Satu Mei 2009_ bahan Propaganda
Peringati Hari Buruh Internasional (May Day) 1 Mei 2009 Dengan: MEMPERKUAT PERSATUAN BURUH DAN TANI UNTUK MELAWAN SBY-JK REZIM PERAMPAS UPAH...
https://www.infogsbi.or.id/2009/04/satu-mei-2009-bahan-propaganda.html
Peringati Hari Buruh Internasional (May Day) 1 Mei 2009
Dengan:
MEMPERKUAT PERSATUAN BURUH DAN TANI UNTUK MELAWAN SBY-JK REZIM PERAMPAS UPAH, KERJA DAN TANAH.
oleh ;
Tim Materi Panitia Nasional Peringatan Hari Buruh Se_Duni (May Day0 1 Mei 2009 GSBI.
Salam juang
Tidak lama lagi, klas buruh diseluruh dunia akan memperingati peristiwa penting dalam tonggak perjuangan buruh, yaitu Hari Buruh Internasional (May Day) yang jatuh pada setiap tanggal 1 Mei.
Hampir seluruh klas pekerja di dunia akan merayakan peristiwa ini dengan penuh gegap gempita untuk menyuarakan dan memperjuangkan hak-hak sosial ekonomi maupun hak sipil politiknya, peringatan yang gegap gempita dengan gelora perjuangan juga akan terjadi di Indonesia dan hal ini telah menjadi tradisi yang sacral penuh makna dilakukan oleh klas buruh Indonesia serta klas pekerja lainnya seperti kaum tani, kaum miskin kota, pemuda dan mahasiswa, kaum perempuan dan lain sebagainya.
Peringatan Hari Buruh Internasional tahun 2009 ini, memiliki makna yang teramat istimewa jika dibandingkan dengan perayaan tahun-tahun sebelumnya. Terlebih di Indonesia, dimana hari yang bersejarah tersebut bertepatan dengan situasi dunia dalam keadaan krisis ekonomi disatu sisi dan disisi lain para borjuasi (pemilik alat produksi) Indonesia sedang menggelar pesta yang menghamburkan uang Rakyat demi perebutan kekuasaan (Pemilu), inilah keistimewaan yang terkandung dalam peringatan May-Day tahun ini. Keistimewaan yang terkandung tersebut merupakan momentum yang baik bagi kebangkitan dan perkembangan gerakan Rakyat di Indonesia, takterkecuali bagi GSBI, sebagai satu Gerakan serikat buruh yang militant, patriotis, dan demokratis. Maka itu peringatan Hari Buruh Internasional kali ini telah ditetapkan oleh GSBI sebagai puncak kampanye Massa (perjuangan Massa).
Penempatan puncak kampanye massa oleh GSBI bukanlah dimaknakan sebuah akhir dari perjuangan Massa yang dilakukan oleh GSBI, tetapi puncak kampanye massa ini diartikan sebagai berikut;
Pertama; Merupakan puncak bagi GSBI untuk mengambil momentum May-Day untuk melancarkan dan memperhebat perjuangan massa, dimana peringatan May-Day tahun ini, bertepatan dengan semakin menghebatnya penderitaan dan kemiskinan yang dialami oleh Rakyat Indonesia, sebagai akibat dari semakin menghebatnya penindasan dan penghisapan yang dilakukan oleh Imperialisme dan para borjuis najis Negri ini sebagai kaki tanganya. Dimana hal ini disebabkan Imperialisme telah semakin tua, usang dan busuk akibat dari krisis yang terus menerus menjangkiti dan semakin kronis saja. Maka kepentingan perjuangan massa harus dilacarkan sebagai upaya untuk meringankan beban penderitaan klas pekerja Indonesia disatu sisi dan disisi lain sebagai upaya untuk memperlemah dominasi Imperialisme yang di dukung penuh oleh para borjuis di Indonesia untuk selanjutnya menendang dan mengusirnya jauh dari bumi pertiwi tercinta ini.
Kedua; Merupakan puncak bagi GSBI mengambil momentum pada tahun ini, untuk dijadikan ajang melatih para pimpinan, kader maupun anggotanya dalam hal memperdalam teori dan praktek perjuangan.
Ketiga; Merupakan puncak mengambil momentum bagi GSBI untuk membangun dan memperkuat persatuan dengan klas, sektor, dan golongan lain dengan mendasarkan pada persatuan antara klas buruh dan kaum tani dengan didukung oleh sektor, golongan lain yang saat ini juga mengalami penindasan dan penghisapan seperti pemuda dan mahasiswa, kaum miskin kota, kaum perempuan, nalayan, dan lain sebagainya.
Keempat; Merupakan puncak bagi GSBI untuk mengambil momentum dalam meluaskan pengaruh politik dan organisasi dengan melakukan pemblejetan terhadap Rezim SBY-Kalla sebagai Rezim boneka Imperialis dan Rezim anti rakyat, karena telah melakukan perampasan “UPAH, KERJA dan TANAH RAKYAT”
Dengan mendasarkan pada empat hal tersebut diatas, maka untuk itu sudah sepatutnya suluruh pimpinan, kader dan anggota GSBI maupun seluruh rakyat pekerja untuk mempersiapkan peringatan May-Day tahun ini tidak hanya sekedar melakukan peringatan seremonial semata, tetapi haruslah memperingatinya dengan penuh semangat dan gelora perjuangan serta meluaskan semangat tersebut. Karena sekali lagi peringatan hari Buruh Internasional kali ini merupakan momentum yang baik bagi gerakan rakyat maupun gerakan buruh secara khusus untuk memperjuangkan hak serta kepentingan social Ekonomi klas pekerja di Indonesia. Dengan mengambil semangat heroic perjuangan klas buruh di seluruh dunia pada tahun 1886 hingga 1890, dimana klas buruh dengan gigih memperjuangakan hak social ekonomi yang kemudian menuai sebuah kemenangan dengan diberlakukannya 8 jam kerja perhari dari sebelumnya 12-16 jam perhari, selain itu kemenangan lain adalah ditetapkannya tanggal 1 Mei sebagai Hari Buruh Se-Dunia.
Kelahiran Hari Buruh Internasional
Peristiwa besar yang melahirkan hari Buruh Internasional (MAY-DAY) diawali dengan adanya demonstrasi kaum buruh di Amerika Serikat pada tahun 1886, yang mengusung tuntutan pemberlakuan delapan jam kerja. Tuntutan ini terkait dengan kondisi saat itu, ketika kaum buruh dipaksa bekerja selama 12 sampai 16 jam per hari. Demonstrasi besar yang berlangsung sejak April 1886 pada awalnya didukung oleh sekitar 250 ribu buruh dan dalam jangka dua minggu dukungan membesar menjadi sekitar 350 ribu buruh. Kota Chicago adalah jantung kebangkitan gerakan pada waktu itu yang diikuti oleh sekitar 90 ribu buruh. Di New York, demonstrasi yang sama diikuti oleh sekitar 10 ribu buruh, di Detroit diikuti 11 ribu buruh. Demonstrasi pun menjalar ke berbagai kota seperti Louisville dan di Baltimore demonstrasi mempersatukan buruh berkulit putih dan hitam. Higga kemudian pada tanggal 1 Mei 1886, demonstrasi yang menjalar dari Maine ke Texas, dan dari New Jersey ke Alabama yang diikuti setengah juta buruh di negeri tersebut. Perkembangan dan meluasnya demonstrasi tersebut memancing reaksi yang juga besar dari kalangan pengusaha dan pejabat pemerintahan setempat saat itu. Melalui Chicago's Commercial Club, mengeluarkan dana sekitar US$2.000 untuk membeli peralatan senjata mesin guna menghadapi demonstrasi.
Demonstrasi damai menuntut pengurangan jam kerja itu pun berakhir dengan kerusuhan dan menelan korban. Dimana ketikan sekitar 180 polisi melakukan penghadangan terhadap para demonstran dan memerintahkan agar membubarkan diri. Provokasi terjadi ketika sebuah bom meledak di dekat barisan polisi. Polisi pun membabi-buta menembaki buruh yang berdemonstrasi. Akibatnya korban pun jatuh dari pihak buruh pada tanggal 3 Mei 1886, empat orang buruh tewas dan puluhan lainnya terluka. Dengan tuduhan terlibat dalam pemboman delapan orang aktivis buruh ditangkap dan dipenjarakan. Setelah kejadian berdarah tersebut polispuni menerapkan larangan terhadap buruh untuk melakukan demonstrasi. Namun kaum buruh tidak begitu saja menyerah. Pada tahun 1888 para buruh kembali melakukan aksi dengan mengusung tututan sama. Rangkaian demonstrasi yang terjadi pada saat itu, tidak hanya terjadi di Amerika Serikat. Bahkan menurut Rosa Luxemburg (1894), demonstrasi menuntut pengurangan jam kerja menjadi 8 jam perhari tersebut sebenarnya diinsipirasi oleh demonstrasi serupa yang terjadi sebelumnya di Australia pada tahun 1856. Tuntutan pengurangan jam kerja juga singgah di Eropa. Saat itu, gerakan buruh di Eropa tengah menguat.
Tentu saja, fenomena ini semakin mengentalkan kesatuan dalam gerakan buruh se-dunia dalam satu perjuangan. Peristiwa monumental yang menjadi puncak dari persatuan gerakan buruh dunia adalah penyelenggaraan Kongres Buruh Internasional tahun 1889. Kongres yang dihadiri ratusan delegasi dari berbagai negeri pada waktu itu kemudian memutuskan delapan jam kerja per hari menjadi tuntutan utama kaum buruh seluruh dunia. Selain itu, Kongres juga menyambut usulan delegasi buruh dari Amerika Serikat yang menyerukan pemogokan umum 1 Mei 1890 guna menuntut pengurangan jam kerja dan menjadikan tanggal 1 Mei sebagai Hari Buruh se-Dunia. Delapan jam/hari atau 40 jam/minggu (lima hari kerja) telah ditetapkan menjadi standar perburuhan internasional oleh ILO melalui Konvensi ILO no. 01 tahun 1919 dan Konvensi no. 47 tahun 1935. Khususnya untuk konvensi no. 47 tahun 1935.
