Konflik Pekerja BUMN Naik
Konflik Pekerja BUMN Naik Jakarta , Kompas - Jumlah kasus konflik hubungan industrial di badan usaha milik negara selama tiga tahun terakhir...
Konflik Pekerja BUMN Naik
Jakarta, Kompas - Jumlah kasus konflik hubungan industrial di badan usaha milik negara selama tiga tahun terakhir meningkat. Manajemen dan serikat pekerja semestinya mengedepankan dialog sosial yang saling menghargai untuk menyelesaikan konflik hubungan industrial.
Demikian diungkapkan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno dalam Forum Komunikasi Hubungan Industrial Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Jakarta, Selasa (31/3). Sedikitnya, wakil 60 BUMN hadir dalam acara ini.
Erman meminta, manajemen dan karyawan BUMN lebih terbuka menjalin komunikasi untuk menciptakan iklim hubungan industrial yang kondusif. Hal ini bisa terwujud bila manajemen dan karyawan saling percaya.
”Manajemen jangan lagi memakai pendekatan kekuasaan saat berkomunikasi dengan karyawan. Komunikasi yang hangat bisa meningkatkan kreativitas karyawan,” ujar Erman.
Dia menjelaskan, kini semakin banyak serikat pekerja BUMN yang berunjuk rasa karena upaya penyelesaian konflik hubungan industrial secara bipartit buntu. Padahal, konflik hubungan industrial yang berlarut bakal merugikan semua pihak.
Saat ini ada 140 BUMN yang mempekerjakan sekitar 700.000 karyawan. Jumlah organisasi pekerja BUMN saat ini 146 serikat.
Semakin banyak kasus konflik hubungan industrial BUMN yang terungkap, kata Erman, mengindikasikan makin aktifnya serikat pekerja. Namun, diingatkan, serikat pekerja agar tetap mengedepankan dialog dengan manajemen.
Erman mengharapkan, BUMN menjadi pionir perusahaan dengan iklim hubungan industrial yang kondusif. Manajemen harus mampu mengantisipasi potensi konflik hubungan industrial dan mencegahnya sebelum muncul.
Kesadaran berserikat
Menurut Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Abdul Latif Algaf, meningkatnya jumlah kasus konflik hubungan industrial di BUMN karena kesadaran berserikat yang meningkat.
Latif menegaskan, negosiasi bipartit tetap menjadi cara terbaik mencari solusi konflik hubungan industrial. ”Kadang-kadang persoalan cukup diselesaikan pada level bipartit. Faktor yang dominan, biasanya, pimpinan lambat merespons sehingga tidak terjadi dialog yang cukup baik. Dialog seringkali terganjal sikap saling mempertahankan argumen,” kata Latif.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Depnakertrans Myra Maria Hanartani mengharapkan, manajemen dan serikat pekerja mengedepankan dialog terbuka demi solusi.
Hubungan bipartit yang harmonis memungkinkan manajemen dan karyawan menyusun perjanjian kerja bersama (PKB). Saat ini, ada 120 BUMN yang membuat PKB, 20 lainnya berbentuk peraturan perusahaan.
Berdampak PHK
Konflik ketenagakerjaan harus segera diatasi dan tidak berkembang menjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Apalagi, di saat krisis keuangan global seperti sekarang, pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri cenderung menurun.
Di Sumatera Selatan, misalnya, penempatan TKI formal dari Sumatera Selatan dari sebelumnya 200 orang per bulan, kini 73 orang per bulan. Menurut Kepala Badan Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Sumsel Sri Haryanto, 100 calon TKI ke Timur Tengah dan Singapura gagal berangkat karena kontrak dibatalkan.
Di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, kata Ketua DPC Organda Tanjung Perak Kody Lamahayu Fredy, minimnya aktivitas ekspor-impor membuat sedikitnya 1.500 pekerja sektor angkutan terkena PHK.
Data jumlah PHK, kata Kepala Bidang Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan, Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi, Kabupaten Semarang, Budi Yuwono, lebih rendah daripada klaim pencairan jaminan hari tua Jamsostek karena PHK. (ham/ONI/BEE/EGI/GAL)
Sumber: Kompas, Rabu, 1 April 2009
DERITA KAUM BURUH
BalasHapusMelambung nya harga kebutuhan pokok menjelang ramadhan, membuat nasib buruh semakin kelimpungan. Gaji Rp.800.000-Rp.900.000 per bulan (rata-rata UMK Surabaya) hanya cukup untuk kebutuhan berbuka puasa dan makan sahur. Bayangkan bila buruh sudah berkeluarga dan memiliki anak, Untuk kebutuhan makan sehari-hari aja pas-pasan, belum lagi untuk kebutuhan anak, istri saat lebaran. Semua harga kebutuhan pokok naik hampir 50%, Betapa menderitanya nasib kaum buruh.
**********
Meminta kenaikan UMK pada saat-saat ini jelas suatu hal yang mustahil, berdemonstrasi, mogok kerja atau ngeluruk kantor dewan pasti hanya menimbulkan keributan tanpa hasil, atau bisa-bisa malah digebuki Satpol PP.
THR (Tunjangan Hari Raya) yang selama ini menjadi kado hiburan bagi buruh sengaja di kebiri pemerintah. UU No 14/1969 tentang pemberian THR telah di cabut oleh UU No 13/2003 yang tidak mengatur tentang pemberian THR. Undang-undang yang di buat sama sekali tidak memihak kepantingan kaum buruh. Atas dasar Undang-Undang inilah pengusaha selalu berkelit dalam pemberian THR.
Sedangkan UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, lebih memihak kepentingan investor asing dan Bank Dunia. Landasan formal seluruh aturan perundangan ini memperlemah posisi tawar buruh di bidang upah, kepastian kerja tetap, tunjangan dan hak normatif, hilangnya kesempatan kerja, partisipasi demokratis Dewan Pengupahan, dan konflik hubungan industrial. Pada prinsipnya Undang-Undang ini merupakan kepanjangan dari kapitalisme (pengusaha).
Selain masalah gaji rendah, pemberian THR, Undang-Undang yang tidak memihak kepentingan kaum buruh, derita kaum buruh seakan bertambah lengkap kala dihadapan pada standar keselamatan kerja yg buruk. Dari data pada tahun 2001 hingga 2008, di Indonesia rata-rata terjadi 50.000 kecalakaan kerja pertahun. Dari data itu, 440 kecelakaan kerja terjadi tiap hari nya, 7 buruh tewas tiap 24jam, dan 43 lainnya cacat. Standar keselamatan kerja di Indonesia paling buruk di kawasan Asia Tenggara.
Tidak heran jika ada yang menyebut, kaum buruh hanyalah korban dosa terstuktur dari dari kapitalisme global.
“kesejahteraan kaum buruh Indonesia hanyalah impian kosong belaka”