Dari Diskusi ATKI –PILAR TAIWAN di Mampang: TOLAK OVERCARGING
Pemerintah Indonesia Harus Menghentikan Praktek Overcharging bagi BMI di Taiwan Tetapkan dan Sosialisasikan Biaya Penempatan maksimal 1 bula...
https://www.infogsbi.or.id/2009/08/dari-diskusi-atki-pilar-taiwan-di.html?m=0
Pemerintah Indonesia Harus Menghentikan Praktek Overcharging bagi BMI di Taiwan
Tetapkan dan Sosialisasikan Biaya Penempatan maksimal 1 bulan gaji bagi BMI Tujuan
Taiwan
Hukum PJTKI Penindas BMI
Tetapkan dan Sosialisasikan Biaya Penempatan maksimal 1 bulan gaji bagi BMI Tujuan
Taiwan
Hukum PJTKI Penindas BMI
Jum,at, 21 Agustus 2009 : Kemiskinan yang akut yang terjadi di Indonesia mengakibatkan jutaan rakyatnya hidup dalam lilitan penderitaan, bahkan untuk persoalan yang paling mendasar bagi setiap mahluk hidup, yaitu untuk bertahan hidup. Di tambah sempitnya lapangan pekerjaan yang mampu di ciptakan oleh pemerintah di tengah membanjirnya jumlah pengangguran dan angkatan kerja.
Disisi lain, akibat kesenjangan perekonomian yang terjadi di beberapa negara dunia, mengakibatkan lahirnya migrasi manusia atas alasan ekonomi dari negara-negara miskin menuju negara-negara maju.
Pola migrasi atas dasar tekanan ekonomi ini pun kemudian berkembang secara signifikan, bahkan untuk beberapa negara miskin, migrasi manusia yang lebih tepat dinamakan sebagai ekspor manusia ini, menjadi salah satu pilar ekonomi negara, seperti Filipina dan Indonesia. Sedang untuk negara penerima, migrasi tenaga kerja ini kemudian menjadi salah satu kebutuhan vital perkembangan ekonominya, di beberapa negara seperti Taiwan, mayoritas pabrik-pabriknya mengandalkan tenaga buruh migran dalam produksinya, tentunya hal ini didasarkan bahwa, buruh migran bisa di bayar dengan harga yang murah.
Di Indonesia, proses ekspor manusia ini secara hukum diatur dalam UUPPTKILN No. 39/2004, lebih jauh, dalam undang-undang ini, proses migrasi tenaga kerja, diwajibkan hanya melalui perusahaan-perusahaan jasa tenaga kerja (PJTKI).
Menurut Sudarman Koordiantor PILAR-TAIWAN, di Taiwan, saat ini terdapat sekitar 150.000 buruh migran Indonesia (BMI) yang tersebar di beberapa jenis pekerjaan, yaitu penjaga panti jompo, permbantu rumah tangga (PRT), buruh pabrik, dan nelayan. Komunitas BMI ini adalah jumlah terbesar dibandingkan buruh migran dari negara lainnya. Walaupun seperti itu, dibandingkan buruh migran dari negara lainnya, BMI bekerja dalam kondisi yang paling buruk, terutama untuk persoalan gaji. Tandasnya.
Menurut aturan pemerintah Taiwan sendiri, setiap kontrak kerja berlaku selama dua tahun, dan dapat di tambah satu tahun (artinya menjadi 3 tahun) dan setelah itu setiap buruh migran diwajibkan meninggalkan Taiwan, untuk upah, pemerintah Taiwan mengatur setiap buruh migran yang bekerja di Taiwan, mendapatkan dua kategori gaji, yaitu: Kategori Informal : (PRT) gaji minimum NT$ 15.840 (Rp. 5.385.000) dan Kategori Formal : (Panti Jompo, buruh pabrik, nelayan) gaji minimum NT$ 17.280 (Rp. 5.875.000).
Masih menurut Sudarman, Selain aturan gaji minimum, pemerintah Taiwan juga menerapkan aturan komponen biaya yang harus ditanggung oleh buruh migran yang bekerja di Taiwan melalui potongan gaji bulanan, yaitu; untuk kategori buruh Formal Total biaya yang harus di bayar BMI kepada pemerintah Taiwan selama masa kontrak yaitu. Rp 6.968.640 yang meliputi Asuransi kesehatan, ARC/KTP dan Medical. Sementara untuk kategori buruh Informal Total biaya yang harus di bayar BMI kepada pemerintah Taiwan selama masa kontrak yaitu. Rp. 27.307.400 yang meliputi Asuransi kesehatan, asuransi tenaga kerja, KTP/ARC, medical dan pajak.
