Profile Ketua Serikat Buruh Migas Cilacap (SBMC)
PAK DAR, ANAK DESA YANG SENANG BERORGANISASI Suara Independen 2007. Sekilas orang tidak akan percaya bahwa laki-laki separuh baya ini sudah ...
https://www.infogsbi.or.id/2008/11/profile-ketua-serikat-buruh-migas.html?m=0
PAK DAR, ANAK DESA YANG SENANG BERORGANISASI
Suara Independen 2007. Sekilas orang tidak akan percaya bahwa laki-laki separuh baya ini sudah berumur 53 tahun dan juga seorang kakek dari 4 orang cucu. Dari parasnya terlihat begitu berat pengalaman hidup yang harus dilalui. Mengenalnya lebih dekat akan banyak pengalaman hebat yang bisa didapat dari setiap cerita yang dia tuturkan.
Sudaryono, atau pak Dar, begitu biasa kami menyapa beliau adalah putra asli Cilacap, anak pertama dari lima bersaudara yang lahir pada 22 Desember 1954, saat ini menjabat sebagai ketua umum Serikat Buruh Migas Cilacap atau SBMC yang merupakan serikat buruh anggota dari Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI).
Pada malam terakhir dari kunjungan kami (Eym & Ismet) selama 10 hari ke SBMC di Cilacap pada akhir Maret 2007 lalu, di rumah pak Dar yang juga dipakai sebagai secretariat SBMC , beliau dengan senang hati bercerita banyak tentang pengalaman hidupnya baik sebagai buruh di Unit Pengelolaan Pertamina IV, Cilacap maupun pengalaman berorganisasi yang didapat secara alami. Semua cerita pak Dar ini dipersembahkan untuk Suara Independen – supaya setiap orang dapat mengambil pengalaman berharga dari pak Dar.
Pengalaman Bekerja
Unit Pengelolaan IV Pertamina, Cilacap, adalah perusahaan milik negara (BUMN) dibidang pertambangan (minyak dan gas) yang merupakan satu dari delapan unit pengelolaan milik Pertamina. UP IV merupakan satu-satunya unit pengelolaan Pertamina yang menghasilkan aspal dengan kapasitas produksi 720.000 ton/tahun, menghasilkan minyak sebanyak 348.000 barel/hari serta bahan bakar minyak/BBM lainnya yang jumlahnya bisa ratusan ribu barel per-harinya. UP IV, Cilacap, memiliki beberapa unit-unit pengelolaan dari Kilang dalam dan luar, Rumah sakit, perumahan, dll. dimana seluruh unit pengelolaan tersebut dikelola oleh perusahaan-perusahaan kontraktor yang menjadi partner usaha dari Pertamina.
Sudaryono atau pak Dar adalah salah satu dari ribuan buruh yang bekerja di Unit Pengelolaan IV Pertamina, Cilacap. Beliau pertama kali bekerja di UP IV Pertamina tahun 1979, tapi sebelum itu pak Dar sudah terlibat dalam proyek pembangunan Kilang Pertamina UP IV, Cilacap. Dengan menerima upah Rp. 7.200,-/ minggu, beliau harus membiayai hidup istri dan 2 orang anaknya pada waktu itu.
Pada tahun 1984, pak Dar mulai bekerja di Unit area 70 UP IV Pertamina, sebagai mekanik yang bertugas memelihara Kilang Area 70, perawatan mesin pompa transfer dari kilang ke kapal dan sebaliknya. Pada bagian ini pak Dar menerima upah sebesar Rp. 1.800,-/ hari dan upah sebesar ini tetap diterima sampai pada tahun 1997 (kenaikan upah hanya sebesar Rp. 50,- s/d Rp. 100,- setiap tahunnya).
Meskipun telah bekerja selama 28 tahun ke Pertamina, bukan berarti pak Dar bekerja dengan kondisi kerja yang baik dan kesejahteraan yang terjamin. Karena sejak pertama bekerja di UP IV Cilacap, hingga saat ini, pak Dar tetap sebagai buruh kontraktor yang setiap tahunnya berganti perusahaan yang mempekerjakan beliau sebagai buruh kontrak.
Sebagai buruh kontraktor pak Dar hanya mendapatkan upah yang nilai kenaikannya sangat kecil sekali. Sedangkan hak-hak ataupun jaminan yang lainnya tidak didapat, seperti jaminan kesehatan (biaya pengobatan) untuk para buruh kontrak tidak disediakan dan alat bantu kerja seperti helm, seragam, sepatu boot, dll, yang digunakan demi keselamatan kerja pun harus membeli dan diusahakan sendiri karena semua itu di luar tanggungan Pertamina ataupun PT. Kontraktor.
