Page

Kamis, 11 Januari 2024

Terkait Pencatatan Serikat Ojol dan Permasalahannya, Pimpinan STDI Gelar Pertemuan dengan Disnaker


INFO GSBI – Tangerang
. Untuk membahas masalah keberadaan ojek online (ojol) atau transportasi daring yang masih menimbulkan perdebatan apakah pekerja atau mitra serta masalah hak kebebasan berserikatnya. Pimpinan Serikat Transportasi Daring Independen (STDI) Kota Tangerang gelar pertemuan (audensi) dengan pihak Disnaker Kota Tangerang membahas permasalahan tersebut pada Rabu 10 Januari 2024.

Pertemuan yang berlangsung di kantor Disnaker Kota Tangerang ini, dari Disnaker hadir Ibu Sri Marsuihardi dan ibu Tirama selaku Kasi Hubungan Industrial beserta jajarannya. Sedangkan dari STDI hadir Iwan Setiawan (Ketua), Dede R (sekretaris) dan Bangun Nugroho.

Juru bicara Disnaker Kota Kota Tangerang, Sri Marsudihardi menyampaikan "bawasanya perihal organisasi ojek online ini adalah hal baru bagi Disnaker, sebelumnya kami belum ada pencatatan serikat Ojol di Kota Tangerang. Maka untuk permohonan pencatatan STDI sebagai Serikat Ojek Online, kami Disnaker akan meminta arahan Kementerian Tenaga Kerja RI terlebih dahulu.  Jelasnya.

Disnaker tidak dan bukan menolak. Tapi butuh waktu untuk mempelajarinya, karena hal ini baru sifatnya. Kami belum ada pengalaman. Jadi untuk rekan-rekan STDI mohon kesabarannya dan untuk tindak lanjut berikutnya. Ungkapnya.

Sementara Iwan Setiawan menjelaskan, kami dari STDI mengajukan audensi ini untuk; pertama, menanyakan kelanjutan proses pencatatan STDI dan kedua membahas masalah ojol (transportasi daring) seperti apakah Ojol ini masuk kategori buruh atau mitra. Apakah perjanjian antara pengemudi ojek online dan perusahaan aplikasi merupakan perjanjian kerja atau perjanjian kemitraan?  Termasuk apakah pengemudi ojek online bisa mendirikan atau membentuk serikat yang berlegalitaskan Dinas Ketenagakerjaan (UU nomor 21 tahun 2000)? Tapi sayang semua hal itu belum bisa dijawab oleh pihak Disnaker. Imbuhnya.

Kata Iwan, dibeberapa Negara Eropa dan Amerika Pekerja ojek online yang dikenal juga sebagai gig worker (pekerja platform) telah diputuskan bahwa driver ojek online merupakan pekerja (bukan mitra). Sementara di Indonesia hal ini belum jelas. Bahkan dari hasil penelitian pun menunjukkan bahwa peraturan perundangundangan di Indonesia belum dapat mengakomodir keberadaan ojek online sebagai pekerja.

Untuk itu pemerintah perlu menentukan arah kebijakan ketenagakerjaan untuk melindungi pekerja ojek online. Setidaknya perlu ada perlindungan bagi ojek online terutama dalam hal keselamatan dan keamanan serta kepastian pendapatan. Tegas Iwan.


(rhbd)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.