Lebih lanjut ia menjelaskan, bahwa Selain masalah komponen biaya yang wajib dibayarkan buruh migran kepada kepada pemerintah Taiwan, khusus buruh migran yang berasal dari Indonesia (BMI), setiap BMI yang berangkat ke Taiwan, mereka di kenakan biaya penempatan yang sangat mahal oleh PJTKI (overcharging) yang mengirimkan mereka, baik melalui biaya langsung sebelum keberangkatan ditambah potongan gaji selama bekerja di Taiwan, lebih jauh, besarnya biaya penempatan ini, kemudian melahirkan banyak persoalan yang dialami BMI selama bekerja. Dan hal ini saya sendiri jg mengalaminya.
Lalu Sudarman memparkan mengenai Biaya penempatan yang selama ini wajib dibayarkan BMI kepada PJTKI, masih menurut Sudarman dalam prakteknya secara umum dibagi dalam dua kategori yang nominalnya berbeda, yaitu: Kategori Informal Sebelum berangkat: Rp. 2 juta – Rp. 20 juta (dibayar tunai sebelum berangkat), Selama Bekerja : NT$ 159.540 (Rp. 54.243.600) (melalui potongan gaji bulanan) Total Biaya yang wajib dibayar BMI informal kepada PJTKI yaitu sebesar Rp 56 juta hingga Rp. 74 juta, Sementara Kategori Formal Sebelum berangkat : Rp. 30 juta – Rp. 45 juta (dibayar tunai sebelum berangkat), Selama bekerja : NT$ 198.556 (Rp. 67.509.040) (melalui potongan gaji bulanan) maka Total Biaya yang wajib dibayar BMI Formal kepada PJTKI yaitu sebesar Rp. 97 juta hingga Rp. 112 juta.
Sedangkan untuk biaya yang di bayar BMI selama bekerja di Taiwan, pembayaran tersebut dilakukan melalui potogan gaji, terutama pada masa 12 bulan pertama kerja. Hal ini kemudian melahirkan kondisi baru, yaitu banyak BMI yang mengalami PHK setelah12 bulan kerja atau setelah masa potongan gaji selesai. Jadi sesunguhnya BMI tdk mendapatkan apa-apa, BMI hanya di jadikan sapi perah, tidak hanya oleh agen di Taiwan atau pemerintah Taiwan tp oleh PJTKI dan juga pemerintah Indonesia sendiri, hal ini kan sangat ironis dengan devisa yang dapat di sumbangkan oleh BMI kepada negara yang jumlahnya sangat besar.
Biaya penempatan yang tentu sangat tidak masuk diakal dan tidak manusiawi ini (overcharging), seharusnya bisa dihapuskan bila pemerintahan SBY-Kalla mau memberikan perlindungan melalui penetapan biaya penempatan standar yang manusiawi, bukan dengan melepaskan standar biaya penempatan begitu saja kepada PJTKI, dengan nada emosi Sudarman menjelaskannya.
Maka untuk itu, kami buruh migran Indonesia di Taiwan, yang tergabung dalam Persatuan BMI Tolak Overchaging – Taiwan (PILAR-Taiwan) menuntut pemerintah Indonesia untuk: Tolak Overcharging; Tetapkan dan soasialisasikan biaya penempatan maksimal sebesar 1 bulan gaji bagi BMI tujuan Taiwan dan Hukum PJTKI yang Menindas BMI.
Selanjutnya atas masalah ini kami dari PILAR Taiwan dan ATKI serta FPR (front perjuangan rakyat) yang sudah menyatakan mendukung dan ambil bagian dalam agenda kami ini, dalam waktu dekat kami akan menyampaikan petisi kepada Menakertrans sekaligus Dialog agar pemerintah melek dan mau bergerak mengambil keputusan atas tuntutan BMI di Taiwan khususnya dan BMI dimanapun yang saat ini juga mengalami masalah yang sama yaitu di bebani dengan biaya penempatan yang tinggi serta biaya-biaya siluman yang lainnya.
Untuk kami mohon dukunganya dari kawan-kawan sekalian dan juga masyarakat luas atas apa yang sedang kami perjuangkan ini, dimana kami berharap kawan-kawan ambil bagian dalam aksi yang akan kami lakukan di kantor Depnakertrans pada Kamis, 27 Agustus 2009. Kata Sudarman. [] Roedygsbi,2009.