Pernyataan Sikap GSBI dan Dukungan Solidaritas Perjuangan bagi Buruh Migran di Hong Kong Menolak di Keluarkan nya PRT Asing dari SMW/RUU-UM
No : 565-SK/DPP.GSBI/JKT/VI/JKT/09 Lamp : -- Hal : Pernyataan Sikap GSBI dan Dukungan Solidaritas Perjuangan bagi Buruh Migran di Hong Ko...
https://www.infogsbi.or.id/2009/06/pernyataan-sikap-gsbi-dan-dukungan.html?m=0
No : 565-SK/DPP.GSBI/JKT/VI/JKT/09
Lamp : --
Hal :
Pernyataan Sikap GSBI dan Dukungan Solidaritas Perjuangan bagi Buruh Migran di Hong Kong Menolak di Keluarkan nya PRT Asing dari SMW/RUU-UM.
Mengeluarkan PRT dari RUU Upah Minimum adalah Tindakan Diskriminatif, Bentuk Nyata Perampasan atas Upah dan Kerja serta Mengukuhkan Politik Upah Murah Pemerintah HongKong.
Salam solidaritas dan salam perjuangan,
Rabu, 24/6/2009 sore hari Pemerintah Hongkong secara resmi mengumumkan terkait soal Statutory Minimum Wage (SMW)/ Rancangan Undang-Undang Upah Minimum (RUU UM) dimana pemerintah Hong Kong melalui Labor Advisory Body (LAB) bersikap untuk mengeluarkan pekerja rumah tangga asing (PRT Asing) dari RUU-UM ini. Alasan yang di sampaikan pemerintah kenapa Pekerja rumah tangga asing dikecualikan atau dikeluarkan dari SMW/RUU-UM ini karena kesulitan dalam tingkat praktek, dalam hal pengawasan dan penerapan.
Sebagaimana siaran perss Indonesia Migran Worker Union (IMWU) pada Rabu, 24 Juni 2009 mengatakan dengan dikeluarkannya pekerja rumah tangga asing (PRT Asing) dari RUU ini sangat merugikan posisi pekerja rumah tangga asing yang saat ini jumlahnya Kurang lebih mencapai 248.000 orang, yang kondisinya sangat termajinalkan, upahnya sangat rendah, akibat kebijakan ini pekerja rumah tangga akan semakin terpinggirkan dan terdiskriminasi. Kebijakan ini jelas mengurangi upah, keuntungan, dan perlindungan bagi pekerja rumah tangga, terutama PRT asing. Kebijakan ini juga adalah bentuk nyata praktek pemerintah yang diskriminatif “membeda-bedakan” serta bentuk pelanggaran atas hak serta perampasan atas nilai kerja PRT asing, hal demikian menunjukan politik upah murah pemerintah Hong Kong dan Keputusan pemerintah ini adalah bentuk pengingkaran terhadap kerja dan kontribusi pekerja rumah tangga asing kepada masyarakat Hong Kong selama ini.
Kebijakan ini tentu sangatlah tidak popular dan tidak pro rakyat, dimana lahir di tengah Resesi ekonomi dunia, dimana buruh di Asia tak terkecuali di Hong Kong, sebagai bagian terbesar kekuatan buruh global, menjadi pihak yang paling menderita akibat resesi ekonomi “ Pada saat ini, jutaan buruh dari berbagai sector di Asia telah mengalami PHK, ratusan ribu buruh migrant dari seluruh Asia juga telah mengalami deportasi ke Negara asalnya masing-masing, dengan menyimpan banyak masalah, cerita tragis dan memilukan.
Sekilas tentang SMW/RUU-UM
Buruknya kondisi kerja kaum buruh, panjangnya jam kerja kaum buruh, tingginya biaya kebutuhan hidup di Hong Kong tidak sebanding dengan tingkat atau jumlah upah yang diterima oleh kaum buruh di Hong Kong terlebih di tengah krisis ekonomi global saat ini. Tuntutan “naikan upah kaum buruh” yang selama ini dituntut oleh kaum buruh di Hong Kong (termasuk gerakan buruh migran Indonesia) berhasil menekan pemerintahan Hong Kong untuk membuat Rancangan Undang-Undang Upah Minimum atau yang sering kali kita dengar dengan istilah Statutory Minimum Wage.