Pengalaman Organisasi
Sebagai anak dari seorang buruh tani yang tidak pernah mengenyam pendidikan yang tinggi, pak Dar tidak bermimpi muluk dalam hidupnya selain hanya bekerja dan membantu orang tua. Itu sebabnya dimasa mudanya beliau juga bekerja sebagai buruh tani dan nelayan jauh sebelum bekerja di kilang minyak UP IV Pertamina, Cilacap.
Pada tahun 1997, pada saat terjadi pembebasan tanah untuk pengembangan proyek UP IV Pertamina di Lomanis, Cilacap, pak Dar bersama dengan masyarakat sekitar yang tanahnya terkena untuk lokasi pengembangan proyek tersebut, membentuk pantia 9 (sembilan) sebagai jembatan untuk berunding soal harga tanah dengan pihak Pertamina. Inilah awal dari perjalanan pengalaman berorganisasi yang dimulai pak Dar.
Masih di tahun yang sama, bersama dengan kawan-kawan buruh kontraktor UP IV Pertamina lainnya, membentuk Tim 16 yang tujuannya untuk menyalurkan aspirasi buruh kontraktor di UP IV Pertamina dan memperjuangkan hak-hak buruh kontrak yang belum didapat. Kerja-kerja dari Tim 16 ini adalah untuk bernegosiasi dengan pihak Pertamina berhubungan dengan Peraturan Perusahaan (UP IV) yang tidak adil juga soal upah yang tidak jelas yang cenderung suka-suka perusahaan kontraktor dalam membayarkan upah kepada para buruh kontraktor.
Kemudian, di tahun 1998, bersama dengan kawan seperjuangannya, pak Dar membentuk PTKLS (Persatuan Tenaga Kerja Labour Supply) yang dimaksudkan untuk lebih memperkuat posisi tawar buruh kontraktor dihadapan manajemen Pertamina dan PT-PT kontraktor. Melalui PTKLS para buruh kontraktor mengajuhkan tuntutan yang menjadi aspirasi mereka diantaranya, Keadilan (yang berhubungan dengan system kerja seperti, mekanik, teknik, pembabat rumput, dll), Kesejahteraan (yang berhubungan dengan jam lembur, upah, dll), Klasifikasi (upah berdasarkan golongan dan jenis pekerjaan), Status (hubungan kerja dengan UP IV Pertamina) dan Pemeliharaan Kesehatan. Dari sekian tuntutan tersebut yang berhasil diperjuangkan adalah Klasifikasi (golongan), Kesejahteraan dan Pemeliharaan Kesehatan, walaupun masih dengan system penggantian setelah ada kwitansi pengobatan. Tetapi tidak semua sakit yang diganti biayanya dan pihak perusahaan (PT) sendiri tidak transparansi mengenai jenis-jenis sakit apa saja yang mendapatkan pengantian biaya.
Keberhasilan di atas tidak begitu saja didapat tetapi dilalui dengan perjuangan dan kerja keras dari PTKLS. Saat itu pihak manajemen pertamina mengeluarkan SK – surat keputusan – mengenai pemotongan upah setiap bulannya untuk pembayaran pesangon, THR, Astek, PPN dan operasional perusahaan, yang semuanya dibebankan kepada buruh kontrak.
Tentu saja, apa yang menjadi kebijakan manajemen pertamina tersebut ditolak keras oleh PTKLS dan kemudian melakukan perundingan dengan pihak Pertamina. Namun pihak Pertamina menolak argumentasi PTKLS dan bersih keras dengan keputusannya, bahkan menilai PTKLS salah tempat melakukan perundingan dengan Pertamina karena buruh-buruh yang tergabung dalam PTKLS tidak memiliki hubungan kerja dengan Pertamina dan menyatakan bahwa PTKLS organisasi illegal dan sebagai provokator – apa yang dilakukan oleh PTKLS dianggap menyimpang dan tidak memiliki kekuatan hukum karena tidak terdaftar sebagai organisasi resmi di kantor Depnaker, Cilacap.