Ditetapkannya konvensi tersebut merupakan suatu pengakuan Internasional yang secara tidak langsung meruspakan buah dari perjuangan kaum buruh se-dunia untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Penetapan 8 jam kerja per hari sebagai salah satu ketentuan pokok dalam hubungan industrial perburuhan adalah penanda berakhirnya bentuk-bentuk kerja-paksa dan perbudakan yang bersembunyi di balik hubungan industrial. Selain itu, perjuangan kaum buruh di AS yang kemudian diikuti oleh gelombang kebangkitan gerakan buruh di negeri-negeri lainnya, juga telah memberikan inspirasi kepada golongan klas pekerja dan rakyat tertindas lainnya untuk bangkit berlawan. Oleh karenanya, kemenangan hari buruh yang diperingati setiap tanggal 1 Mei dalam setiap tahunnya tersebut sesungguhnya juga milik seluruh rakyat tertindas di semua negeri.
Di Indonesia SATU Mei disebut juga May Day, dimana pihak pemerintah sendiri pernah mewajibkan peringatan hari tersebut melalui UU No. 1 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya UU Kerja Tahun 1948. Pasal 15 ayat 2 menyebutkan, "Pada tanggal 1 Mei, buruh dibebaskan dari kewajiban bekerja". Karena alasan politik, rijim Orde Baru kemudian melakukan larangan terhadap peringatan Hari Buruh Internasional. Waktu itu, peringatan 1 Mei selalu diidentikkan dengan tradisi gerakan radikal dan komunisme.
PERINGATAN MAY-DAY DI TENGAH KRISIS UMUM IMPERIALISME
Momentum peringatan hari buruh Internasional (Satu Mei) yang merupakan hari bersejarah dan hari kemenangan tersebut sangatlah dimungkinkan menjadi inspirasi kebangkitan gerakan bukan saja bagi klas pekerja di Indonesia, tetapi semangat kebangkitan gerakan klas pekerja dapat dipastikan akan terjadi di seluruh dunia, mengingat peringatan hari buruh Internasional tahun 2009 ini merupakan peringatan hari buruh yang teramat istimewa. Dimana peringatan hari buruh Internasional kali ini bersamaan dengan terjadinya kemrosotan penghidupan yang luar biasa secara sosial dan ekonomi akibat terjadinya krisis di tubuh Imperialisme (capital monopoli), sebagai tahapan terakhir, dan terbusuk dari kapitalisme. Krisis yang melanda induk Imperialisme (USA) telah merambat kenegara-negara Imperialis lain seperti Eropa, Jepang, Asia dan saat ini telah berdampak luar biasa terhadap Negara-Negara yang selama ini sebagai Negara jajahan atau setengah jajahannya seperti Indonesia.
Krisis umum Iperialisme kali ini bukanlah merupakan krisis yang pertama kali dialaminya, tetapi krisis kali ini merupakan krisis yang berulang-ulang dan krisis kali ini merupakan krisis yang kesekian kalinya, karena krisis dalam tubuh Imperialisme merupakan sebuah hukum atas system kapitalisme itu sendiri, krisis merupakan suatu keniscayaan terjadi dalam kapitalisme, hal ini terbukti dengan adanya periode krisis yang berkisar dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun sekali, tetapi krisis kali ini merupakan krisis umum di tubuh Imperialisme, dan tentu jauh lebih besar dan lebih hebat jika di bandingkan dengan krisis tahun 1997, bahkan krisis kali ini diperkirakan jauh lebih besar dari pada deprisi ekonomi dunia pada tahun 1929 yang memicu terjadinya perang dunia ke Dua.
Krisis dari kapitalisme adalah disebabkan oleh adanya kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi sehingga hasil produksi klas buruh merupakan barang komoditi yang sepenuhnya dikuasi oleh si-kapitalis dan inilah yang menyebabkan terbaginya dua klas dalam mayarakat yaitu klas penindas sebagai pemilik alat produksi dan klas tertindas sebagai buruh yang berproduksi, sebab lain adalah adanya anarki produksi (Produksi tanpa perhitungan) yang menyebabkan terjadinya over produksi (kelebihan produksi) yang tidak mampu di beli oleh klas pekerja. Dua hal tersebutlah yang menjadi sebab mendasar terjadinya krisis di dunia dan selama system kapitalisme berlaku dimuka bumi maka krisis akan terus menjadi momok yang menakutkan bagi keberlangsungan hidup umat manusia.
Krisis yang saat ini dialami oleh Imperialisme berawal dari terjadinya over produksi barang-barang teknologi tinggi dan persenjataan mulai akhir tahun 1990 dan awal tahun 2000. kemudian disusul dengan krisis pangan, krisis energi dan puncaknya krisis financial yang diawali dengan kridit macet perumahan di Amerika, dan jatuhnya harga saham perusahaan-perusahaan besar di bursa efek Internasional. pada situasi belakangan menjadi sebuah mimpi buruk.
Dalam waktu singkat, kondisi pasar finansial AS seperti dijungkirbalikkan dan tersapu habis. Lehman Brothers, yang merupakan perusahaan sekuritas keempat terbesar di AS dan salah satu perusahaan tertua di Wall Street, harus mengaku bangkrut. Merrill Lynch harus merelakan diri diakuisisi oleh perusahaan yang menjadi rivalnya selama ini yaitu Bank of America. Akibat situasi itu, Pemerintah AS dipaksa memberikan dana talangan untuk menyelamatkan lembaga-lembaga keuangannya dari kehancuran.
Krisis keuangan di AS yang demikian hebat ini kemudian seperti air bah yang menerjang dan memporak-porandakan sejumlah lembaga securitas, lembaga keuangan maupun lembaga kredit di berbagai negeri imperialisme yang lain. Terjangan krisis keuangan di AS ini meluas dengan cepat, sehingga lembaga sekuritas seperti Yamato di Jepang mengalami kebangkrutan total begitu juga di negeri-negeri imperialis lainnya, seperti Perancis, Itali harus menanggung beban hutang milyaran dollar AS. Sebagai missal, pemerintah Inggris pada tanggal 29 September 2008 harus mengambil alih Bradford&Bingley dan pada perkembangan selanjutnya menyiapkan dana talangan 50 miliar poundsterling (sekitar 87 miliar dollar AS). Jerman pada 3 Oktober 2008 mengucurkan 68 miliar dollar AS untuk menopang Hypo Real Estate, sementara Perancis, Belgia, Luksemburk bersama-sama berusaha menyelamatkan Dexia.
Hancurnya sector keuangan tersebut pada akhirnya juga menghantam berbagai industry dan sektor riil lainnya. Indutri otomotif, seperti General Motors, BMW, Ford, Crhysiller harus mengurangi, bahkan menghentikan produksinya, karena melemahnya pasar mobil akibat krisis yang terjadi. Sementara, perusahaan IT Yahoo harus memecat sekitar 1400 karyawannya. Bahkan beberapa industri mainan di China terpaksa mengurangi produksi serta menutup pabriknya, karena pasar dari produksi pabrik mainan ini sebelumnya sangat bergantung pada pasar di AS yang pada saat ini sedang mengalami krisis ekonomi.
Tentu saja, akibat situasi krisis ekonomi yang terjadi di AS, terlebih krisis serupa juga dialami oleh negeri-negeri Imperialisme lainnya, membawa dampak yang luar biasa dan tentu saja pihak yang paling menanggung beban atas dampak-dampak yang ditimbulkannya adalah klas buruh dan rakyat tertindas di negeri-negeri imperialisme maupun klas buruh dan rakyat tertindas di berbagai negeri jajahan, setengah jajahan dan negeri bergantung lainnya. Klas buruh dihadapkan pada ancaman upah murah, PHK, serta berbagai beban pemenuhan kebutuhan hidup yang meningkat karena inflasi. Paling tidak, saat ini sekurang-kurangnya sudah ada 5 juta orang di AS yang kehilangan pekerjaan pada sekala global, perkembangan terbaru dari jumlah pengangguran akibat krisis yang berlangsung, sedikitnya 20 juta orang harus kehilangan pekerjaannya.
Dengan demikian, pada satu sisi, krisis keuangan dan resesi ekonomi di negeri-negeri imperialisme tersebut telah menguak kebusukan dari system kapitalisme yang pada saat ini memanifestasikan dirinya dalam tingkatan terakhirnya sebagai kapitalisme monopoli yang sekarat dan yang terbukti telah menimbulkan bencana kemanusiaan yang tiada tara, yang tidak pernah kita jumpai pada tahap-tahap perkembangan masyarakat sebelumnya. Sementara disisi yang lain, klas buruh semakin mengalami peningkatan kesadarannya, karena krisis dan beban krisis yang terjadi harus ditimpakan kepada klas ini. Maka klas buruh dan rakyat di negeri-negeri Imperialisme, seperti di AS telah dan sedang memberikan pukulan-pukulan politik kepada borjuasi monopoli dalam negerinya. Keadaan tersebut tentu saja akan semakin mempertajam kontradiksi antara klas buruh dengan kapitalisme monopoli di negeri-negeri imperialisme. Kemenangan Barack “Husein” Obama atas John McCain dalam pemilihan presiden di AS baru-baru ini, merupakan salah satu wujud menajamnya pertentangan maupun perlawanan klas buruh serta rakyat tertindas lainnya di AS terhadap Rezim Bush yang menebar teror serta menimbulkan penderitaan rakyat AS secara ekonomi maupun politik. Demikian juga dengan apa yang terjadi di berbagai negeri imperialism lainnya. Klas buruh dan rakyat tertindas di negeri-negeri imperialism tersebut melancarkan berbagai bentuk aksi protes atas rencana-rencana pemerintah masing-masing negeri imperialisme dalam merumuskan langkah-langkah untuk mengatasi krisis keuangan yang dialaminya.