SMW/RUU-UM adalah sebuah rancangan undang-undang yang mengatur persoalan tingkat/jumlah upah minimum yang akan diberlakukan bagi seluruh kaum buruh di Hong Kong. SMW/RUU-UM ini bermaksud untuk mengatasi “kemiskinan kerja” yang dialami kaum buruh di Hong Kong. Dengan memberikan perlindungan minimum, terutama pada persoalan jumlah upah, kepada kaum buruh yang posisinya sangat rentan di Hong Kong, yaitu kelompok buruh yang tidak mempunyai jaminan penghasilan dan upahnya rendah. Selain jam kerja yang panjang dan banyak jenis tugas yang harus dilakukan. Tukang bersih-bersih dan pekerja rumah tangga-baik itu lokal maupun asing, termasuk dalam kelompok buruh yang rentan dan berpenghasilan rendah ini.
Selama ini pemerintah Hong Kong tidak mempunyai peraturan tentang upah minimum yang berlaku bagi seluruh kaum buruh di Hong Kong. Selama ini pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan jenis pekerjaan. Sebagai contoh: aturan yang mengatur dan menetapkan soal jumlah upah yang di terima oleh buruh migran dan pekerja rumah tangga asing ditetapkan dalam peraturan yang di sebut Minimum Allowable Wage (MAW) yang berlaku secara khusus. Saat ini MAW untuk seluruh pekerja rumah tangga asing adalah HK$ 3580 (sejak 10 juli 2008). Demikian untuk jenis pekerjaan lainnya mereka punya aturannya sendiri.
Sikap dan Dukungan Organisasi GSBI
Atas dikeluarkannya kebijakan tersebut, saat ini kaum buruh migrant/pekerja rumah tangga asing, gerakan organisasi/asosiasi-asosiasi Buruh Migrant di Hongkong baik yang dari Indonesia, Philipina, India, Thailand, Nepal, Srilanka, Pakistan dllnya bersatu dengan kaum buruh dan serikat buruh setempat (HongKong) sedang berjuang menolak kebijakan pemerintah Hongkong “yang mengeluarkan pekerja rumah tangga asing (PRT Asing) dari SMW/RUU-UM”.
Adapun tuntutan gerakan buruh migran kepada pemerintah Hong Kong adalah:
1. Satu undang-undang upah minimum untuk seluruh kaum buruh di Hong Kong, tanpa mengecualikan PRT baik lokal maupun asing;
2. Jaminan perlindungan dan pemberlakuan SMW bagi seluruh PRT di Hong Kong, termasuk yang lokal dan asing, baik yang live in maupun live out;
3. Menetapkan upah layak dan adil bagi seluruh kaum buruh di Hong Kong, tanpa terkecuali PRT asing maupun lokal, Tingkat upah minimum tidak boleh lebih rendah dari jumlah upah minimum tertinggi yang pernah di terima oleh PRT;
4. Pelibatan serikat buruh didalam pembuatan UU maupun kebijakan yang berkaitan dengan buruh;
5. Menjamin proses demokratik dan konsultasi kepada kaum buruh dalam penyusunan UU dan kebijakan soal perburuhan;
6. Amandemen seluruh UU yang mendiskriminasikan buruh migran di Hong Kong.
Maka atas perjuangan dan tuntutan-tuntutan tersebut, kami dari Gabungan Serikat Buruh Independen-GSBI (Federation of Independent Trade Union), yaitu salah satu organisasi Gabungan Serikat Buruh di Indonesia yang menghimpun kaum buruh dari berbagai sector industry baik itu milik pemerintah ataupun swasta, menyatakan sikap; Bahwa kami (GSBI) selaku sesame serikat buruh sepenuhnya mendukung dan ambil bagian atas perjuangan yang sedang dilakukan oleh gerakan buruh migrant di Hongkong dan juga kaum buruh setempat (Hong Kong) untuk menuntut hak dan perlakukan adil serta melindungi diri dari tindakan diskriminasi dan perampasan hak azasinya.
Untuk itu, kiranya pemerintah Hong Kong untuk dapat mempertimbangkan guna segera memenuhi segala tuntutan kaum buruh migrant diatas, dan bersikap adil tanpa diskriminasi dengan menghormati dan menjalankan prinsip-prinsip Deklarasi Umum Hak Azasi manusia (DUHAM) serta untuk konsisten menjalnkan komitmen pemerintahan Hong Kong sendiri di hadapan dunia internasional tentang penegakan konvensi ILO tentang Hak Pekerja dan prinsip “Decent Work” atau pekerjaan secara layak.