Karena tidak adanya kesepatan diantara dua pihak menimbulkan persitenggangan antara PTKLS dengan pihak Pertamina, dan ini memberi dampak buruk bagi pak Dar. Pada tengah malam (pukul.00.000WIB) beliau didatangi oleh security UP IV yang diperintahkan oleh manajemen pertamina untuk menjemput paksa pak Dar dari rumahnya dan membawanya ke kantor Litsus (Penelitian khusus) UP IV untuk diperiksa. Kantor Litsus atau Penelitian Khusus adalah kantor yang khusus untuk melakukan pemeriksaan terhadap siapapun yang dipandang (dicurigai) memiliki latar belakang (ideology) yang akan mengancam kelangsungan Pertamina (baca; negara). Dengan dibawanya pak Dar ke kantor Litsus karena pihak pertamina merasa penting untuk memeriksa kembali latar belakang pak Dar karena sikapnya yang begitu kritis dan keras dengan tuntutannya.
Dalam pemeriksaan tersebut juga hadir pihak kepolisian resort Cilacap. Pemeriksaan dilakukan berhubungan dengan, peraturan hukum berkaitan dengan tuntutan PTKLS (harus dihentikan) karena pihak pertamina tidak bisa memenuhinya (pertamina adalah Objek Vital Nasional yang tetap harus dijaga keamanannya). Tidak hanya sampai disitu, keluarga pak Dar juga pernah mendapatkan terror yang dilakukan oleh pihak pertamina dan perusahaan (PT).
Tetapi pak Dar, keluarga dan teman-teman seperjuangan di PTKLS tidak takut dengan terror (langsung ataupun sembunyi-sembunyi) yang dilakukan oleh pihak pertamina justru kasus kasus yang terjadi tersebut di atas diadukan ke DPRD dan kantor Depnaker kabupaten Cilacap. Namun sayang pihak Depnaker Cilacap tidak dapat membantu dengan alasan bahwa upah yang diterima oleh buruh-buruh di UP IV Pertamina sudah di atas UMR. Pengalaman buruk yang dialami tidak mematahkan semangat pak Dar justru lebih termotivasi untuk membentuk organisasi resmi yang lebih memiliki kekuatan hukum.
Tepatnya 8 Agustus 2000, pak Dar bersama dengan kawan-kawan seperjuangan di PTKLS mendeklarasikan HTKKMC (himpunan tenaga kerja kontraktor migas cilacap) yang mengantikan PTKLS, yang bertujuan untuk lebih memperkuat perjuangan yang sudah dilakukan, mendapatkan legalitas organisasi dari Depnaker dan lebih memperkuat posisi tawar dihadapan perusahaan (PT) dan Pertamina.
Keanggotaan HTKKMC pada waktu itu ada 6 unit yang tergabung diawal pembentukan diantaranya, Kilang Dalam, Kilang Luar, Maintenance, Area 70, Perumahan dan RSPC (Rumah Sakit Pertamina Cilacap). Dengan perubahan nama organisasi dan keanggotaan yang resmi bergabung dalam HTKKMC, sedikit banyak merubah sikap pihak perusahaan ataupun Pertamina karena organisasi yang saat ini dibangun telah memilki legalitas dari kantor Depnaker. Dan dengan pergantian nama organisasi yang telah memiliki kekuatan hukum, HTKKMC kembali meneruskan tuntutan-tuntutan yang sudah diangkat sebelumnya pada saat masih menjadi PTKLS.
Tiga tahun setelah itu, tepatnya pada tahun 2003, HTKKMC mengalami perubahan nama menjadi SBMC (serikat buruh migas cilacap) yang dilakukan pada kongres ke II HTKKMC. Perubahan nama ini terinspirasi pada saat menghadiri Kongres ke II GSBI tahun 2001 yang pada waktu itu dihadiri oleh Menteri Lingkungan Hidup, Bpk Sony Keraf dalam acara pembukaan kongres GSBI. Pak Dar sempat bertegur sapa dengan Bpk. Sony Keraf, yang memberikan pendapat bahwa organisasi yang menggunakan nama Himpunan belum tepat untuk dijadikan serikat buruh jika merujuk pada UU No. 21 Thn. 2000. Pendapat Menteri Lingkungan Hidup inilah yang kemudian menginspirasi pak Dar dan kawan-kawannya untuk menganti nama HTKKMC menjadi SBMC pada Oktober 2003.
Perjuangan dan semangat pak Dar dalam berorganisasi sampai pada pengantian nama SBMC UP IV pertamina, ternyata memberi inspirasi bagi pengawai atau pekerja tetap UP IV Pertamina untuk mendirikan SP Patra Wijaya, serikat pekerja yang anggotanya khusus pekerja tetap yang memiliki hubungan kerja langsung dengan Pertamina. Tidak hanya itu, SP Patra Wilaya pun mengundang SBMC untuk study banding dan berbagi pengalaman dalam pembentukan serikat buruh. (saat ini SP Patra Wiyaja telah berganti nama menjadi Federasi SP Pertamina).