Krisis ekonomi dunia saat ini juga telah memicu terjadinya penajaman pertentangan diantara Negeri-Negeri Imperialisme, Karakter imperialisme yang eksploitatif, akumulatif, dan ekspansif serta kemaharakusan yang tiada bandingannya demi super profit tanpa batas merupakan sebab dari meningkatnya pertentangan diantara mereka. Namun demikian, pertentangan di antara kekuatan atau negeri imperialisme saat ini diperkirakan tidak sampai menimbulkan perang imperialism, yaitu perang antar imperialism seperti pada saat perang imperialism II. Akan tetapi telah mengambil bentuk yang lain, yaitu perang agresi oleh kekuatan imperialism dibawah pimpinan imperialism AS terhadap negeri jajahan, setengah jajahan maupun negeri bergantung lainnya. Seperti perang agresi yang terjadi terhadap Afganistan, Irak atau Falestina. Hal itu dimungkinkan karena pada saat ini, imperialism AS merupakan kekuatan yang paling berdominasi di antara negeri-negeri imperialism lainya secara ekonomi, politik dan militer semenjak berakhirnya perang imperialism II (perang dunia II).
Dengan demikian, karena krisis keuangan global saat ini telah memukul sendi-sendi perekonomian banyak negeri serta diperkirakan akan berlangsung lama, maka dapat dipastikan bahwa sistuasi tersebut akan semakin memerosotkan kualitas kehidupan seluruh klas, golongan dan rakyat tertindas lainnya di berbagai negeri jajahan, setengah jajahan maupun negeri bergantung lainnya. Keadaan ini, pulalah yang telah mendorong seluruh klas, golongan dan rakyat tertindas di berbagai negeri tersebut meningkatkan perjuangannya dalam melawan dominasi imperialiseme pimpinan AS. Perjuangan melawan imperialisme pimpinan AS itu diwujudkan dalam berbagai bentuk aksi protes menuntut hak social-ekonomi, aksi menentang perang agresi serta perjuangan pembebasan nasional demokratis yang berkobar di banyak negeri. Maka dapat dikatakan bahwa perjuangan melawan Imperialisme AS, pada saat ini semakin menduduki arti yang strategis dan pokok bagi perubahan system social negeri-negeri jajahan, setengah jajahan serta bagi system social dunia kedepan. Karenanya, pertentangan yang pokok pada skala dunia saat ini adalah pertentangan antara imperialisme pimpinan AS dengan seluruh klas buruh, rakyat dan bangsa tertindas di berbagai negeri.
Dampak Krisis umum Imperialisme Terhadap perekonomian dan Kehidupan Rakyat Indonesia
Tidak dapat lagi kita bantah bahwa krisis yang dialami oleh Amerika saat ini telah berdampak dan memporak-porandakan perekonomian Indonesia, dimana gejalanya semakin terang kita lihat dan rasakan seperti penurunan jumlah ekspor karena lesunya pasar Internasional, penutupan perusahaan, jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, tingginya inflasi dll. Dan akibat dari itu semua rakyatlah yang harus menanggung beban atas situasi tersebut, hal ini disebabkan oleh kebijakan pemerintahan saat ini justru mengorbankan rakyatnya demi menyelamatkan krisis yang dialami oleh Amerika dan melindungi pengusaha-pengusaha besar komprador (kaki tangan) Imperialisme (capital monopoli) dan para tuan tanah besar yang sejatinya kedua golongan tersebut merupakan representative Rezim SBY-Kalla hari ini. Hal ini dapat kita lihat dari kebijakan SBY-Kalla dengan mengeluarkan kebijakan stimulus 73,3 triliun yang sejatinya subsidi bagi para pengusaha besar dan sama sekali tidak dirasakan oleh Rakyat Indonesia, hal ini sangat bertolak belakang dengan kebijakan SBY-Kalla yang mencabut subsidi BBM bagi rakyat kecil ketika harga minyak dunia pada tahun 2008 yang lalu mengalami kenaikan dan dengan tidak tau malu untuk kepentingan politiknya menjelang pemilihan presiden SBY-Kalla menurunkan harga BBM, tetapi penuruan harga tersebut tidak sama sekali memberikan dampak terhadap kehidupan rakyat mengingat harga-harga kebutuhan pokok tetap saja tidak terjangkau.
Kebijakan lain yang di keluarkan oleh SBY-Kalla demi pembelaanya serta upayanya dalam melindungi pengusaha besar komprador, tuan tanah dan majikannya adalah dengan mengeluarkan PB 4 Menteri tentang penanggulangan ekonomi nasional akibat krisis global, dimana menetapkan upah buruh tahun 2009 tidak boleh melebihi pertumbuhan ekonomi yang kemudian di revisis menjadi penetapan upah tahun 2009 berdasarkan inflasi revisi ini dilakukan akibat penolakan besar-besaran dari kalangan buruh dan sebagai upaya meredam gejolak, ironisnya kita juga masih dapat tertipu oleh permainan pemerintah, tetapi yaang pasti hakekat dari kebijakan tersebut merupakan “Perampasan Upah” yang dilakukan oleh SBY-Kalla terhadab klas buruh Indonesia.
Akibat dari dikelurkannya PB 4 Menteri tersebut banyak perusahaan kemudian dengan terang-terangan tidak menaikan upah dengan cara culas mereka mengajukan penangguhan kenaikan upah tahun 2009 dan tercatat sebanyak 230 perusahaan, cara lain yang ditempuh para pengusaha agar tidak menaikan upah dengan melakukan gugatan terhadap penetapan upah seperti halnya yang terjadi di Jawa Timur. belum lagi pengusaha-pengusaha yang nakal dan diabaikan (tanpa ada pengawasan) oleh pemerintah dengan terselubung tidak menakian upah dengan alasan terkena dampak krisis tanpa mengajukan penangguhan, dimana hal ini banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang mayoritas tidak ada serikat buruh atau ada serikat buruh yang justeru mendukung perusahaan (serikat buruh kuning).
Dampak lain yang dialami oleh buruh akibat dari krisis dan kebijakan SBY-Kalla adalah semakin maraknya PHK dan tak mampu di cegah oleh pemerintah, dan ini membuktikan bahwa kebijakan PB 4 Menteri untuk mencegah PHK adalah bualan besar SBY-Kalla, justeru kenyataan yang terjadi sebaliknya, banyak perusahaan meskipun tidak terkena dampak langsung dari krisis tetap melakukan PHK dengan tujuan untuk menganti buruhnya menjadi baru dengan status kontrak dan outsourcing semakin massif terjadi di seluruh pelosok Negeri ini, ironinya pemerintah tidak pernah melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap perusahaan-perusahaan mana yang terkena dampak krisis dan perusahaan manasaja yang sesungguhnya tidak terkena dampak krisis agar tidak melakukan PHK. Padahal jika seluruh perusahaan mempekerjakan buruh dengan status kontrak maka sudah tidak ada lagi jaminan atas pekerjaan bagi seluruh rakyat Indonesia, maka disini membuktikan bahwa Rezim SBY-Kalla juga merupakan Rezim “Perampas Kerja” terlebih dalam kurun waktu awal tahun 2009 ini saja sekitar 3 juta buruh kehilangan pekerjaan. Dampak krisis umum Imperialisme dan kebijakan Rezim SBY-Kalla tidak hanya menyengsarakan kelas burhuh Indonesia, tetapi dampak yang tidak kalah hebat dirasakan dan harus ditanggung oleh kaum tani sebagai mayoritas rakyat Indonesia.
Tanah sebagai sumber penghidupan kaum tani semakin tidak dapat dimiliki oleh kaum tani, kebijakan Rezim SBY-Kalla dengan rerivisi UU Penanamam modal Asing yang salah satunya memberikan jaminan pengelolaan tanah terhadap para pengusaha besar komprador untuk melakukan perluasan perkebunan melalui perhutani maupun PTPN yang di orentasikan sebagai perkebunan pemasok bahan mentah industry Imperialis seperti sawit, karet dan lain sebagainya semakin di perpanjang hak penggunaanya hingga 90 tahun. Belum lagi kebijakan yang berdalih membuka lapangan kerja dengan membangun infra struktur yang sesungguhnya, pembangunan tersebut diperuntukkan bagi kemudahan dan kelancaran transportasi dari hasil-hasil perkebunan yang menyupali kebutuhan Indistry Imperialis dan kebijakan tersebut hanyalah pengelabuhan terhadap rakyat karena lapangan pekerjaan sangat bersifat sementara. Maka sangat terang bagi kita bahwa Rezim SBY-Kalla bukan saja Rezim “Perampas Upah dan Kerja” tetapi Rezim SBY-Kalla juga Rezim “Perampas Tanah Rakyat”
Selain klas buruh dan kaum tani, dampak krisis umum Imperilasme dan kebijakan SBY-Kalla sebagai Rezim komperadornya, masih banyak golongan dan sektor rakyat lain yang harus menanggung penderitaan, kemiskinan, akibat keserakahan dan ketamakan Imperialisme, seperti halnya pemuda dan mahasiswa, mereka bersekolah dengan biaya tingngi lebih lanjut tidak memiliki jaminan untuk mendapatkan pekerjaan selepas keluar dari bangku sekolah, kaum miskin kota yang terus-menerus harus kucing-kucingan dengan Satpol PP karena menggelar dagangannya di trotoar hanya sekedar bisa makan sehari untuk bertahan hidup, Nelayan yang harus menaklukkan ganasnya ombak dan badai dengan peralatan perahu tradisional dengan bahan bakar tak terjangkau karena pendapatanya melaut tidak dapat menutup kebutuhannya terlebih juga luput dari perhatian dan perlindungan pemerintah, buruh migrant yang dipaksa menjadi mesin devisa Negara yang rentan dengan kekerasan, pemerasan tanpa perlindungan yang memadahi oleh pemerintah. Singkatnya dalam situasi saat ini dimana imperialisme sedang mengalami krisis yang maha dasyat sepanjang sejarahnya dan sedang membutuhkan pemulihan maka beban pemulihan tersebut sepenuhnya di tumpukan kepada klas pekerja di seluruh dunia, baik klas pekerja di negrinya terlebih klas pekerja di Negri-Negri yang selama ini menjadi Negri jajahan atau setengah jajahan seperti Indonesia.
