BICARA SATU MEI, PASTI BICARA BURUH
Oleh ; Rudi HB Daman Satu Mei nanti akan diperingati sebagai Hari Buruh Internasional oleh seluruh buruh dan klas pekerja di belahan dunia, ...
https://www.infogsbi.or.id/2009/04/bicara-satu-mei-pasti-bicara-buruh.html?m=0
Oleh ; Rudi HB Daman
Satu Mei nanti akan diperingati sebagai Hari Buruh Internasional oleh seluruh buruh dan klas pekerja di belahan dunia, termasuk Indonesia. Namun setiap kali berbicara tentang buruh yang terbayang biasanya cerita tentang keprihatinan. Dan kisah sedih nan pilu tak hanya milik para buruh pabrik di Tanah Air. Buruh migran atau tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri pun mengalami hal serupa. Mulai dari gaji yang tidak dibayar, pembebanan biaya berlebih (overcarging), penyiksaan, pemerkosaan, hingga pendeportasian.
Selain mendapat perlakuan buruk, buruh migran kerap menjadi korban perdagangan manusia. Bahkan sepanjang tahun ini lebih dari seribu warga Indonesia yang menjadi korban perdagangan orang. Mereka biasanya dijadikan pekerja rumah tangga maupun menjadi pelacur.
Jumlah korban perdagangan manusia yang dieksploitasi di sektor pekerja rumah tangga berada di urutan teratas. Perdagangan manusia di sektor pelacuran berada di urutan berikutnya. Anak-anak dan bayi juga tak luput menjadi korban perdagangan manusia.
Bicara soal buruh pasti kita juga ingat dengan Marsinah. Buruh di Jawa Timur yang tewas terbunuh tak lama setelah memperjuangkan kesejahteraan para buruh pada tahun 1993. Sosok Marsinah kini seperti telah menjadi simbol perjuangan buruh. Kisah perempuan lulusan Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah Nganjuk ini pernah diangkat ke layar lebar oleh sutradara Slamet Rahardjo pada 2000 dengan judul Marsinah.
Marsinah, karyawan PT Catur Putra Surya, Porong, Sidoarjo memang aktif dalam memperjuangkan kenaikan upah dan tunjangan tetap untuk para buruh pada 1993. Konflik antara buruh dan manajemen perusahaan makin pelik ketika aparat terlibat. Marsinah sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan teman-temannya yang sebelumnya dipanggil. Kasus makin kontroversial saat Marsinah ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan. Marsinah diduga disiksa dan diperkosa lebih dahulu.
Marsinah, perempuan kelahiran Nganjuk itu lalu menjelma menjadi simbol perjuangan kaum buruh. Bahkan Marsinah menjadi gambaran rumitnya penegakan hukum di masa pemerintahan Orde Baru itu. Pengadilan kasus pembunuhan Marsinah digelar. Namun semuanya berujung pada pembebasan terdakwa di tingkat kasasi. Tudingan bermunculan bahwa proses hukum kasus ini penuh rekayasa.
Di satu mei 2009 ini tentu Marsinah tidak boleh alpa dari gerakan buruh untuk mengusuh dan menggelorakan kembali semangatnya yang ia kobarkan dalam menuntut pemenuhan hak-haknya.
Aksi Satu Mei, para pekerja di banyak negara biasanya menyambut Hari Buruh Dunia dengan satu harapan, yakni nasib mereka akan jauh lebih baik. Dan contoh kecil kehidupan para buruh dapat dilihat di Cikarang-Bekasi.
Cikarang, adalah salah satu wilayah hunian bagi puluhan ribu kaum buruh. Di wilayah yang masuk Provinsi Jawa Barat itu paling tidak ada ribuan pabrik dan terbentang kawasan-kawasan industri. Pabrik memang banyak, tapi kehidupan para buruh di sana tetap memprihatinkan. Mereka rata-rata hidup bersahaja atau penuh kesederhanaan.
Astuti perempuan asal Semarang ini, misalnya bekerja di sebuah pabrik garmen sudah enam tahun dan tinggal di kamar sewaan tiga kali dua meter. Ia bertahan hidup bersama suami dan satu anaknya dengan upahnya sebagai buruh yang hanya sebesar Rp 880 ribu per bulan, ia harus hidup hemat dan sederhana sekali.
