INFO GSBI – Tangerang. Untuk membahas masalah keberadaan ojek online (ojol) atau transportasi daring yang masih menimbulkan perdebatan apakah pekerja atau mitra serta masalah hak kebebasan berserikatnya. Pimpinan Serikat Transportasi Daring Independen (STDI) Kota Tangerang gelar pertemuan (audensi) dengan pihak Disnaker Kota Tangerang membahas permasalahan tersebut pada Rabu 10 Januari 2024.
Pertemuan yang berlangsung di kantor Disnaker Kota Tangerang
ini, dari Disnaker hadir Ibu Sri Marsuihardi dan ibu Tirama selaku Kasi
Hubungan Industrial beserta jajarannya. Sedangkan dari STDI hadir Iwan Setiawan
(Ketua), Dede R (sekretaris) dan Bangun Nugroho.
Juru bicara Disnaker Kota Kota Tangerang, Sri Marsudihardi
menyampaikan "bawasanya perihal organisasi ojek online ini adalah hal baru
bagi Disnaker, sebelumnya kami belum ada pencatatan serikat Ojol di Kota
Tangerang. Maka untuk permohonan pencatatan STDI sebagai Serikat Ojek Online, kami
Disnaker akan meminta arahan Kementerian Tenaga Kerja RI terlebih dahulu. Jelasnya.
Disnaker tidak dan bukan menolak. Tapi butuh waktu untuk
mempelajarinya, karena hal ini baru sifatnya. Kami belum ada pengalaman. Jadi
untuk rekan-rekan STDI mohon kesabarannya dan untuk tindak lanjut berikutnya.
Ungkapnya.
Sementara Iwan Setiawan menjelaskan, kami dari STDI
mengajukan audensi ini untuk; pertama, menanyakan kelanjutan proses pencatatan STDI
dan kedua membahas masalah ojol (transportasi daring) seperti apakah Ojol ini
masuk kategori buruh atau mitra. Apakah perjanjian antara pengemudi ojek online
dan perusahaan aplikasi merupakan perjanjian kerja atau perjanjian kemitraan? Termasuk apakah pengemudi ojek online bisa
mendirikan atau membentuk serikat yang berlegalitaskan Dinas Ketenagakerjaan
(UU nomor 21 tahun 2000)? Tapi sayang semua hal itu belum bisa dijawab oleh
pihak Disnaker. Imbuhnya.
Kata Iwan, dibeberapa Negara Eropa dan Amerika Pekerja ojek
online yang dikenal juga sebagai gig worker (pekerja platform) telah diputuskan
bahwa driver ojek online merupakan pekerja (bukan mitra). Sementara di
Indonesia hal ini belum jelas. Bahkan dari hasil penelitian pun menunjukkan
bahwa peraturan perundangundangan di Indonesia belum dapat mengakomodir
keberadaan ojek online sebagai pekerja.
Untuk itu pemerintah perlu menentukan arah kebijakan ketenagakerjaan untuk melindungi pekerja ojek online. Setidaknya perlu ada perlindungan bagi ojek online terutama dalam hal keselamatan dan keamanan serta kepastian pendapatan. Tegas Iwan.
(rhbd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.