Keanggotaan SBMC saat ini ada 9 (sembilan) unit, yaitu, Kilang Dalam, Kilang Luar, Area 70, Perumahan, RSPC, Maintencance, Griya Patra (hotel), Driver, Telkom. Tiga unit yang disebut terakhir baru bergabung setelah perubahan nama SBMC. Kesembilan unit tersebut adalah unit-unit usaha pertamina yang dikelola oleh PT-PT kontraktor yang berjumlah ratusan dan mempekerja buruh kontraktor sebanyak lebih kurang 1.700 orang dan semua telah menjadi anggota SBMC. Saat ini, SBMC menjadi salah satu serikat buruh yang cukup dipandang tidak hanya di lingkungan UP IV Pertamina karena mampu menambah terus keanggotaannya tetapi juga di instansi-instansi pemerintah Cilacap seperti Depnaker, DPRD dan Bupati. Selain itu SBMC juga salah satu serikat buruh yang memiliki perwakilannya di Dewan Pengupahan Daerah yang diwakili Sugeng Paryono dan Lembaga Tripartit Daerah (LKS).
Posisi tawar yang dimiliki saat ini bukan saja didapat karena kegigihan dan komitmen SBMC dalam memperjuangkan aspirasi buruh kontraktor UP IV. Tetapi juga karena pengorganisasian yang kuat yang dibangun oleh SBMC selain juga keberadaan SBMC di lingkungan Pertamina yang merupakan objek vita nasional yang sangat potensial. Ini sudah pernah dibuktikan oleh ribuan buruh kontraktor UP IV, Cilacap pada saat melakukan mogok kerja secara total (jauh sebelum SBMC dideklarasikan) dan melumpuhkan proses pengilangan minyak di UP IV pertamina, Cilacap.
Suka- duka Pengalaman
Meskipun telah menunjukan hasil dari perjuangannya, pak Dar mengaku tidak mengenal organisasi ataupun terlibat dalam organisasi di masa mudanya karena masa mudanya dihabiskan di sawah dan laut untuk membantu orang tua.
Bapak dari 5 (lima) orang anak yang senang mendengarkan berita daripada sinetron ini mengaku bahwa motivasi membangun organisasi dimulai pada waktu melihat ketidakadilan yang dialami para buruh kontraktor khususnya mengenai upah. Yang dinilai sangat tidak adil karena tidak sepadan dengan tenaga dan kerja keras yang dilakukan. Kondisi itulah yang membuat pak Dar selalu peduli dengan masalah-masalah yang dialami kawan-kawannya sesama buruh kontrak di UP IV. Menurut suami dari ibu Dar (maaf, pak dar tidak mau menyebutkan nama istrinya) yang menikah tahun 1974 ini, bahwa buruh kontrak UP IV harus memperjuangkan nasibnya sendiri, karena tidak bisa menggantung kepada orang lain. Untuk itu dibutuhkan sebuah alat atau corong untuk memperjuangkan kehidupan yang lebih baik.
Suka dalam pengalaman organisasi bagi pak Dar adalah memaknai atau menjiwai perjuangan hidup sebagai sesuatu yang harus dijalani oleh diri sendiri sekalipun hasil yang diperjuangkan belum tentu dapat dinikmati tetapi paling tidak bisa menjadi warisan bagi anak-cucu. Dengan organisasi pak Dar tidak hanya mendapatkan ilmu pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui tapi juga pengalaman dan wawasan. Apa yang selama ini sudah dilakukan oleh pak Dar membuat beliau mulai dikenal dikalangan masyarakat dan juga instansi pemerintahan daerah Cilacap.
Penutup
Meskipun banyak waktu yang dihabiskan untuk berjuang dalam organisasi, pak Dar selalu menyempatkan waktu untuk bermain dengan cucu-cucunya di rumah dan juga memperhatikan keluarga. Yang menurut beliau, anak-istri dan keluarganya sangat mendukung perjuangan yang dilakukannya selama ini. Salah satu bentuk dukungan tersebut adalah memberikan bagian dari rumah menjadi secretariat SBMC.
Meskipun tidak harus membayar sewa untuk rumah yang digunakan sekretariat dan terkadang melakukan aktifitas sampai larut malam, keluarga tetap tidak merasa terganggu. Itulah bentuk dukungan keluarga terhadap tugas dan perjuangan pak Dar sebagai Ketua Umum SBMC. Kecintaannya terhadap organisasi tidak hanya dalam kata-kata tapi telah dibuktikan dengan praktek nyata yang saat ini sudah dapat dirasakan hasilnya (Eym,red/SI2007)