Perempuan Pekerja_materi diskusi HPI 2008
Perempuan Pekerja Oleh: Khalisah Khalid* Sejak krisis finansial yang berujung pada krisis ekonomi global menjadi wacana dan perhatian khusus...
https://www.infogsbi.or.id/2009/04/perempuan-pekerjamateri-diskusi-hpi.html?m=0
Perempuan Pekerja
Oleh: Khalisah Khalid*
Sejak krisis finansial yang berujung pada krisis ekonomi global menjadi wacana dan perhatian khusus dari hampir seluruh elemen masyarakat, baik di tingkat global, nasional maupun lokal. Sarekat Hijau Indonesia menyadari bahwa krisis ini merupakan sebuah konsekuensi atas pilihan-pilihan sistem ekonomi yang didasarkan pada fundamen utama di sektor finansial. Krisis ekonomi global semakin menunjukkan kegagalan sebuah ideologi dunia, yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi dengan sistem kapitalisme sebagai agamanya.
Krisis yang terjadi saat ini bukanlah krisis yang baru di dunia. Peristiwa krisis ekonomi selalu berulang dengan pelaku, yang bisa berbeda dengan watak yang sama, dan selalu ditangani dengan resep yang sama dan hanya berpihak pada kelompok yang memiliki kekuasaan, baik secara ekonomi maupun secara politik, serta selalu mengorbankan kelas yang paling rendah. Siklus krisis ekonomi global ini pada akhirnya tidak pernah menemukan jalan keluar terbaik bagi kebanyakan penduduk dunia.
Dalam konteks Indonesia, krisis global yang terjadi semakin mengancam negeri ini, karena pilihan ekonomi bangsa ini juga mengikuti ideologi ekonomi dunia yang rentan terhadap krisis. Demikian juga dengan pilihan-pilihan solusi yang dipilih oleh Indonesia untuk merespon krisis ini, tidak lebih mengikuti aliran kapital yang sama. Dana talangan yang dianggarkan oleh pemerintah, hanya 10 persen yang ditujukan bagi sektor riil, selebihnya diperuntukkan bagi penyelamatan di sektor finansial yang justru menjadi sumber krisis ekonomi dunia yang bersandar pada ketamakan sebagai logika dasar dari sistem ekonomi ini yang didorong akumulasi keuntungan sebesar mungkin dengan biaya semurah mungkin.
Investor asing menyasar Indonesia karena biaya produski yang murah antara lain bahan baku, tenaga kerja khususnya pekerja perempuan yang banyak diupah dengan sistem outsourcing, biaya pengelolaan limbah atau lingkungan hidup dan bertumpu pada produksi kotor antara lain industri ekstraktif dengan mengabaikan keberlanjutan sumber-sumber kehidupan rakyat.
Indonesia yang selalu mengejar kenaikan angka pertumbuhan, mendorong menguatnya kerapuhan ekonomi dan sistem pertahanan kehidupan di tingkat komunitas. Kekayaan alam Indonesia telah dikuasai oleh sekelompok kecil korporasi dengan berhasilnya kelompok pemodal yang bergumul dengan penguasa dalam melahirkan kebijakan-kebijakan negara yang mengarah pada sebuah penguasaan skala luas untuk kepentingan kelompoknya dan meminggirkan hak-hak komunal rakyat Indonesia. 85 persen sumber minyak bumi dan gas alam Indonesia telah dikuasai oleh korporasi asing, lahan-lahan produktif rakyat telah berganti dengan hamparan perkebunan besar dan lubang-lubang tambang, pesisir dan laut Indonesia telah pula dikapling-kapling, hingga semakin menyempitnya ruang berkehidupan bagi rakyat di tanah tumpah darahnya.
Krisis ekonomi global ini berlangsung ketika dunia juga menghadapi krisis ekologis, krisis energi, krisis pangan dan ancaman perubahan iklim yang tak terbendung. Dalam situasi seperti ini, dapat dibayangkan mereka yang kaya dan kuat lah yang memiliki mobilitas lebih tinggi untuk menyelamatkan diri dan akan lebih mampu mengakses sumber-sumber daya yang tersisa. Sementara kelompok buruh, petani, nelayan, serta kelompok rentan lainnya, selalu menjadi kelompok yang paling mungkin dikorbankan oleh sistem ekonomi saat ini, untuk terus melanggengkan siklus produksi pasar.
Dikeluarkannya peraturan bersama empat menteri di sektor ketenagakerjaan juga mengakibatkan buruh hanya dapat memilih dua pilihan: terus bekerja dengan upah minimum atau “mati”. Kondisi-kondisi tersebut semakin menunjukkan bahwa krisis finansial ini telah berdampak besar bagi negara-negara yang dasar ekonominya menopang pada sistem ekonomi global yang rentan dilanda krisis.