Selanjutnya, Atas masalah-masalah ini, khsususnya dengan di keluarkan dan di resmikannya SMW/RUU-UM dimana PRT Asing di keluarkan dari SMW/RUU-UM ini, kami juga menuntut dan mendesak Pemerintahan Indonesia, terutama Konsulat Jenderal RI di Hongkong untuk:
1. Mengambil sikap pro aktif, guna menghentikan perlakuan diskriminatif yang dilakukan oleh pemerintahan Hong Kong terhadap buruh migran Indonesia;
2. Mengeluarkan sikap terkait Statutory Minimum Wage/RUU-Upah minimum yang mengeluarkan PRT asing, termasuk di dalamnya PRT asing asal Indonesia.
Melalui ini surat ini juga kami (GSBI) menyerukan kepada seluruh Buruh Migran khususnya pekerja rumah tangga (BMI) dari Indonesia dan juga PRT Asing lainnya yang berada di Hong Kong, serikat buruh/asosiasi-asosiasi buruh migrant yang ada di Hong Kong untuk terus memperkuat persatuan diantara sesama kaum buruh migrant dan juga memper-erat serta memperkuat aliansi dengan serikat buruh/gerakan buruh dan gerakan rakyat setempat (Hong Kong) untuk terus mendesakkan tuntutan dan melancarkan aksi-aksi yang solid serta militant. Karena hanya dengan perjuangan massa lah kemenangan serta perlindungan dan kesejahteraan BMI akan di raih.
Kepada seluruh buruh migrant, serikat buruh/asosiasi-asosiasi buruh migrant serta kaum buruh dan organisasi/serikat-serikat buruh, organisasi rakyat lainnya di seluruh dunia untuk juga ambil bagian dan mendukung atas perjuangan yang sedang dilancarkan oleh kaum buruh migrant di Hong Kong. Karena dukungan dan solidaritas nyata atas perjuangan ini tentu sangat berarti besar bagi kemenangan perjuangan yang sedang di lancarkan para buruh migrant di Hongkong saat ini.
Demikian pernyataan sikap dan surat dukungan Solidaritas perjuangan ini kami sampaikan, kepada para pihak terkait mohon untuk di tindak lanjutan secara seksama.
Atas perhatiannya di sampaikan terimakasih.
Jakarta, 26 Juni 2009
Hormat kami,
Dewan Pimpinan Pusat
Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI)
Rudy HB Daman
Ketua Umum
Emelia Yanti MD Siahaan
Sekretaris Jenderal
Lamp : --
Hal :
Pernyataan Sikap GSBI dan Dukungan Solidaritas Perjuangan bagi Buruh Migran di Hong Kong Menolak di Keluarkan nya PRT Asing dari SMW/RUU-UM.
Mengeluarkan PRT dari RUU Upah Minimum adalah Tindakan Diskriminatif, Bentuk Nyata Perampasan atas Upah dan Kerja serta Mengukuhkan Politik Upah Murah Pemerintah HongKong.
Salam solidaritas dan salam perjuangan,
Rabu, 24/6/2009 sore hari Pemerintah Hongkong secara resmi mengumumkan terkait soal Statutory Minimum Wage (SMW)/ Rancangan Undang-Undang Upah Minimum (RUU UM) dimana pemerintah Hong Kong melalui Labor Advisory Body (LAB) bersikap untuk mengeluarkan pekerja rumah tangga asing (PRT Asing) dari RUU-UM ini. Alasan yang di sampaikan pemerintah kenapa Pekerja rumah tangga asing dikecualikan atau dikeluarkan dari SMW/RUU-UM ini karena kesulitan dalam tingkat praktek, dalam hal pengawasan dan penerapan.
Sebagaimana siaran perss Indonesia Migran Worker Union (IMWU) pada Rabu, 24 Juni 2009 mengatakan dengan dikeluarkannya pekerja rumah tangga asing (PRT Asing) dari RUU ini sangat merugikan posisi pekerja rumah tangga asing yang saat ini jumlahnya Kurang lebih mencapai 248.000 orang, yang kondisinya sangat termajinalkan, upahnya sangat rendah, akibat kebijakan ini pekerja rumah tangga akan semakin terpinggirkan dan terdiskriminasi. Kebijakan ini jelas mengurangi upah, keuntungan, dan perlindungan bagi pekerja rumah tangga, terutama PRT asing. Kebijakan ini juga adalah bentuk nyata praktek pemerintah yang diskriminatif “membeda-bedakan” serta bentuk pelanggaran atas hak serta perampasan atas nilai kerja PRT asing, hal demikian menunjukan politik upah murah pemerintah Hong Kong dan Keputusan pemerintah ini adalah bentuk pengingkaran terhadap kerja dan kontribusi pekerja rumah tangga asing kepada masyarakat Hong Kong selama ini.