KESIMPULAN ATAS SITUASI SEKARANG
Bahwa mesin tua imperialisme saat ini semakin tidak memadai untuk menyediakan faktor-faktor ekonomi yang menjamin pertumbuhan dan kesejahteraan rakyat dunia. Krisis umum imperialisme telah semakin akut dan berpadu dengan krisis ekonomi dalam negeri (domestik). Rezim yang berkuasa hari ini adalah merupakan Rezim komperador kakitangan Imperialis yang tidak bisa mengelak dan tidak memiliki keberanian untuk tidak lagi menjadi pelayan setia imperialis.
Inflasi terus meningkat. Kenaikan harga-harga barang dan jasa juga telah mengakibatkan produktivitas dunia usaha terus merosot ke titik yang semakin rendah. Situasi krisis ekonomi nasional yang semakin parah ini tentu menjadi dasar yang sangat penting bagi propaganda kita dalam garis politik pemblejetan musuh-musuh rakyat dan memperhebat perjuangan massa.
Kebijakan Rezim SBY-Kalla sebagai komperador Imperialisme dalam menghadapi krisis finansial global justru melipat gandakan penindasannya terhadap klas buruh dengan mengeluarkan PB 4 menteri yang berkedok untuk menyelamatkan buruh agar tidak terjadi PHK. Ini adalah merupakan bukti kongkrit dan nyata bahwa Rezim hari ini memang benar-benar biadab, anti buruh, anti rakyat dan selalu setia menjadi pelayan kepentingan Imperialis.
Tidak ada syarat-syarat yang bisa menjelaskan kekuatan subyektif Rezim komprador dan tuan tanah ini mampu memperbaiki faktor-faktor pertumbuhan ekonomi nasional begitu pula dengan syarat politik. Klik-klik dalam tubuh kekuasaan saat inipun tidak terlihat adanya kekuatan politik signifikan (alternatif) bagi lahirnya kebijakan-kebijakan pro-rakyat di masa-masa mendatang. Bilamana ada beberapa elemen oportunis yang mencoba bermain dalam skala paling taktis bernama aliansi elektoral sekalipun, dihadapkan pada hitungan total jenderal ekonomi-politik nasional dewasa ini, betapa jauh panggang dari api. Ilusi politik yang sangat bias kanan ini menjadi cermin dari kekacauan berpikir atas situasi obyektif sehingga menuntun pada langkah-langkah dan orientasi politik yang menyesatkan gerakan rakyat. Maka Situasi ini semakin menjelaskan kebangkrutan reformisme dan seluruh penempuh jalan parlementer sebagai strategi utama! Tetap menempuh strategi utama parlementerisme ini hanya akan memperpanjang ilusi rakyat dan meredupkan api perjuangan massa.
Kondisi ekonomi-politik nasional dewasa ini tidak ada alternatif lain kecuali “tempalah besi selagi panas”. Oleh karena tidak ada syarat-syarat hidup damai di republik ini, maka mari terus perhebat perjuangan dan perlawanan massa! Mengolah setiap penderitaan rakyat menjadi perjuangan massa, untuk merebut hak-hak dasar hidupnya. Saat ini tidak ada jalan yang lebih pasti kecuali berjuang, berorganisasi dan terus melatih perlawanan dalam mempertahankan maupun merebut kepentingan massa rakyat itu sendiri. Dan memang sudah saatnya bagi rakyat Indonesia terutama klas buruh untuk berhenti menggadaikan nasib di tangan kelas-kelas reaksioner negeri ini.
May-Day adalah Momentum yang tepat untuk menggeloragan perjuangan massa Dibawah “PERSATUAN KLAS BURUH DAN KAUM TANI”, dan menuntut kepada Rezim SBY-Kalla Agar menghentikan :
“PEREMPASAN ATAS UPAH, KERJA DAN TANAH RAKYAT”
Mengingat tiga pokok tuntutan tersebut merupakan kepentingan mendasar bagi Klas buruh, kaum tani maupun, klas, sektor dan golongan lain. Selain itu tiga pokok issu tersebut perjuangan harus tetap di kobarkan oleh gerakan serikat buruh atau gerakan Rakyat untuk;
1. Menuntut di Hentikannya PHK dalam Bnetuk Apapun
2. Menuntut di Naikkannya Upah secara layak
3. Menolak dan menuntut Penghapusan sistem kerja kontrak dan outourcing di setiap perusahaan.
4. Menuntut penyediaan lapangan pekerjaan dengan upah layak bagi seluruh rakyat Indonesia
5. Menuntut untuk dihentikannya Kriminalisasi terhadap buruh dan Aktivis buruh serta kaum tani, yang berjuang menuntut hak-hak sosial-ekonomi dan hak-hak sipil demokratisnya. Selain itu, juga menuntut kebebasan berserikat dan berpendapat dimuka umum. Serta Bebaskan tanpa syarat kaum tani dan rakyat lainnya yang ditahan karena melakukan perjuangan atas hak-hak sosial ekonomi dan hak sipil politiknya.
6. Menuntut pendidikan gratis bagi anak-anak buruh, buruh tani dan petani miskin serta pendidian murah bagi seluruh rakyat.
7. Menuntut penghentian penggusuran terhadap para pedagang dan memberikan kebebasan kepada para pedagang dalam menjalankan aktivitas ekonominya. Demikian juga kebebasan dan kesamaan hak bagi perempuan di semua lapangan kehidupan.
8. Menuntut dicabutnya UUK No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 2 tahun 2004 tentang PPHI, RUU Jamsospek sebagai pengganti UU Jamsostek serta UU No. 39 tahun 2004 tentang PPTKILN, yang merupakan regulasi liberalisasi ekonomi dan menyengsarakan Rakyat.
9. Menuntut penghapusan segala biaya yang berlebih (overcharging) yang dibebankan kepada buruh migran Indonesia serta menuntut persamaan hak bagi buruh migran untuk dipandang sebagaimana buruh yang bekerja di sektor-sektor lain.
10. Menuntut untuk diratifikasinya konvensi PBB tahun 1990 tentang perlindungan bagi Buruh Migran Indonesia dan Keluarga dan menuntut penghapusan seluruh MOU bilateral yang telah ditandatangani Pemerintah Indonesia dengan negara-negara penerima tenagakerja Indonesia yang tidak mengindahkan perlindungan dan pengakuan hak bagi buruh migran dan keluarganya.
11. Menuntut Legalisasi tanah-tanah yang telah diolah dan dimanfaatkan oleh kaum tani, dan menuntut dikembalikannya tanah-tanah yang dirampas kepada rakyat dan kaum tani, serta berikan perlindungan dan subsidi atas hasil-hasil pertanian kaum tani dalam negeri serta dan penuhi sarana-prasarana produksi pertanian, mulai dari pupuk, obat dan benih. Selain itu, juga menuntut pelaksanaan UUPA No.5 tahun 1960 secara murni dan konsekuen serta cabut berbagai perundang-undangan yang bertentangan dengan UUPA No.5 tahun 1960 dan yang bertentangan dengan kepentingan kaum tani Indonesia.
12. Menuntut dan menolak segala bentuk privatisasi aset-aset/perusahaan-perusahaan Negara (BUMN).
13. Menuntut untuk di bangunnya Industrialisasi nasional yang kuat, mandiri dan mengabdi pada kepentingan seluruh rakyat Indonesia.
14. Menuntut dihentikannya praktek diskriminasi dan eksploitasi terhadap perempuan termasuk praktek-praktek perdagangan anak dan perempuan.
15. Menuntut untuk ditangkap, diadili dan disita seluruh harta para koruptor, termasuk menuntut para pengusaha yang melakukan pelanggaran terhadap hak-hak kaum buruh.
16. Menuntut dan menolak campurtangan IMF, WB, ADB, WTO dan lembaga-lembaga keuangan internasional lainnya terhadap kebijakan ekonomi dan politik Indonesia, termasuk menolak utang luar negeri yang telah menjadi beban rakyat.
Maka dengan ini Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) mengajak kepada seluruh anggota dan menyerukan kepada seluruh lapisan masyarakat Klas buruh, kaum tani, pemuda pelajar dan mahasiswa, kaum perempuan, para pedagang kaki lima, para pengemudi, nelayan dan seluruh Rakyat Indonesia yang rindu akan kemerdekaan dan telah muak akan ketamakan, penindasan dan penghisapan Imperialisme serta Rezim kompradornya untuk menghentikan segala aktifitas dan berbondong-bondong menuju Istana atau pusat-pusat kekuasan untuk memperingati Hari Buruh Internasional serta mendesakan secara bersama-sama agar pemerintahan hari ini memenuhi segala tuntutan Rakyat Indonesia pada; Hari Jum'at 1 Mei 2009.
Kobarkan terus semangat kita dan pertinggi kerja konsolidasi serta galang terus persatuan rakyat untuk menyongsong SATU MEI dengan gegap gempita, karena hanya ditangan kitalah perubahan akan datang. []
Klas Buruh Indonesia .....
Pemimpin Pembebasan......!!!
Kaum Tani Indonesia ......
Soko Guru Pembebasan......!!!
Pemuda, Mahasiswa........
Berjuang Bersama Rakyat...!!!
Perempuan Indonesia ......