Lapis Kekerasan terhadap Perempuan Pekerja
Krisis global, khususnya terkait dengan krisis ekonomi berakibat pada buruh-buruh industri tekstil, manufaktur, perkebunan besar, pulp dan kertas, perkayuan serta pertambangan telah mulai di-PHK atau dirumahkan. Dikeluarkannya peraturan bersama empat menteri di sektor ketenagakerjaan juga mengakibatkan buruh hanya dapat memilih dua pilihan: terus bekerja dengan upah minimum atau “mati”. Kondisi-kondisi tersebut semakin menunjukkan bahwa krisis finansial ini telah berdampak besar bagi negara-negara yang dasar ekonominya menopang pada sistem ekonomi global yang rentan dilanda krisis.
Parahnya, industri justru menggunakan alasan krisis finansial untuk tidak bertanggung-jawab terhadap kewajiban-kewajiban mereka antara lain kewajiban menjamin kesehatan lingkungan di sekitar pabrik dari ancaman polusi yang berdampak bagi kesehatan pekerja khususnya pekerja perempuan, dan masyarakat sekitar yang selalu menjadi korban dari buangan limbah industri. Krisis finansial akan semakin membenarkan langkah industri untuk tidak mau mengelola limbah industrinya karena memang biaya pengelolaan lingkungan itu mahal. Lagi-lagi industri akan menggunakan kembali paket biaya murah dalam berinvetasi, antara lain dengan mengabaikan biaya pengelolaan lingkungan didalam dan disekitar pabrik, tanpa peduli dampaknya begitu besar dirasakan oleh perempuan. seperti yang terjadi pada kasus lumpur Lapindo. Dimana Lapindo dengan alasan krisis global meminta agar negara memberikan dana talangan kepada Lapindo untuk membayar kompensasi kepada warga Sidoarjo.
Dana talangan yang disediakan oleh pemerintah juga baru diketahui ketika terjadi situasi krisis finansial seperti ini, padahal sebelumnya pemerintah menyatakan tidak memilikianggaran untuk memberikan subsisi BBM kepada rakyat miskin, sehingga pilihannya adalah dengan menaikkan harga BBM yang semakin menempatkan buruh perempuan semakin miskin. Ditengah ancaman PHK akibat krisis finansial dan penurunan upah buruh, harga-harga kebutuhan pokok perlahan-lahan beranjak naik dan sulit dijangkau oleh buruh. Akhirnya langkah yang dipilih oleh buruh untuk bertahan hidup adalah mencukupi hidup seadanya asal bisa terus makan, meskipun dengan kualitas hidup yang sangat rendah. Nasib buruh perempuan tentu lebih menyedihkan, karena kebanyakan buruh perempuan yang bekerja di industri ekstraktif kebanyakan merupakan buruh harian lepas atau buruh kontrak. Buruh perempuan lebih tidak memiliki pilihan selain menerima kondisi tersebut.
Namun, tulisan ini juga akan lebih jauh melihat hal lain dari sebuah cerita kekerasan yang dialami oleh perempuan pekerja, bacaan ini menjadi penting untuk melihat relasi lain yang mempengaruhi berjalannya sebuah sistem ekonomi politik berjalan. Selain problem pokok struktural dimana kelas pekerja berhadapan dengan kelas pemodal dan negara, problem lain yang dihadapi oleh perempuan adalah problem kultural dimana perempuan masih ditempatkan sebagai kelas nomor dua didalam relasi berkomunitas.
Bacaan ini juga sangat penting, terlebih ketika sistem ekonomi politik yang menempatkan sumber daya alam sebagai onggokan komoditas, justru menggunakan perempuan sebagai “alat” untuk melanggengkan alir sistem kapitalisme yang dibangun oleh berbagai industri ekstraktif seperti industri tambang dan perkebunan skala besar. Peran perempuan ditempatkan sebagai objek pekerja yang kebanyakan adalah buruh kontrak atau buruh harian lepas, dengan upah murah tentu saja dan bahkan seringkali buruh perempuan ini tidak mengetahui berapa penghasilan yang bisa mereka dapatkan dari keringatnya sebagai buruh perkebunan besar.
Industri perkebunan besar kelapa sawit misalnya menempatkan perempuan didalam penyemaian, pembibitan dan panen dengan alasan perempuan lebih teliti dan lebih sabar, semua itu khas dilekatkan pada pekerja perempuan. Sementara justru disanalah tingkat resiko tinggi dialami oleh buruh perempuan, yang setiap harinya bergelut racun yang bersumber dari pestisida tanpa alat pengaman yang cukup untuk melindungi kesehatan perempuan.
