namun Perppu Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja baru disetujui oleh
DPR pada tanggal 21 Maret 2023. Lewat dari masa sidang berjalan.
Bahwa masa sidang DPR berikutnya setelah penerbitan
Perppu Ciptaker adalah 10 Januari 2023 s.d. 16 Februari 2023 ( vide: https://www.dpr.go.id/agenda
). Adalah fakta pula, bahwa hingga masa sidang tersebut berakhir di tanggal 16
Februari, tidak ada keputusan DPR yang menyetujui Perppu Cipta Kerja.
Hal lainnya, Aksi Pengawalan sangat di perlukan
mengingat bahwa pada putusan sebelumnya atas uji formil omnibus law
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja terdapat hakim yang
memberikan pendapat berbeda atau dissenting opinion yang merugikan buruh
dan rakyat, sementara mayoritas hakim lainnya memutuskan Undang-Undang Cipta
Kerja Nomor 11 tahun 2020 Cacat Formil. Dan buntutnya hakim Aswanto
diberhentikan oleh DPR RI, terlebih saat ini sebagaimana dinyatakan oleh public
diduga adanya conflict of interest salah satu hakim Mahkamah Konstitusi
RI karena adanya hubungan kekerabatan dengan Presiden RI.
Untuk itu, sehubungan dengan agenda tersebut, Aliansi
Aksi Sejuta Buruh (AASB) yang terdiri dari 40 Federasi dan Konfederasi Serikat
Pekerja Serikat Buruh di Indonesia serta berbagai organisasi rakyat dari
berbagai golongan dan klas yang tergabung didalamnya, menyampaikan sikap
sebagai berikut:
1. Demi
untuk mengakhiri polemic dan kegaduhan nasional serta demi tegaknya Konstitusi,
Meminta Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi RI untuk memutuskan dengan
Menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta
Kerja menjadi Undang-Undang Harus dinyatakan CACAT FORMIL dan
INKONSTITUSIONAL PERMANEN.
2. Jika
Mahkamah Konstitusi RI memutuskan sebaliknya, dalam artian mensahkan
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2023 tetap berlaku, maka Aliansi Aksi Sejuta Buruh
(AASB) dengan sadar, untuk serta demi keadilan mendesak dan menuntut untuk
diadakannya REFERENDUM disetujui atau tidak oleh rakyat adanya Omnibus Law
“UU” Cipta Kerja.
3. Menyerukan
kepada seluruh anggota serikat pekerja-serikat buruh Federasi dan Konfederasi
yang tergabung dalam #AASB serta kaum buruh dan seluruh kelompok dan golongan
rakyat Indonesia yang merasa di rugikan dan menolak omnibus law Cipta Kerja
untuk turun kejalan bersama-sama kepung Gedung Mahkamah Konstitusi RI pada
tanggal 2 Oktober 2023.
Selanjutnya, aksi hari ini Sabtu 30 September 2023
juga di maksudkan, Petama; untuk memberitahukan kepada public dan
Mahkamah Konstitusi RI bahwa kaum buruh Indonesia di bawah Aliansi Aksi Sejuta
Buruh (AASB) dan berbagai organisasi rakyat lainnya akan turun aksi kepung
Mahkamah Konstitusi pada tanggal 2 Oktober 2023 mulai jam 10.30Wib sampai
dengan selesai. Kedua; juga dimaksudkan untuk mengapresiasi dan
mendoakan yang mulia hakim Mahkamah Konstitusi RI yang dahulu dalam perkara uji
formil omnibus law Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 memutuskan dan menyatakan Undang-Undang
Cipta Kerja Cacat Formil agar sehat selalu, dan tetap konsisten dengan
putusannya terdahulu bahkan jauh menjadi
putusan yang lebih baik sesuai data fakta dan konstitusi, tetap berkhidmat pada
konstitusi dan rakyat, membuktikan bahwa MK benar-benar menjadi benteng
Konstitusi. Ketiga; mengingatkan dan mendoakan juga yang mulia
hakim yang pada waktu itu memberikan dissenting opinion yang merugikan
buruh dan rakyat untuk segera diberikan hidayah oleh Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Esa untuk jujur, adil dan berkhidmatlah pada konstitusi dan rakyat.
Demikian pernyataan sikap ini disampaikan.
Jakarta, 30 September 2023
Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB)
BANGKIT. BERGERAK. HANCURKAN TIRANI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.