Bangkit Melawan Penindasan...!!!
Imperialisme.....
Hancurkan....!!!
Feodalisme........
Musnahkan....!!!!
Kapitalis Birokrat.......
Musuh Rakyat...!!!
Dengan:
MEMPERKUAT PERSATUAN BURUH DAN TANI UNTUK MELAWAN SBY-JK REZIM PERAMPAS UPAH, KERJA DAN TANAH.
oleh ;
Tim Materi Panitia Nasional Peringatan Hari Buruh Se_Duni (May Day0 1 Mei 2009 GSBI.
Salam juang
Tidak lama lagi, klas buruh diseluruh dunia akan memperingati peristiwa penting dalam tonggak perjuangan buruh, yaitu Hari Buruh Internasional (May Day) yang jatuh pada setiap tanggal 1 Mei.
Hampir seluruh klas pekerja di dunia akan merayakan peristiwa ini dengan penuh gegap gempita untuk menyuarakan dan memperjuangkan hak-hak sosial ekonomi maupun hak sipil politiknya, peringatan yang gegap gempita dengan gelora perjuangan juga akan terjadi di Indonesia dan hal ini telah menjadi tradisi yang sacral penuh makna dilakukan oleh klas buruh Indonesia serta klas pekerja lainnya seperti kaum tani, kaum miskin kota, pemuda dan mahasiswa, kaum perempuan dan lain sebagainya.
Peringatan Hari Buruh Internasional tahun 2009 ini, memiliki makna yang teramat istimewa jika dibandingkan dengan perayaan tahun-tahun sebelumnya. Terlebih di Indonesia, dimana hari yang bersejarah tersebut bertepatan dengan situasi dunia dalam keadaan krisis ekonomi disatu sisi dan disisi lain para borjuasi (pemilik alat produksi) Indonesia sedang menggelar pesta yang menghamburkan uang Rakyat demi perebutan kekuasaan (Pemilu), inilah keistimewaan yang terkandung dalam peringatan May-Day tahun ini. Keistimewaan yang terkandung tersebut merupakan momentum yang baik bagi kebangkitan dan perkembangan gerakan Rakyat di Indonesia, takterkecuali bagi GSBI, sebagai satu Gerakan serikat buruh yang militant, patriotis, dan demokratis. Maka itu peringatan Hari Buruh Internasional kali ini telah ditetapkan oleh GSBI sebagai puncak kampanye Massa (perjuangan Massa).
Penempatan puncak kampanye massa oleh GSBI bukanlah dimaknakan sebuah akhir dari perjuangan Massa yang dilakukan oleh GSBI, tetapi puncak kampanye massa ini diartikan sebagai berikut;
Pertama; Merupakan puncak bagi GSBI untuk mengambil momentum May-Day untuk melancarkan dan memperhebat perjuangan massa, dimana peringatan May-Day tahun ini, bertepatan dengan semakin menghebatnya penderitaan dan kemiskinan yang dialami oleh Rakyat Indonesia, sebagai akibat dari semakin menghebatnya penindasan dan penghisapan yang dilakukan oleh Imperialisme dan para borjuis najis Negri ini sebagai kaki tanganya. Dimana hal ini disebabkan Imperialisme telah semakin tua, usang dan busuk akibat dari krisis yang terus menerus menjangkiti dan semakin kronis saja. Maka kepentingan perjuangan massa harus dilacarkan sebagai upaya untuk meringankan beban penderitaan klas pekerja Indonesia disatu sisi dan disisi lain sebagai upaya untuk memperlemah dominasi Imperialisme yang di dukung penuh oleh para borjuis di Indonesia untuk selanjutnya menendang dan mengusirnya jauh dari bumi pertiwi tercinta ini.
Kedua; Merupakan puncak bagi GSBI mengambil momentum pada tahun ini, untuk dijadikan ajang melatih para pimpinan, kader maupun anggotanya dalam hal memperdalam teori dan praktek perjuangan.
Ketiga; Merupakan puncak mengambil momentum bagi GSBI untuk membangun dan memperkuat persatuan dengan klas, sektor, dan golongan lain dengan mendasarkan pada persatuan antara klas buruh dan kaum tani dengan didukung oleh sektor, golongan lain yang saat ini juga mengalami penindasan dan penghisapan seperti pemuda dan mahasiswa, kaum miskin kota, kaum perempuan, nalayan, dan lain sebagainya.
Keempat; Merupakan puncak bagi GSBI untuk mengambil momentum dalam meluaskan pengaruh politik dan organisasi dengan melakukan pemblejetan terhadap Rezim SBY-Kalla sebagai Rezim boneka Imperialis dan Rezim anti rakyat, karena telah melakukan perampasan “UPAH, KERJA dan TANAH RAKYAT”
Dengan mendasarkan pada empat hal tersebut diatas, maka untuk itu sudah sepatutnya suluruh pimpinan, kader dan anggota GSBI maupun seluruh rakyat pekerja untuk mempersiapkan peringatan May-Day tahun ini tidak hanya sekedar melakukan peringatan seremonial semata, tetapi haruslah memperingatinya dengan penuh semangat dan gelora perjuangan serta meluaskan semangat tersebut. Karena sekali lagi peringatan hari Buruh Internasional kali ini merupakan momentum yang baik bagi gerakan rakyat maupun gerakan buruh secara khusus untuk memperjuangkan hak serta kepentingan social Ekonomi klas pekerja di Indonesia. Dengan mengambil semangat heroic perjuangan klas buruh di seluruh dunia pada tahun 1886 hingga 1890, dimana klas buruh dengan gigih memperjuangakan hak social ekonomi yang kemudian menuai sebuah kemenangan dengan diberlakukannya 8 jam kerja perhari dari sebelumnya 12-16 jam perhari, selain itu kemenangan lain adalah ditetapkannya tanggal 1 Mei sebagai Hari Buruh Se-Dunia.
Kelahiran Hari Buruh Internasional
Peristiwa besar yang melahirkan hari Buruh Internasional (MAY-DAY) diawali dengan adanya demonstrasi kaum buruh di Amerika Serikat pada tahun 1886, yang mengusung tuntutan pemberlakuan delapan jam kerja. Tuntutan ini terkait dengan kondisi saat itu, ketika kaum buruh dipaksa bekerja selama 12 sampai 16 jam per hari. Demonstrasi besar yang berlangsung sejak April 1886 pada awalnya didukung oleh sekitar 250 ribu buruh dan dalam jangka dua minggu dukungan membesar menjadi sekitar 350 ribu buruh. Kota Chicago adalah jantung kebangkitan gerakan pada waktu itu yang diikuti oleh sekitar 90 ribu buruh. Di New York, demonstrasi yang sama diikuti oleh sekitar 10 ribu buruh, di Detroit diikuti 11 ribu buruh. Demonstrasi pun menjalar ke berbagai kota seperti Louisville dan di Baltimore demonstrasi mempersatukan buruh berkulit putih dan hitam. Higga kemudian pada tanggal 1 Mei 1886, demonstrasi yang menjalar dari Maine ke Texas, dan dari New Jersey ke Alabama yang diikuti setengah juta buruh di negeri tersebut. Perkembangan dan meluasnya demonstrasi tersebut memancing reaksi yang juga besar dari kalangan pengusaha dan pejabat pemerintahan setempat saat itu. Melalui Chicago's Commercial Club, mengeluarkan dana sekitar US$2.000 untuk membeli peralatan senjata mesin guna menghadapi demonstrasi.
Demonstrasi damai menuntut pengurangan jam kerja itu pun berakhir dengan kerusuhan dan menelan korban. Dimana ketikan sekitar 180 polisi melakukan penghadangan terhadap para demonstran dan memerintahkan agar membubarkan diri. Provokasi terjadi ketika sebuah bom meledak di dekat barisan polisi. Polisi pun membabi-buta menembaki buruh yang berdemonstrasi. Akibatnya korban pun jatuh dari pihak buruh pada tanggal 3 Mei 1886, empat orang buruh tewas dan puluhan lainnya terluka. Dengan tuduhan terlibat dalam pemboman delapan orang aktivis buruh ditangkap dan dipenjarakan. Setelah kejadian berdarah tersebut polispuni menerapkan larangan terhadap buruh untuk melakukan demonstrasi. Namun kaum buruh tidak begitu saja menyerah. Pada tahun 1888 para buruh kembali melakukan aksi dengan mengusung tututan sama. Rangkaian demonstrasi yang terjadi pada saat itu, tidak hanya terjadi di Amerika Serikat. Bahkan menurut Rosa Luxemburg (1894), demonstrasi menuntut pengurangan jam kerja menjadi 8 jam perhari tersebut sebenarnya diinsipirasi oleh demonstrasi serupa yang terjadi sebelumnya di Australia pada tahun 1856. Tuntutan pengurangan jam kerja juga singgah di Eropa. Saat itu, gerakan buruh di Eropa tengah menguat.
Tentu saja, fenomena ini semakin mengentalkan kesatuan dalam gerakan buruh se-dunia dalam satu perjuangan. Peristiwa monumental yang menjadi puncak dari persatuan gerakan buruh dunia adalah penyelenggaraan Kongres Buruh Internasional tahun 1889. Kongres yang dihadiri ratusan delegasi dari berbagai negeri pada waktu itu kemudian memutuskan delapan jam kerja per hari menjadi tuntutan utama kaum buruh seluruh dunia. Selain itu, Kongres juga menyambut usulan delegasi buruh dari Amerika Serikat yang menyerukan pemogokan umum 1 Mei 1890 guna menuntut pengurangan jam kerja dan menjadikan tanggal 1 Mei sebagai Hari Buruh se-Dunia. Delapan jam/hari atau 40 jam/minggu (lima hari kerja) telah ditetapkan menjadi standar perburuhan internasional oleh ILO melalui Konvensi ILO no. 01 tahun 1919 dan Konvensi no. 47 tahun 1935. Khususnya untuk konvensi no. 47 tahun 1935.
