Perusahaan Persoalkan Kewenangan PHI Jakarta
Salah seorang penggugat ternyata bekerja di daerah hukum PHI Serang. Sidang lanjutan gugatan PHK massal kepada 411 pekerja wanita PT Megaria...
https://www.infogsbi.or.id/2009/08/salah-seorang-penggugat-ternyata.html?m=0
Salah seorang penggugat ternyata bekerja di daerah hukum PHI Serang.
Sidang lanjutan gugatan PHK massal kepada 411 pekerja wanita PT Megariamas Sentosa kembali digelar di Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta, Selasa (5/5). Seyogianya agenda sidang kali itu adalah penyerahan kontra duplik dari pihak pekerja yang merupakan tanggapan atas duplik pihak perusahaan. Sepekan sebelumnya, majelis hakim memberi kesempatan kontra duplik kepada pekerja.
Entah lupa atau apa, di persidangan hakim malah menagih bukti dari pihak pekerja. Majelis hakim yang diketuai Lexsi Mamonto itu malah mengabaikan kontra duplik pekerja dengan alasan hukum acara perdata tak mengenal acara pengajuan kontra duplik itu.
Kontan saja para pekerja bereaksi. Mereka merasa dipermainkan oleh hakim. Namun apa daya, hakim pemegang palu sidang lah yang ‘berkuasa’ di ruang sidang pengadilan. Para pihak, baik pekerja maupun pengusaha akhirnya terpaksa manut.
Meski demikian ada hal menarik pada acara jawab-menjawab ini yakni perusahaan menganggap PHI Jakarta tak berwenang memeriksa perkara ini. Sebab, salah satu penggugat berdomisili di wilayah hukum Tangerang. Oleh karenanya yang berwenang memeriksa perkara ini adalah PHI Serang.
Ditemui usai sidang, Selasa (5/5), kuasa hukum perusahaan, Maju Simamora mengutip Pasal 118 ayat (1) Hierziene Inlands Reglement (HIR) yang menegaskan bahwa gugatan harus diajukan di pengadilan wilayah hukum tempat tinggal tergugat. Faktanya, salah satu penggugat yang bernama Muhammad Ais berdomisili di Kosambi, Tangerang. “Ia (Muhammad Ais, red) berdomisili hukum wilayah kerja perusahaan di Kosambi, Tangerang,” tegasnya. Atas dasar itu ia menilai pengadilan yang berwenang adalah PHI Serang.
Kuasa hukum para pekerja, Ngadinah membenarkan bahwa PT Megariamas Sentosa berkedudukan di Kosambi, Tangerang Banten. Namun disana hanya merupakan gudang dimana pekerjanya hanya sekitar 50-an orang termasuk Muhammad Ais. “Persoalannya PT Megariamas juga ada di wilayah Jakarta Utara,” tegasnya.
Ngadinah tak mau kalah mengutip ketentuan HIR. Ia menyitir Pasal 118 (2) HIR yang menyatakan bahwa penggugat dapat mengajukan gugatan di tempat kedudukan wilayah hukum salah satu tergugat. “Apalagi 99 persen yang di-PHK bekerja di Megariamas yang ada di wilayah Jakarta Utara,” ujar Kepala Departemen Hukum dan Advokasi Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) ini.
Lebih jauh Maju berdalih bahwa ia tak mempermasalahkan apakah mayoritas atau minoritas pekerjanya berdomisili di Jakarta Utara. Hal itu diserahkan kepada pertimbangan majelis hakim untuk memutuskan. “Dari kasus ini ada peluang hukum untuk mengajukan eksepsi (bantahan, red) ya kita manfaatkan peluang itu,” jelasnya.
Keabsahan Surat Kuasa
Masih soal eksepsi, Maju juga mempersoalkan beberapa surat kuasa dari pekerja. Ia mencatat setidaknya ada dua orang pekerja yang sebenarnya sudah mengundurkan diri terlebih dulu dan telah menerima kompensasinya, namun tetap memberi kuasa dan bahkan tercatat sebagai penggugat.
“Ada beberapa orang yang sudah diselesaikan secara musyawarah dan kekeluargaan dengan pihak perusahaan, tetapi masih dicantumkan sebagai penggugat. Kalau dilihat dari sudut pandang hukum jika sudah diselesaikan (hak-haknya) berarti mereka sudah tak berwenang untuk mengajukan gugatan,” ujar pengacara dari Maju Simamora and Partners itu menambahkan.
Lagi-lagi Ngadinah membantah tudingan Maju. Menurut dia, tak ada satu pun penggugat yang sudah pernah menerima kompensasi PHK dari perusahaan. Selain itu, ia berpendapat surat kuasa yang diberikan oleh para pekerja tetap berlaku. “Kuasa yang diberikan kepada kami tetap sah karena tak ada pencabutan pemberian kuasa,” dalihnya.
Seperti diwartakan sebelumnya, sekitar 411 pekerja PT Megariamas menggugat pihak perusahaan dengan alasan PHK sepihak sebagai akibat mogok yang dilakukan pada 4-8 Agustus 2008 silam. Para pekerja mengaku bahwa mogok sudah sesuai UU sebagai akibat gagalnya beberapa kali perundingan yang membahas beberapa tuntutan karyawan, termasuk agar perusahaan mempekerjakan kembali Abidin, ketua umum serikat di PT Megariamas. Namun perusahaan berdalih mogok yang dilakukan pada tanggal 15 Juli 2008 dianggap tak sah karena dilakukan secara reaktif akibat pemecatan Abidin. Lantaran tak merespon 2 kali panggilan saat mogok pada 4-8 Agustus 2008, para pekerja di-PHK karena dianggap mangkir.
Sumber : http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=21919&cl=Berita/...(ASh)