Selain menjadi objek sebagai buruh murah, perempuan juga dijadikan sebagai objek yang paling empuk untuk pasar industri ekstraktif. Sebut saja emas, yang melekatkan unsur keindahan emas pada tubuh perempuan bahkan ada satu iklan toko emas yang menyatakan emas sebagai keindahan yang berjalan. Tingkat konsumsi pada perempuan dibangun oleh sebuah sistem kapitalisme yang berwujud dalam sebuah produk perhiasan, dengan mengabaikan ada perempuan di ruang lain yang hidup di lingkar tambang emas yang setiap harinya harus merasakan dampak eksploitasi yang dilakukan oleh industri pertambangan.
Perjuangan Perempuan
Roti dan perdamaian, itu tuntutan besar dari kaum perempuan yang berkumpul untuk menyampaikan sikapnya terkait dengan situasi dunia saat itu yang diwarnai dengan peperangan dan mengakibatkan banyak buruh perempuan tewas. Ini bukanlah tuntutan yang pertama, karena sebelumnya perempuan dan laki-laki juga berkumpul menyatakan sikap dan perjuangannya terlibat dalam pemilu dan pemerintahan, secara berturut-turut perjuangan dilakukan untuk menentang diskriminasi terhadap perempuan sebagai pekerja.
Di berbagai belahan dunia, perjuangan perempuan inilah yang kemudian diperingati setiap tahunnya sebagai sebuah moment perjuangan perempuan untuk menuntut hak-haknya sebagai bagian dari komunitas peradaban dunia. Berbagai situasi sosial, ekonomi dan politik turut mewarnai gerakan kaum perempuan, inilah mengapa menjadi penting bagi gerakan perempuan di berbagai sektor kehidupan untuk lebih memperluas gerakan ini dan memperluas jangkauan persoalan dan struktur penindasan yang dialami oleh perempuan.
Meskipun sudah cukup lama, perjuangan perempuan khususnya pekerja perempuan semakin berat. Sampat saat ini persoalan yang dihadapi oleh perempuan bukan saja dihadapkan pada masalah struktura (baca: negara versus kelas pekerja) dan problem kultural.
Dalam bacaan bahwa selama ini perempuan dianggap dekat dengan alam, dan perempuan ditempatkan sebagai alam dan laki-laki sebagai peradaban. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan dinilai memiliki tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan alam. Sehingga alam ditempatkan sebagai
Dalam sejarah gerakannya, hari perempuan dimaksudkan untuk menyuarakan bagaimana perempuan dapat terlibat dalam pemilu dan memiliki posisi dalam pemerintahan, hak bekerja, hak mendapatkan pendidikan dan menghapus diskriminasi dalam pekerjaan. Namun seiring waktu yang terus berjalan, dimana hegemoni sistem ekonomi politik global telah semakin menggurita, hari perempuan harusnya juga semakin luas dimaknai sebagai sebuah momentum bagi seluruh pergerakan dan menjangkau lebih jauh persoalan dan struktur penindasan yang dialami oleh perempuan baik secara struktural maupun kultural.
Sistem kapitalisme global juga membangun sebuah alur cerita oleh sistem ekonomi kapitalisme, dimana seolah-olah satu perempuan dengan perempuan lain tidak terhubungkan sebagai sebuah bangunan keluarga dengan sebuah entitas yang sama yakni perempuan. Sistem kapitalisme nampaknya memainkan peran dengan sangat baik untuk menciptakan satu kelas perempuan berbeda dengan kelas perempuan lainnya. Buruh perempuan yang bergerak di industri tidak terhubung dengan buruh tani, perkebunan atau buruh nelayan. Perempuan di perkotaan tidak terhubung dengan perempuan di perdesaan.
Karenanya melalui hari perempuan internasional harus membongkar kunci belenggu yang dibangun oleh sistem ekonomi pasar tersebut, dengan kembali mengumpulkan puzzle-puzzle perempuan dari berbagai kelas untuk membangun sebuah solidaritas dan soliditas keluarga perempuan (sister hood), untuk mewujudkan cita-cita membangun tatanan dunia baru yang adil bagi kehidupan. []
* Penulis: Dewan Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) 2008-2012; Biro Politik dan Ekonomi Sarekat Hijau Indonesia (SHI)
Materi ini disampaikan dalam diskusi di GSBI dalam menyambut Hari Perempuan Internasional (HPI)8 Maret 2009 lalu.
--
Khalisah Khalid
Mobile Phone : +62813 11187 498
Email : sangperempuan@gmail.com
YM : aliencantik@yahoo.com
www.sangperempuan.blogspot.com