Ditetapkannya konvensi tersebut merupakan suatu pengakuan Internasional yang secara tidak langsung meruspakan buah dari perjuangan kaum buruh se-dunia untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Penetapan 8 jam kerja per hari sebagai salah satu ketentuan pokok dalam hubungan industrial perburuhan adalah penanda berakhirnya bentuk-bentuk kerja-paksa dan perbudakan yang bersembunyi di balik hubungan industrial. Selain itu, perjuangan kaum buruh di AS yang kemudian diikuti oleh gelombang kebangkitan gerakan buruh di negeri-negeri lainnya, juga telah memberikan inspirasi kepada golongan klas pekerja dan rakyat tertindas lainnya untuk bangkit berlawan. Oleh karenanya, kemenangan hari buruh yang diperingati setiap tanggal 1 Mei dalam setiap tahunnya tersebut sesungguhnya juga milik seluruh rakyat tertindas di semua negeri.
Di Indonesia SATU Mei disebut juga May Day, dimana pihak pemerintah sendiri pernah mewajibkan peringatan hari tersebut melalui UU No. 1 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya UU Kerja Tahun 1948. Pasal 15 ayat 2 menyebutkan, "Pada tanggal 1 Mei, buruh dibebaskan dari kewajiban bekerja". Karena alasan politik, rijim Orde Baru kemudian melakukan larangan terhadap peringatan Hari Buruh Internasional. Waktu itu, peringatan 1 Mei selalu diidentikkan dengan tradisi gerakan radikal dan komunisme.
PERINGATAN MAY-DAY DI TENGAH KRISIS UMUM IMPERIALISME
Momentum peringatan hari buruh Internasional (Satu Mei) yang merupakan hari bersejarah dan hari kemenangan tersebut sangatlah dimungkinkan menjadi inspirasi kebangkitan gerakan bukan saja bagi klas pekerja di Indonesia, tetapi semangat kebangkitan gerakan klas pekerja dapat dipastikan akan terjadi di seluruh dunia, mengingat peringatan hari buruh Internasional tahun 2009 ini merupakan peringatan hari buruh yang teramat istimewa. Dimana peringatan hari buruh Internasional kali ini bersamaan dengan terjadinya kemrosotan penghidupan yang luar biasa secara sosial dan ekonomi akibat terjadinya krisis di tubuh Imperialisme (capital monopoli), sebagai tahapan terakhir, dan terbusuk dari kapitalisme. Krisis yang melanda induk Imperialisme (USA) telah merambat kenegara-negara Imperialis lain seperti Eropa, Jepang, Asia dan saat ini telah berdampak luar biasa terhadap Negara-Negara yang selama ini sebagai Negara jajahan atau setengah jajahannya seperti Indonesia.
Krisis umum Iperialisme kali ini bukanlah merupakan krisis yang pertama kali dialaminya, tetapi krisis kali ini merupakan krisis yang berulang-ulang dan krisis kali ini merupakan krisis yang kesekian kalinya, karena krisis dalam tubuh Imperialisme merupakan sebuah hukum atas system kapitalisme itu sendiri, krisis merupakan suatu keniscayaan terjadi dalam kapitalisme, hal ini terbukti dengan adanya periode krisis yang berkisar dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun sekali, tetapi krisis kali ini merupakan krisis umum di tubuh Imperialisme, dan tentu jauh lebih besar dan lebih hebat jika di bandingkan dengan krisis tahun 1997, bahkan krisis kali ini diperkirakan jauh lebih besar dari pada deprisi ekonomi dunia pada tahun 1929 yang memicu terjadinya perang dunia ke Dua.
Krisis dari kapitalisme adalah disebabkan oleh adanya kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi sehingga hasil produksi klas buruh merupakan barang komoditi yang sepenuhnya dikuasi oleh si-kapitalis dan inilah yang menyebabkan terbaginya dua klas dalam mayarakat yaitu klas penindas sebagai pemilik alat produksi dan klas tertindas sebagai buruh yang berproduksi, sebab lain adalah adanya anarki produksi (Produksi tanpa perhitungan) yang menyebabkan terjadinya over produksi (kelebihan produksi) yang tidak mampu di beli oleh klas pekerja. Dua hal tersebutlah yang menjadi sebab mendasar terjadinya krisis di dunia dan selama system kapitalisme berlaku dimuka bumi maka krisis akan terus menjadi momok yang menakutkan bagi keberlangsungan hidup umat manusia.
Krisis yang saat ini dialami oleh Imperialisme berawal dari terjadinya over produksi barang-barang teknologi tinggi dan persenjataan mulai akhir tahun 1990 dan awal tahun 2000. kemudian disusul dengan krisis pangan, krisis energi dan puncaknya krisis financial yang diawali dengan kridit macet perumahan di Amerika, dan jatuhnya harga saham perusahaan-perusahaan besar di bursa efek Internasional. pada situasi belakangan menjadi sebuah mimpi buruk.
Dalam waktu singkat, kondisi pasar finansial AS seperti dijungkirbalikkan dan tersapu habis. Lehman Brothers, yang merupakan perusahaan sekuritas keempat terbesar di AS dan salah satu perusahaan tertua di Wall Street, harus mengaku bangkrut. Merrill Lynch harus merelakan diri diakuisisi oleh perusahaan yang menjadi rivalnya selama ini yaitu Bank of America. Akibat situasi itu, Pemerintah AS dipaksa memberikan dana talangan untuk menyelamatkan lembaga-lembaga keuangannya dari kehancuran.
Krisis keuangan di AS yang demikian hebat ini kemudian seperti air bah yang menerjang dan memporak-porandakan sejumlah lembaga securitas, lembaga keuangan maupun lembaga kredit di berbagai negeri imperialisme yang lain. Terjangan krisis keuangan di AS ini meluas dengan cepat, sehingga lembaga sekuritas seperti Yamato di Jepang mengalami kebangkrutan total begitu juga di negeri-negeri imperialis lainnya, seperti Perancis, Itali harus menanggung beban hutang milyaran dollar AS. Sebagai missal, pemerintah Inggris pada tanggal 29 September 2008 harus mengambil alih Bradford&Bingley dan pada perkembangan selanjutnya menyiapkan dana talangan 50 miliar poundsterling (sekitar 87 miliar dollar AS). Jerman pada 3 Oktober 2008 mengucurkan 68 miliar dollar AS untuk menopang Hypo Real Estate, sementara Perancis, Belgia, Luksemburk bersama-sama berusaha menyelamatkan Dexia.
Hancurnya sector keuangan tersebut pada akhirnya juga menghantam berbagai industry dan sektor riil lainnya. Indutri otomotif, seperti General Motors, BMW, Ford, Crhysiller harus mengurangi, bahkan menghentikan produksinya, karena melemahnya pasar mobil akibat krisis yang terjadi. Sementara, perusahaan IT Yahoo harus memecat sekitar 1400 karyawannya. Bahkan beberapa industri mainan di China terpaksa mengurangi produksi serta menutup pabriknya, karena pasar dari produksi pabrik mainan ini sebelumnya sangat bergantung pada pasar di AS yang pada saat ini sedang mengalami krisis ekonomi.
Tentu saja, akibat situasi krisis ekonomi yang terjadi di AS, terlebih krisis serupa juga dialami oleh negeri-negeri Imperialisme lainnya, membawa dampak yang luar biasa dan tentu saja pihak yang paling menanggung beban atas dampak-dampak yang ditimbulkannya adalah klas buruh dan rakyat tertindas di negeri-negeri imperialisme maupun klas buruh dan rakyat tertindas di berbagai negeri jajahan, setengah jajahan dan negeri bergantung lainnya. Klas buruh dihadapkan pada ancaman upah murah, PHK, serta berbagai beban pemenuhan kebutuhan hidup yang meningkat karena inflasi. Paling tidak, saat ini sekurang-kurangnya sudah ada 5 juta orang di AS yang kehilangan pekerjaan pada sekala global, perkembangan terbaru dari jumlah pengangguran akibat krisis yang berlangsung, sedikitnya 20 juta orang harus kehilangan pekerjaannya.
Dengan demikian, pada satu sisi, krisis keuangan dan resesi ekonomi di negeri-negeri imperialisme tersebut telah menguak kebusukan dari system kapitalisme yang pada saat ini memanifestasikan dirinya dalam tingkatan terakhirnya sebagai kapitalisme monopoli yang sekarat dan yang terbukti telah menimbulkan bencana kemanusiaan yang tiada tara, yang tidak pernah kita jumpai pada tahap-tahap perkembangan masyarakat sebelumnya. Sementara disisi yang lain, klas buruh semakin mengalami peningkatan kesadarannya, karena krisis dan beban krisis yang terjadi harus ditimpakan kepada klas ini. Maka klas buruh dan rakyat di negeri-negeri Imperialisme, seperti di AS telah dan sedang memberikan pukulan-pukulan politik kepada borjuasi monopoli dalam negerinya. Keadaan tersebut tentu saja akan semakin mempertajam kontradiksi antara klas buruh dengan kapitalisme monopoli di negeri-negeri imperialisme. Kemenangan Barack “Husein” Obama atas John McCain dalam pemilihan presiden di AS baru-baru ini, merupakan salah satu wujud menajamnya pertentangan maupun perlawanan klas buruh serta rakyat tertindas lainnya di AS terhadap Rezim Bush yang menebar teror serta menimbulkan penderitaan rakyat AS secara ekonomi maupun politik. Demikian juga dengan apa yang terjadi di berbagai negeri imperialism lainnya. Klas buruh dan rakyat tertindas di negeri-negeri imperialism tersebut melancarkan berbagai bentuk aksi protes atas rencana-rencana pemerintah masing-masing negeri imperialisme dalam merumuskan langkah-langkah untuk mengatasi krisis keuangan yang dialaminya.
