Eks Buruh Minta Eksekusi Putusan PHI
Eks Buruh Minta Eksekusi Putusan PHI E ks buruh PT Nilaco Permai Palembang yang menggelar aksi pekan lalu di Gedung Pemprov Sumsel, kini mem...
https://www.infogsbi.or.id/2009/06/eks-buruh-minta-eksekusi-putusan-phi.html?m=0
Eks Buruh Minta Eksekusi Putusan PHI
Eks buruh PT Nilaco Permai Palembang yang menggelar aksi pekan lalu di Gedung Pemprov Sumsel, kini meminta dilakukannya eksekusi putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) atas nasib mereka.
Senin (22/6) ini, mereka akan memasukkan daftar eksekusi ke Pengadilan Negeri (PN) Palembang. Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palembang Eti Gustina menegaskan, komitmen Pemprov Sumsel menyangkut soal mediasi antara perusahaan dengan buruh yang di PHK, melalui Disnaker memang merupakan kewajiban yang harus dijalankan.
“Kita (LBH Palembang) akan mengajukan langsung (daftar eksekusi) kepada Ketua Pengadilan Tinggi Palembang, agar eksekusi putusan PHI dapat segera dilaksanakan,” ujarnya kepada Seputar Indonesia (SI), di Kantor LBH Palembang kemarin Eti mengungkapkan, hal-hal yang melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan menyangkut pesangon kepada buruh-buruh yang di PHK tersebut mengalami proses panjang, sehingga buruh-buruh yang di PHK sangat dirugikan dalam persoalan tersebut.
Untuk itulah, lanjut Eti, LBH Palembang yang mendampingi para eks buruh Eks buruh PT Nilaco Permai Palembang dan PT Pelita Jaya Pegayut Banyuasin terus mendampingi penyelesaian hukum atas perkara tersebut. “Sampai hari ini mereka (buruh yang di PHK) rata-rata belum mendapatkan pekerjaan. Tentu memakan biaya tak sedikit dalam mengurusi masalah tersebut, sedangkan mereka tak ada pendapatan lagi. Selain itu, sebanyak 84 orang buruh masih bertahan memperjuangkan haknya dan ratusan buruh lainnya terpaksa mundur karena tak ada biaya lagi,”tukasnya.
Eti menyebutkan, PT Nilaco Permai selaku perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan biji plastik berdomisili di Palembang, sengaja menutup usaha karena alasan kesulitan keuangan. Sedangkan PT Pelita Jaya Pegayut di Banyuasin, perusahaan bergerak di bidang pengolahan kayu, sudah sejak 2008 menghentikan produksi karena kehabisan modal. Kebijakan dua perusahaan inilah yang membuat sebagian buruh di-PHK massal,dan diduga perusahaan tak memenuhi kewajiban para buruh pasca PHK.
Dalam perjalanannya, berbagai aksi massa dilakukan oleh eks buruh. Bahkan, dilakukan mediasi oleh Disnaker Kota dan dianjurkan agar perusahaan memberikan hak-hak buruh yang di PHK. “Namun,ternyata dalam perjalanannya perusahaan masih saja belum memenuhi hak-hak buruh sesuai peraturan. Sehingga kembali kita lakukan gugatan ke PHI dan ditelurkannya putusan, dimana isinya sama persis dengan pihak Disnaker, agar perusahaan memberikan hak-hak buruh yang di- PHK tersebut.
Karena persoalan terus berlanjut,dan mediasi sudah jalan setengah tahun lebih, maka kita meminta Pemprov Sumsel untuk ikut peduli terhadap persoalan perburuhan ini,”tekannya. Selanjutnya, setelah keluarnya putusan atas gugatan di PHI pada Mei 2009 lalu, para buruh yang didampingi LBH Palembang tersebut akan mengajukan Daftar Eksekusi ke PN.“Artinya,sesuai dengan putusan, maka perusahaan tidak boleh main-main. Putusan harus dilaksanakan. Apalagi, PT Nilaco Permai harus membayarkan hak buruh sebesar Rp1,2 miliar.
Apalagi, kita perkirakan (proses pembayaran hak buruh) memakan waktu yang lama dan benar-benar merugikan buruh,”ungkapnya. Khusus nsib 111 buruh PT Nilaco Permai yang di PHK,lanjut Eti, nasib para buruh yang di PHK masih terkatung-katung. Apalagi,sampai saat ini pimpinan perusahaan tidak diketahui keberadaannya, dan hanya meninggalkan aset yang sudah diagunkan ke Bank Mandiri dan Bank Buana Palembang, sebagai jaminan pinjaman utang. Berbagai upaya seperti perundingan, mediasi,aksi massa aliansi, hingga lewat Pengadilan sudah dilakukan para buruh, tapi masih saja pesangon para buruh belum diterima.