Kebijakan ini tentu sangatlah tidak popular dan tidak pro rakyat, dimana lahir di tengah Resesi ekonomi dunia, dimana buruh di Asia tak terkecuali di Hong Kong, sebagai bagian terbesar kekuatan buruh global, menjadi pihak yang paling menderita akibat resesi ekonomi “ Pada saat ini, jutaan buruh dari berbagai sector di Asia telah mengalami PHK, ratusan ribu buruh migrant dari seluruh Asia juga telah mengalami deportasi ke Negara asalnya masing-masing, dengan menyimpan banyak masalah, cerita tragis dan memilukan.
Sekilas tentang SMW/RUU-UM
Buruknya kondisi kerja kaum buruh, panjangnya jam kerja kaum buruh, tingginya biaya kebutuhan hidup di Hong Kong tidak sebanding dengan tingkat atau jumlah upah yang diterima oleh kaum buruh di Hong Kong terlebih di tengah krisis ekonomi global saat ini. Tuntutan “naikan upah kaum buruh” yang selama ini dituntut oleh kaum buruh di Hong Kong (termasuk gerakan buruh migran Indonesia) berhasil menekan pemerintahan Hong Kong untuk membuat Rancangan Undang-Undang Upah Minimum atau yang sering kali kita dengar dengan istilah Statutory Minimum Wage.
SMW/RUU-UM adalah sebuah rancangan undang-undang yang mengatur persoalan tingkat/jumlah upah minimum yang akan diberlakukan bagi seluruh kaum buruh di Hong Kong. SMW/RUU-UM ini bermaksud untuk mengatasi “kemiskinan kerja” yang dialami kaum buruh di Hong Kong. Dengan memberikan perlindungan minimum, terutama pada persoalan jumlah upah, kepada kaum buruh yang posisinya sangat rentan di Hong Kong, yaitu kelompok buruh yang tidak mempunyai jaminan penghasilan dan upahnya rendah. Selain jam kerja yang panjang dan banyak jenis tugas yang harus dilakukan. Tukang bersih-bersih dan pekerja rumah tangga-baik itu lokal maupun asing, termasuk dalam kelompok buruh yang rentan dan berpenghasilan rendah ini.
Selama ini pemerintah Hong Kong tidak mempunyai peraturan tentang upah minimum yang berlaku bagi seluruh kaum buruh di Hong Kong. Selama ini pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan jenis pekerjaan. Sebagai contoh: aturan yang mengatur dan menetapkan soal jumlah upah yang di terima oleh buruh migran dan pekerja rumah tangga asing ditetapkan dalam peraturan yang di sebut Minimum Allowable Wage (MAW) yang berlaku secara khusus. Saat ini MAW untuk seluruh pekerja rumah tangga asing adalah HK$ 3580 (sejak 10 juli 2008). Demikian untuk jenis pekerjaan lainnya mereka punya aturannya sendiri.
Sikap dan Dukungan Organisasi GSBI
Atas dikeluarkannya kebijakan tersebut, saat ini kaum buruh migrant/pekerja rumah tangga asing, gerakan organisasi/asosiasi-asosiasi Buruh Migrant di Hongkong baik yang dari Indonesia, Philipina, India, Thailand, Nepal, Srilanka, Pakistan dllnya bersatu dengan kaum buruh dan serikat buruh setempat (HongKong) sedang berjuang menolak kebijakan pemerintah Hongkong “yang mengeluarkan pekerja rumah tangga asing (PRT Asing) dari SMW/RUU-UM”.