Krisis ekonomi dunia saat ini juga telah memicu terjadinya penajaman pertentangan diantara Negeri-Negeri Imperialisme, Karakter imperialisme yang eksploitatif, akumulatif, dan ekspansif serta kemaharakusan yang tiada bandingannya demi super profit tanpa batas merupakan sebab dari meningkatnya pertentangan diantara mereka. Namun demikian, pertentangan di antara kekuatan atau negeri imperialisme saat ini diperkirakan tidak sampai menimbulkan perang imperialism, yaitu perang antar imperialism seperti pada saat perang imperialism II. Akan tetapi telah mengambil bentuk yang lain, yaitu perang agresi oleh kekuatan imperialism dibawah pimpinan imperialism AS terhadap negeri jajahan, setengah jajahan maupun negeri bergantung lainnya. Seperti perang agresi yang terjadi terhadap Afganistan, Irak atau Falestina. Hal itu dimungkinkan karena pada saat ini, imperialism AS merupakan kekuatan yang paling berdominasi di antara negeri-negeri imperialism lainya secara ekonomi, politik dan militer semenjak berakhirnya perang imperialism II (perang dunia II).
Dengan demikian, karena krisis keuangan global saat ini telah memukul sendi-sendi perekonomian banyak negeri serta diperkirakan akan berlangsung lama, maka dapat dipastikan bahwa sistuasi tersebut akan semakin memerosotkan kualitas kehidupan seluruh klas, golongan dan rakyat tertindas lainnya di berbagai negeri jajahan, setengah jajahan maupun negeri bergantung lainnya. Keadaan ini, pulalah yang telah mendorong seluruh klas, golongan dan rakyat tertindas di berbagai negeri tersebut meningkatkan perjuangannya dalam melawan dominasi imperialiseme pimpinan AS. Perjuangan melawan imperialisme pimpinan AS itu diwujudkan dalam berbagai bentuk aksi protes menuntut hak social-ekonomi, aksi menentang perang agresi serta perjuangan pembebasan nasional demokratis yang berkobar di banyak negeri. Maka dapat dikatakan bahwa perjuangan melawan Imperialisme AS, pada saat ini semakin menduduki arti yang strategis dan pokok bagi perubahan system social negeri-negeri jajahan, setengah jajahan serta bagi system social dunia kedepan. Karenanya, pertentangan yang pokok pada skala dunia saat ini adalah pertentangan antara imperialisme pimpinan AS dengan seluruh klas buruh, rakyat dan bangsa tertindas di berbagai negeri.
Dampak Krisis umum Imperialisme Terhadap perekonomian dan Kehidupan Rakyat Indonesia
Tidak dapat lagi kita bantah bahwa krisis yang dialami oleh Amerika saat ini telah berdampak dan memporak-porandakan perekonomian Indonesia, dimana gejalanya semakin terang kita lihat dan rasakan seperti penurunan jumlah ekspor karena lesunya pasar Internasional, penutupan perusahaan, jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, tingginya inflasi dll. Dan akibat dari itu semua rakyatlah yang harus menanggung beban atas situasi tersebut, hal ini disebabkan oleh kebijakan pemerintahan saat ini justru mengorbankan rakyatnya demi menyelamatkan krisis yang dialami oleh Amerika dan melindungi pengusaha-pengusaha besar komprador (kaki tangan) Imperialisme (capital monopoli) dan para tuan tanah besar yang sejatinya kedua golongan tersebut merupakan representative Rezim SBY-Kalla hari ini. Hal ini dapat kita lihat dari kebijakan SBY-Kalla dengan mengeluarkan kebijakan stimulus 73,3 triliun yang sejatinya subsidi bagi para pengusaha besar dan sama sekali tidak dirasakan oleh Rakyat Indonesia, hal ini sangat bertolak belakang dengan kebijakan SBY-Kalla yang mencabut subsidi BBM bagi rakyat kecil ketika harga minyak dunia pada tahun 2008 yang lalu mengalami kenaikan dan dengan tidak tau malu untuk kepentingan politiknya menjelang pemilihan presiden SBY-Kalla menurunkan harga BBM, tetapi penuruan harga tersebut tidak sama sekali memberikan dampak terhadap kehidupan rakyat mengingat harga-harga kebutuhan pokok tetap saja tidak terjangkau.
Kebijakan lain yang di keluarkan oleh SBY-Kalla demi pembelaanya serta upayanya dalam melindungi pengusaha besar komprador, tuan tanah dan majikannya adalah dengan mengeluarkan PB 4 Menteri tentang penanggulangan ekonomi nasional akibat krisis global, dimana menetapkan upah buruh tahun 2009 tidak boleh melebihi pertumbuhan ekonomi yang kemudian di revisis menjadi penetapan upah tahun 2009 berdasarkan inflasi revisi ini dilakukan akibat penolakan besar-besaran dari kalangan buruh dan sebagai upaya meredam gejolak, ironisnya kita juga masih dapat tertipu oleh permainan pemerintah, tetapi yaang pasti hakekat dari kebijakan tersebut merupakan “Perampasan Upah” yang dilakukan oleh SBY-Kalla terhadab klas buruh Indonesia.
Akibat dari dikelurkannya PB 4 Menteri tersebut banyak perusahaan kemudian dengan terang-terangan tidak menaikan upah dengan cara culas mereka mengajukan penangguhan kenaikan upah tahun 2009 dan tercatat sebanyak 230 perusahaan, cara lain yang ditempuh para pengusaha agar tidak menaikan upah dengan melakukan gugatan terhadap penetapan upah seperti halnya yang terjadi di Jawa Timur. belum lagi pengusaha-pengusaha yang nakal dan diabaikan (tanpa ada pengawasan) oleh pemerintah dengan terselubung tidak menakian upah dengan alasan terkena dampak krisis tanpa mengajukan penangguhan, dimana hal ini banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang mayoritas tidak ada serikat buruh atau ada serikat buruh yang justeru mendukung perusahaan (serikat buruh kuning).
Dampak lain yang dialami oleh buruh akibat dari krisis dan kebijakan SBY-Kalla adalah semakin maraknya PHK dan tak mampu di cegah oleh pemerintah, dan ini membuktikan bahwa kebijakan PB 4 Menteri untuk mencegah PHK adalah bualan besar SBY-Kalla, justeru kenyataan yang terjadi sebaliknya, banyak perusahaan meskipun tidak terkena dampak langsung dari krisis tetap melakukan PHK dengan tujuan untuk menganti buruhnya menjadi baru dengan status kontrak dan outsourcing semakin massif terjadi di seluruh pelosok Negeri ini, ironinya pemerintah tidak pernah melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap perusahaan-perusahaan mana yang terkena dampak krisis dan perusahaan manasaja yang sesungguhnya tidak terkena dampak krisis agar tidak melakukan PHK. Padahal jika seluruh perusahaan mempekerjakan buruh dengan status kontrak maka sudah tidak ada lagi jaminan atas pekerjaan bagi seluruh rakyat Indonesia, maka disini membuktikan bahwa Rezim SBY-Kalla juga merupakan Rezim “Perampas Kerja” terlebih dalam kurun waktu awal tahun 2009 ini saja sekitar 3 juta buruh kehilangan pekerjaan. Dampak krisis umum Imperialisme dan kebijakan Rezim SBY-Kalla tidak hanya menyengsarakan kelas burhuh Indonesia, tetapi dampak yang tidak kalah hebat dirasakan dan harus ditanggung oleh kaum tani sebagai mayoritas rakyat Indonesia.
Tanah sebagai sumber penghidupan kaum tani semakin tidak dapat dimiliki oleh kaum tani, kebijakan Rezim SBY-Kalla dengan rerivisi UU Penanamam modal Asing yang salah satunya memberikan jaminan pengelolaan tanah terhadap para pengusaha besar komprador untuk melakukan perluasan perkebunan melalui perhutani maupun PTPN yang di orentasikan sebagai perkebunan pemasok bahan mentah industry Imperialis seperti sawit, karet dan lain sebagainya semakin di perpanjang hak penggunaanya hingga 90 tahun. Belum lagi kebijakan yang berdalih membuka lapangan kerja dengan membangun infra struktur yang sesungguhnya, pembangunan tersebut diperuntukkan bagi kemudahan dan kelancaran transportasi dari hasil-hasil perkebunan yang menyupali kebutuhan Indistry Imperialis dan kebijakan tersebut hanyalah pengelabuhan terhadap rakyat karena lapangan pekerjaan sangat bersifat sementara. Maka sangat terang bagi kita bahwa Rezim SBY-Kalla bukan saja Rezim “Perampas Upah dan Kerja” tetapi Rezim SBY-Kalla juga Rezim “Perampas Tanah Rakyat”
Selain klas buruh dan kaum tani, dampak krisis umum Imperilasme dan kebijakan SBY-Kalla sebagai Rezim komperadornya, masih banyak golongan dan sektor rakyat lain yang harus menanggung penderitaan, kemiskinan, akibat keserakahan dan ketamakan Imperialisme, seperti halnya pemuda dan mahasiswa, mereka bersekolah dengan biaya tingngi lebih lanjut tidak memiliki jaminan untuk mendapatkan pekerjaan selepas keluar dari bangku sekolah, kaum miskin kota yang terus-menerus harus kucing-kucingan dengan Satpol PP karena menggelar dagangannya di trotoar hanya sekedar bisa makan sehari untuk bertahan hidup, Nelayan yang harus menaklukkan ganasnya ombak dan badai dengan peralatan perahu tradisional dengan bahan bakar tak terjangkau karena pendapatanya melaut tidak dapat menutup kebutuhannya terlebih juga luput dari perhatian dan perlindungan pemerintah, buruh migrant yang dipaksa menjadi mesin devisa Negara yang rentan dengan kekerasan, pemerasan tanpa perlindungan yang memadahi oleh pemerintah. Singkatnya dalam situasi saat ini dimana imperialisme sedang mengalami krisis yang maha dasyat sepanjang sejarahnya dan sedang membutuhkan pemulihan maka beban pemulihan tersebut sepenuhnya di tumpukan kepada klas pekerja di seluruh dunia, baik klas pekerja di negrinya terlebih klas pekerja di Negri-Negri yang selama ini menjadi Negri jajahan atau setengah jajahan seperti Indonesia.