Padahal, sesuai keputusan dari Disnaker Banyuasin agar PT Pelita Jaya Pegayut,perusahan harus membayar hak buruh sebesar Rp1,6 miliar. Selain itu, terkait PHK yang dialami 68 buruh PT Pelita Jaya Pegayut pada 2008, diketahui kalau perusahaan juga tak menyetorkan dana Jamsostek yang dipotong dari gaji para buruh,yang nilainya mencapai puluhan juta.
Malah, salah seorang buruh (pengurus Serikat Pekerja) malah ditahan dengan tuduhan penggelapan. “Padahal yang seharusnya ditahan kan pihak perusahaan yang jelas tak menyetorkan Jamsostek, itu baru namanya penggelapan. Kita mendesak agar perkara itu juga ditindaklanjuti secara tegas,”kata Eti. Seperti diketahui, dalam aksi yang sempat digelar di Kantor Gubernur Sumsel pada Senin (15/6) lalu,para buruh yang tergabung dalam Aliansi Perjuangan Kaum Buruh telah menuntut kedua perusahaan memenuhi hak buruh berupa pesangon,uang penghargaan masa kerja serta uang pengganti hak sesuai aturan yang berlaku.
Mereka juga mendesak Gubernur Sumsel H Alex Noerdin,berperan aktif dalam menyikapi kasus perburuhan termasuk perkara yang sudah masuk ke Polda Sumsel, mengenai indikasi penggelapan Dana Jamsostek untuk program jaminan hari tua para buruh yang dipekerjakan. Pada saat itu,Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sumsel Sapri HN menyatakan kepada para demontsran untuk melindungi nasib para buruh.
Kepala Disnakertrans Sumsel juga menyatakan akan berkoordinasi kepada Disnaker Banyuasin dan Palembang,guna menanyakan sejauh mana proses mediasi yang dilakukan. “Kalau ada hal-hal yang melanggar UU ketenagakerjaan, maka segera diproses sesuai aturan melalui PHI,”ujar Sapri waktu itu. (retno palupi)
Sumber :Seputar Indoensia, Sunday, 21 June 2009
Eks buruh PT Nilaco Permai Palembang yang menggelar aksi pekan lalu di Gedung Pemprov Sumsel, kini meminta dilakukannya eksekusi putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) atas nasib mereka.
Senin (22/6) ini, mereka akan memasukkan daftar eksekusi ke Pengadilan Negeri (PN) Palembang. Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palembang Eti Gustina menegaskan, komitmen Pemprov Sumsel menyangkut soal mediasi antara perusahaan dengan buruh yang di PHK, melalui Disnaker memang merupakan kewajiban yang harus dijalankan.
“Kita (LBH Palembang) akan mengajukan langsung (daftar eksekusi) kepada Ketua Pengadilan Tinggi Palembang, agar eksekusi putusan PHI dapat segera dilaksanakan,” ujarnya kepada Seputar Indonesia (SI), di Kantor LBH Palembang kemarin Eti mengungkapkan, hal-hal yang melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan menyangkut pesangon kepada buruh-buruh yang di PHK tersebut mengalami proses panjang, sehingga buruh-buruh yang di PHK sangat dirugikan dalam persoalan tersebut.
Untuk itulah, lanjut Eti, LBH Palembang yang mendampingi para eks buruh Eks buruh PT Nilaco Permai Palembang dan PT Pelita Jaya Pegayut Banyuasin terus mendampingi penyelesaian hukum atas perkara tersebut. “Sampai hari ini mereka (buruh yang di PHK) rata-rata belum mendapatkan pekerjaan. Tentu memakan biaya tak sedikit dalam mengurusi masalah tersebut, sedangkan mereka tak ada pendapatan lagi. Selain itu, sebanyak 84 orang buruh masih bertahan memperjuangkan haknya dan ratusan buruh lainnya terpaksa mundur karena tak ada biaya lagi,”tukasnya.