Rumah kontrakan yang sedikit lebih besar dengan kamar dan dapur dibanding tempat tinggal Astuti adalah yang dihuni oleh Matoni. Lelaki asal Madiun ini sudah sebelas tahun menjadi buruh. di perusahaan yang memproduksi alat-alat kebutuhan rumah tangga. Saat ini dia sudah 2 bulan di skorsing gara-gara masuk dan bergabung dengan serikat buruh Independen.
Tempat kontrak yang sedikt bagus itu sebagai konsekuensinya, Matoni harus mengeluarkan uang kontrakan dua kali lipat lebih besar dari Astuti.
Astuti dan Matoni hanyalah sekelumit potret buram kehidupan buruh di negeri ini. Dan pada Hari Buruh Dunia 1 Mei besok, Astuti dan matoni berencana turun ke jalan, memperjuangkan kehidupan buruh agar lebih baik.
Menurut Matoni, menjadi keharusan bagi kaum buruh termasuk dirinya untuk merayakan Satu Mei ini bergabung dengan kawan-kawan yang lainnya untuk turun kejalan menyuarakan dan menyampaikan tuntutan kepda pemerintah yang saat ini semakin tidak peduli dengan kaum buruh dan rakyatnya. Dimana mereka semua para elit politik ribut terus soal kekuasaan. Masih menurut Matoni karena lewat perjuangan pada satu mei inilah yang dilakukan oleh buruh-buruh di Amerika Serikat pada tahun 1886 dan juga buruh-buruh di eropa pada saat itu, kita saat ini bisa merasakan dan menikmati bekerja 8 jam sehari. Meski prakteknya saat ini masih banyak buruh yang bekerja 12 jam sehari.
Sementara menurut Ismet Inoni dari DPP.GSBI yang juga sebagai Koordinator panitia peringatan satu mei 2009 GSBI, mengatakan GSBI sendiri selaku organisasi yang menghimpun kaum buruh sudah dipastikan akan turn kejalan mendatangi istana untuk menyuarakan dan mendesak rezim SBY-JK (pemerintah yang berkuasa) untuk segera menghentikan Perampasan terhadap Upah, Kerja dan Tanah yang kian hari kian intensif, akibat krisis finansial global ini. Sehingga kaum buruh dan kaum tanilah yang menjadi korban dan tumbal atas krisis ini. GSBI dalam aksi satu mei nanti akan menurunkan sebanyak 5.000 orang anggota.[]
Satu Mei nanti akan diperingati sebagai Hari Buruh Internasional oleh seluruh buruh dan klas pekerja di belahan dunia, termasuk Indonesia. Namun setiap kali berbicara tentang buruh yang terbayang biasanya cerita tentang keprihatinan. Dan kisah sedih nan pilu tak hanya milik para buruh pabrik di Tanah Air. Buruh migran atau tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri pun mengalami hal serupa. Mulai dari gaji yang tidak dibayar, pembebanan biaya berlebih (overcarging), penyiksaan, pemerkosaan, hingga pendeportasian.
Selain mendapat perlakuan buruk, buruh migran kerap menjadi korban perdagangan manusia. Bahkan sepanjang tahun ini lebih dari seribu warga Indonesia yang menjadi korban perdagangan orang. Mereka biasanya dijadikan pekerja rumah tangga maupun menjadi pelacur.
Jumlah korban perdagangan manusia yang dieksploitasi di sektor pekerja rumah tangga berada di urutan teratas. Perdagangan manusia di sektor pelacuran berada di urutan berikutnya. Anak-anak dan bayi juga tak luput menjadi korban perdagangan manusia.
Bicara soal buruh pasti kita juga ingat dengan Marsinah. Buruh di Jawa Timur yang tewas terbunuh tak lama setelah memperjuangkan kesejahteraan para buruh pada tahun 1993. Sosok Marsinah kini seperti telah menjadi simbol perjuangan buruh. Kisah perempuan lulusan Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah Nganjuk ini pernah diangkat ke layar lebar oleh sutradara Slamet Rahardjo pada 2000 dengan judul Marsinah.
Marsinah, karyawan PT Catur Putra Surya, Porong, Sidoarjo memang aktif dalam memperjuangkan kenaikan upah dan tunjangan tetap untuk para buruh pada 1993. Konflik antara buruh dan manajemen perusahaan makin pelik ketika aparat terlibat. Marsinah sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan teman-temannya yang sebelumnya dipanggil. Kasus makin kontroversial saat Marsinah ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan. Marsinah diduga disiksa dan diperkosa lebih dahulu.