KESIMPULAN ATAS SITUASI SEKARANG
Bahwa mesin tua imperialisme saat ini semakin tidak memadai untuk menyediakan faktor-faktor ekonomi yang menjamin pertumbuhan dan kesejahteraan rakyat dunia. Krisis umum imperialisme telah semakin akut dan berpadu dengan krisis ekonomi dalam negeri (domestik). Rezim yang berkuasa hari ini adalah merupakan Rezim komperador kakitangan Imperialis yang tidak bisa mengelak dan tidak memiliki keberanian untuk tidak lagi menjadi pelayan setia imperialis.
Inflasi terus meningkat. Kenaikan harga-harga barang dan jasa juga telah mengakibatkan produktivitas dunia usaha terus merosot ke titik yang semakin rendah. Situasi krisis ekonomi nasional yang semakin parah ini tentu menjadi dasar yang sangat penting bagi propaganda kita dalam garis politik pemblejetan musuh-musuh rakyat dan memperhebat perjuangan massa.
Kebijakan Rezim SBY-Kalla sebagai komperador Imperialisme dalam menghadapi krisis finansial global justru melipat gandakan penindasannya terhadap klas buruh dengan mengeluarkan PB 4 menteri yang berkedok untuk menyelamatkan buruh agar tidak terjadi PHK. Ini adalah merupakan bukti kongkrit dan nyata bahwa Rezim hari ini memang benar-benar biadab, anti buruh, anti rakyat dan selalu setia menjadi pelayan kepentingan Imperialis.
Tidak ada syarat-syarat yang bisa menjelaskan kekuatan subyektif Rezim komprador dan tuan tanah ini mampu memperbaiki faktor-faktor pertumbuhan ekonomi nasional begitu pula dengan syarat politik. Klik-klik dalam tubuh kekuasaan saat inipun tidak terlihat adanya kekuatan politik signifikan (alternatif) bagi lahirnya kebijakan-kebijakan pro-rakyat di masa-masa mendatang. Bilamana ada beberapa elemen oportunis yang mencoba bermain dalam skala paling taktis bernama aliansi elektoral sekalipun, dihadapkan pada hitungan total jenderal ekonomi-politik nasional dewasa ini, betapa jauh panggang dari api. Ilusi politik yang sangat bias kanan ini menjadi cermin dari kekacauan berpikir atas situasi obyektif sehingga menuntun pada langkah-langkah dan orientasi politik yang menyesatkan gerakan rakyat. Maka Situasi ini semakin menjelaskan kebangkrutan reformisme dan seluruh penempuh jalan parlementer sebagai strategi utama! Tetap menempuh strategi utama parlementerisme ini hanya akan memperpanjang ilusi rakyat dan meredupkan api perjuangan massa.
Kondisi ekonomi-politik nasional dewasa ini tidak ada alternatif lain kecuali “tempalah besi selagi panas”. Oleh karena tidak ada syarat-syarat hidup damai di republik ini, maka mari terus perhebat perjuangan dan perlawanan massa! Mengolah setiap penderitaan rakyat menjadi perjuangan massa, untuk merebut hak-hak dasar hidupnya. Saat ini tidak ada jalan yang lebih pasti kecuali berjuang, berorganisasi dan terus melatih perlawanan dalam mempertahankan maupun merebut kepentingan massa rakyat itu sendiri. Dan memang sudah saatnya bagi rakyat Indonesia terutama klas buruh untuk berhenti menggadaikan nasib di tangan kelas-kelas reaksioner negeri ini.
May-Day adalah Momentum yang tepat untuk menggeloragan perjuangan massa Dibawah “PERSATUAN KLAS BURUH DAN KAUM TANI”, dan menuntut kepada Rezim SBY-Kalla Agar menghentikan :
“PEREMPASAN ATAS UPAH, KERJA DAN TANAH RAKYAT”
Mengingat tiga pokok tuntutan tersebut merupakan kepentingan mendasar bagi Klas buruh, kaum tani maupun, klas, sektor dan golongan lain. Selain itu tiga pokok issu tersebut perjuangan harus tetap di kobarkan oleh gerakan serikat buruh atau gerakan Rakyat untuk;
1. Menuntut di Hentikannya PHK dalam Bnetuk Apapun
2. Menuntut di Naikkannya Upah secara layak
3. Menolak dan menuntut Penghapusan sistem kerja kontrak dan outourcing di setiap perusahaan.
4. Menuntut penyediaan lapangan pekerjaan dengan upah layak bagi seluruh rakyat Indonesia
5. Menuntut untuk dihentikannya Kriminalisasi terhadap buruh dan Aktivis buruh serta kaum tani, yang berjuang menuntut hak-hak sosial-ekonomi dan hak-hak sipil demokratisnya. Selain itu, juga menuntut kebebasan berserikat dan berpendapat dimuka umum. Serta Bebaskan tanpa syarat kaum tani dan rakyat lainnya yang ditahan karena melakukan perjuangan atas hak-hak sosial ekonomi dan hak sipil politiknya.
6. Menuntut pendidikan gratis bagi anak-anak buruh, buruh tani dan petani miskin serta pendidian murah bagi seluruh rakyat.
7. Menuntut penghentian penggusuran terhadap para pedagang dan memberikan kebebasan kepada para pedagang dalam menjalankan aktivitas ekonominya. Demikian juga kebebasan dan kesamaan hak bagi perempuan di semua lapangan kehidupan.
8. Menuntut dicabutnya UUK No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 2 tahun 2004 tentang PPHI, RUU Jamsospek sebagai pengganti UU Jamsostek serta UU No. 39 tahun 2004 tentang PPTKILN, yang merupakan regulasi liberalisasi ekonomi dan menyengsarakan Rakyat.
9. Menuntut penghapusan segala biaya yang berlebih (overcharging) yang dibebankan kepada buruh migran Indonesia serta menuntut persamaan hak bagi buruh migran untuk dipandang sebagaimana buruh yang bekerja di sektor-sektor lain.
10. Menuntut untuk diratifikasinya konvensi PBB tahun 1990 tentang perlindungan bagi Buruh Migran Indonesia dan Keluarga dan menuntut penghapusan seluruh MOU bilateral yang telah ditandatangani Pemerintah Indonesia dengan negara-negara penerima tenagakerja Indonesia yang tidak mengindahkan perlindungan dan pengakuan hak bagi buruh migran dan keluarganya.
11. Menuntut Legalisasi tanah-tanah yang telah diolah dan dimanfaatkan oleh kaum tani, dan menuntut dikembalikannya tanah-tanah yang dirampas kepada rakyat dan kaum tani, serta berikan perlindungan dan subsidi atas hasil-hasil pertanian kaum tani dalam negeri serta dan penuhi sarana-prasarana produksi pertanian, mulai dari pupuk, obat dan benih. Selain itu, juga menuntut pelaksanaan UUPA No.5 tahun 1960 secara murni dan konsekuen serta cabut berbagai perundang-undangan yang bertentangan dengan UUPA No.5 tahun 1960 dan yang bertentangan dengan kepentingan kaum tani Indonesia.
12. Menuntut dan menolak segala bentuk privatisasi aset-aset/perusahaan-perusahaan Negara (BUMN).
13. Menuntut untuk di bangunnya Industrialisasi nasional yang kuat, mandiri dan mengabdi pada kepentingan seluruh rakyat Indonesia.
14. Menuntut dihentikannya praktek diskriminasi dan eksploitasi terhadap perempuan termasuk praktek-praktek perdagangan anak dan perempuan.
15. Menuntut untuk ditangkap, diadili dan disita seluruh harta para koruptor, termasuk menuntut para pengusaha yang melakukan pelanggaran terhadap hak-hak kaum buruh.
16. Menuntut dan menolak campurtangan IMF, WB, ADB, WTO dan lembaga-lembaga keuangan internasional lainnya terhadap kebijakan ekonomi dan politik Indonesia, termasuk menolak utang luar negeri yang telah menjadi beban rakyat.
Maka dengan ini Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) mengajak kepada seluruh anggota dan menyerukan kepada seluruh lapisan masyarakat Klas buruh, kaum tani, pemuda pelajar dan mahasiswa, kaum perempuan, para pedagang kaki lima, para pengemudi, nelayan dan seluruh Rakyat Indonesia yang rindu akan kemerdekaan dan telah muak akan ketamakan, penindasan dan penghisapan Imperialisme serta Rezim kompradornya untuk menghentikan segala aktifitas dan berbondong-bondong menuju Istana atau pusat-pusat kekuasan untuk memperingati Hari Buruh Internasional serta mendesakan secara bersama-sama agar pemerintahan hari ini memenuhi segala tuntutan Rakyat Indonesia pada; Hari Jum'at 1 Mei 2009.
Kobarkan terus semangat kita dan pertinggi kerja konsolidasi serta galang terus persatuan rakyat untuk menyongsong SATU MEI dengan gegap gempita, karena hanya ditangan kitalah perubahan akan datang. []
Klas Buruh Indonesia .....
Pemimpin Pembebasan......!!!
Kaum Tani Indonesia ......
Soko Guru Pembebasan......!!!
Pemuda, Mahasiswa........
Berjuang Bersama Rakyat...!!!
Perempuan Indonesia ......
Bangkit Melawan Penindasan...!!!
Imperialisme.....
Hancurkan....!!!
Feodalisme........
Musnahkan....!!!!
Kapitalis Birokrat.......
Musuh Rakyat...!!!