Eti menyebutkan, PT Nilaco Permai selaku perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan biji plastik berdomisili di Palembang, sengaja menutup usaha karena alasan kesulitan keuangan. Sedangkan PT Pelita Jaya Pegayut di Banyuasin, perusahaan bergerak di bidang pengolahan kayu, sudah sejak 2008 menghentikan produksi karena kehabisan modal. Kebijakan dua perusahaan inilah yang membuat sebagian buruh di-PHK massal,dan diduga perusahaan tak memenuhi kewajiban para buruh pasca PHK.
Dalam perjalanannya, berbagai aksi massa dilakukan oleh eks buruh. Bahkan, dilakukan mediasi oleh Disnaker Kota dan dianjurkan agar perusahaan memberikan hak-hak buruh yang di PHK. “Namun,ternyata dalam perjalanannya perusahaan masih saja belum memenuhi hak-hak buruh sesuai peraturan. Sehingga kembali kita lakukan gugatan ke PHI dan ditelurkannya putusan, dimana isinya sama persis dengan pihak Disnaker, agar perusahaan memberikan hak-hak buruh yang di- PHK tersebut.
Karena persoalan terus berlanjut,dan mediasi sudah jalan setengah tahun lebih, maka kita meminta Pemprov Sumsel untuk ikut peduli terhadap persoalan perburuhan ini,”tekannya. Selanjutnya, setelah keluarnya putusan atas gugatan di PHI pada Mei 2009 lalu, para buruh yang didampingi LBH Palembang tersebut akan mengajukan Daftar Eksekusi ke PN.“Artinya,sesuai dengan putusan, maka perusahaan tidak boleh main-main. Putusan harus dilaksanakan. Apalagi, PT Nilaco Permai harus membayarkan hak buruh sebesar Rp1,2 miliar.
Apalagi, kita perkirakan (proses pembayaran hak buruh) memakan waktu yang lama dan benar-benar merugikan buruh,”ungkapnya. Khusus nsib 111 buruh PT Nilaco Permai yang di PHK,lanjut Eti, nasib para buruh yang di PHK masih terkatung-katung. Apalagi,sampai saat ini pimpinan perusahaan tidak diketahui keberadaannya, dan hanya meninggalkan aset yang sudah diagunkan ke Bank Mandiri dan Bank Buana Palembang, sebagai jaminan pinjaman utang. Berbagai upaya seperti perundingan, mediasi,aksi massa aliansi, hingga lewat Pengadilan sudah dilakukan para buruh, tapi masih saja pesangon para buruh belum diterima.
Padahal, sesuai keputusan dari Disnaker Banyuasin agar PT Pelita Jaya Pegayut,perusahan harus membayar hak buruh sebesar Rp1,6 miliar. Selain itu, terkait PHK yang dialami 68 buruh PT Pelita Jaya Pegayut pada 2008, diketahui kalau perusahaan juga tak menyetorkan dana Jamsostek yang dipotong dari gaji para buruh,yang nilainya mencapai puluhan juta.
Malah, salah seorang buruh (pengurus Serikat Pekerja) malah ditahan dengan tuduhan penggelapan. “Padahal yang seharusnya ditahan kan pihak perusahaan yang jelas tak menyetorkan Jamsostek, itu baru namanya penggelapan. Kita mendesak agar perkara itu juga ditindaklanjuti secara tegas,”kata Eti. Seperti diketahui, dalam aksi yang sempat digelar di Kantor Gubernur Sumsel pada Senin (15/6) lalu,para buruh yang tergabung dalam Aliansi Perjuangan Kaum Buruh telah menuntut kedua perusahaan memenuhi hak buruh berupa pesangon,uang penghargaan masa kerja serta uang pengganti hak sesuai aturan yang berlaku.
Mereka juga mendesak Gubernur Sumsel H Alex Noerdin,berperan aktif dalam menyikapi kasus perburuhan termasuk perkara yang sudah masuk ke Polda Sumsel, mengenai indikasi penggelapan Dana Jamsostek untuk program jaminan hari tua para buruh yang dipekerjakan. Pada saat itu,Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sumsel Sapri HN menyatakan kepada para demontsran untuk melindungi nasib para buruh.
Kepala Disnakertrans Sumsel juga menyatakan akan berkoordinasi kepada Disnaker Banyuasin dan Palembang,guna menanyakan sejauh mana proses mediasi yang dilakukan. “Kalau ada hal-hal yang melanggar UU ketenagakerjaan, maka segera diproses sesuai aturan melalui PHI,”ujar Sapri waktu itu. (retno palupi)
Sumber :Seputar Indoensia, Sunday, 21 June 2009