Adapun tuntutan gerakan buruh migran kepada pemerintah Hong Kong adalah:
1. Satu undang-undang upah minimum untuk seluruh kaum buruh di Hong Kong, tanpa mengecualikan PRT baik lokal maupun asing;
2. Jaminan perlindungan dan pemberlakuan SMW bagi seluruh PRT di Hong Kong, termasuk yang lokal dan asing, baik yang live in maupun live out;
3. Menetapkan upah layak dan adil bagi seluruh kaum buruh di Hong Kong, tanpa terkecuali PRT asing maupun lokal, Tingkat upah minimum tidak boleh lebih rendah dari jumlah upah minimum tertinggi yang pernah di terima oleh PRT;
4. Pelibatan serikat buruh didalam pembuatan UU maupun kebijakan yang berkaitan dengan buruh;
5. Menjamin proses demokratik dan konsultasi kepada kaum buruh dalam penyusunan UU dan kebijakan soal perburuhan;
6. Amandemen seluruh UU yang mendiskriminasikan buruh migran di Hong Kong.
Maka atas perjuangan dan tuntutan-tuntutan tersebut, kami dari Gabungan Serikat Buruh Independen-GSBI (Federation of Independent Trade Union), yaitu salah satu organisasi Gabungan Serikat Buruh di Indonesia yang menghimpun kaum buruh dari berbagai sector industry baik itu milik pemerintah ataupun swasta, menyatakan sikap; Bahwa kami (GSBI) selaku sesame serikat buruh sepenuhnya mendukung dan ambil bagian atas perjuangan yang sedang dilakukan oleh gerakan buruh migrant di Hongkong dan juga kaum buruh setempat (Hong Kong) untuk menuntut hak dan perlakukan adil serta melindungi diri dari tindakan diskriminasi dan perampasan hak azasinya.
Untuk itu, kiranya pemerintah Hong Kong untuk dapat mempertimbangkan guna segera memenuhi segala tuntutan kaum buruh migrant diatas, dan bersikap adil tanpa diskriminasi dengan menghormati dan menjalankan prinsip-prinsip Deklarasi Umum Hak Azasi manusia (DUHAM) serta untuk konsisten menjalnkan komitmen pemerintahan Hong Kong sendiri di hadapan dunia internasional tentang penegakan konvensi ILO tentang Hak Pekerja dan prinsip “Decent Work” atau pekerjaan secara layak.
Selanjutnya, Atas masalah-masalah ini, khsususnya dengan di keluarkan dan di resmikannya SMW/RUU-UM dimana PRT Asing di keluarkan dari SMW/RUU-UM ini, kami juga menuntut dan mendesak Pemerintahan Indonesia, terutama Konsulat Jenderal RI di Hongkong untuk:
1. Mengambil sikap pro aktif, guna menghentikan perlakuan diskriminatif yang dilakukan oleh pemerintahan Hong Kong terhadap buruh migran Indonesia;
2. Mengeluarkan sikap terkait Statutory Minimum Wage/RUU-Upah minimum yang mengeluarkan PRT asing, termasuk di dalamnya PRT asing asal Indonesia.
Melalui ini surat ini juga kami (GSBI) menyerukan kepada seluruh Buruh Migran khususnya pekerja rumah tangga (BMI) dari Indonesia dan juga PRT Asing lainnya yang berada di Hong Kong, serikat buruh/asosiasi-asosiasi buruh migrant yang ada di Hong Kong untuk terus memperkuat persatuan diantara sesama kaum buruh migrant dan juga memper-erat serta memperkuat aliansi dengan serikat buruh/gerakan buruh dan gerakan rakyat setempat (Hong Kong) untuk terus mendesakkan tuntutan dan melancarkan aksi-aksi yang solid serta militant. Karena hanya dengan perjuangan massa lah kemenangan serta perlindungan dan kesejahteraan BMI akan di raih.
Kepada seluruh buruh migrant, serikat buruh/asosiasi-asosiasi buruh migrant serta kaum buruh dan organisasi/serikat-serikat buruh, organisasi rakyat lainnya di seluruh dunia untuk juga ambil bagian dan mendukung atas perjuangan yang sedang dilancarkan oleh kaum buruh migrant di Hong Kong. Karena dukungan dan solidaritas nyata atas perjuangan ini tentu sangat berarti besar bagi kemenangan perjuangan yang sedang di lancarkan para buruh migrant di Hongkong saat ini.
Demikian pernyataan sikap dan surat dukungan Solidaritas perjuangan ini kami sampaikan, kepada para pihak terkait mohon untuk di tindak lanjutan secara seksama.
Atas perhatiannya di sampaikan terimakasih.
Jakarta, 26 Juni 2009
Hormat kami,
Dewan Pimpinan Pusat
Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI)
Rudy HB Daman
Ketua Umum
Emelia Yanti MD Siahaan
Sekretaris Jenderal