Marsinah, perempuan kelahiran Nganjuk itu lalu menjelma menjadi simbol perjuangan kaum buruh. Bahkan Marsinah menjadi gambaran rumitnya penegakan hukum di masa pemerintahan Orde Baru itu. Pengadilan kasus pembunuhan Marsinah digelar. Namun semuanya berujung pada pembebasan terdakwa di tingkat kasasi. Tudingan bermunculan bahwa proses hukum kasus ini penuh rekayasa.
Di satu mei 2009 ini tentu Marsinah tidak boleh alpa dari gerakan buruh untuk mengusuh dan menggelorakan kembali semangatnya yang ia kobarkan dalam menuntut pemenuhan hak-haknya.
Aksi Satu Mei, para pekerja di banyak negara biasanya menyambut Hari Buruh Dunia dengan satu harapan, yakni nasib mereka akan jauh lebih baik. Dan contoh kecil kehidupan para buruh dapat dilihat di Cikarang-Bekasi.
Cikarang, adalah salah satu wilayah hunian bagi puluhan ribu kaum buruh. Di wilayah yang masuk Provinsi Jawa Barat itu paling tidak ada ribuan pabrik dan terbentang kawasan-kawasan industri. Pabrik memang banyak, tapi kehidupan para buruh di sana tetap memprihatinkan. Mereka rata-rata hidup bersahaja atau penuh kesederhanaan.
Astuti perempuan asal Semarang ini, misalnya bekerja di sebuah pabrik garmen sudah enam tahun dan tinggal di kamar sewaan tiga kali dua meter. Ia bertahan hidup bersama suami dan satu anaknya dengan upahnya sebagai buruh yang hanya sebesar Rp 880 ribu per bulan, ia harus hidup hemat dan sederhana sekali.
Rumah kontrakan yang sedikit lebih besar dengan kamar dan dapur dibanding tempat tinggal Astuti adalah yang dihuni oleh Matoni. Lelaki asal Madiun ini sudah sebelas tahun menjadi buruh. di perusahaan yang memproduksi alat-alat kebutuhan rumah tangga. Saat ini dia sudah 2 bulan di skorsing gara-gara masuk dan bergabung dengan serikat buruh Independen.
Tempat kontrak yang sedikt bagus itu sebagai konsekuensinya, Matoni harus mengeluarkan uang kontrakan dua kali lipat lebih besar dari Astuti.
Astuti dan Matoni hanyalah sekelumit potret buram kehidupan buruh di negeri ini. Dan pada Hari Buruh Dunia 1 Mei besok, Astuti dan matoni berencana turun ke jalan, memperjuangkan kehidupan buruh agar lebih baik.
Menurut Matoni, menjadi keharusan bagi kaum buruh termasuk dirinya untuk merayakan Satu Mei ini bergabung dengan kawan-kawan yang lainnya untuk turun kejalan menyuarakan dan menyampaikan tuntutan kepda pemerintah yang saat ini semakin tidak peduli dengan kaum buruh dan rakyatnya. Dimana mereka semua para elit politik ribut terus soal kekuasaan. Masih menurut Matoni karena lewat perjuangan pada satu mei inilah yang dilakukan oleh buruh-buruh di Amerika Serikat pada tahun 1886 dan juga buruh-buruh di eropa pada saat itu, kita saat ini bisa merasakan dan menikmati bekerja 8 jam sehari. Meski prakteknya saat ini masih banyak buruh yang bekerja 12 jam sehari.
Sementara menurut Ismet Inoni dari DPP.GSBI yang juga sebagai Koordinator panitia peringatan satu mei 2009 GSBI, mengatakan GSBI sendiri selaku organisasi yang menghimpun kaum buruh sudah dipastikan akan turn kejalan mendatangi istana untuk menyuarakan dan mendesak rezim SBY-JK (pemerintah yang berkuasa) untuk segera menghentikan Perampasan terhadap Upah, Kerja dan Tanah yang kian hari kian intensif, akibat krisis finansial global ini. Sehingga kaum buruh dan kaum tanilah yang menjadi korban dan tumbal atas krisis ini. GSBI dalam aksi satu mei nanti akan menurunkan sebanyak 5.000 orang anggota.[]