"Lindungi BMI, Bukan PJTKI dan Agensi"
"Lindungi BMI, Bukan PJTKI dan Agensi" PILAR menyalahkan Konsulat RI di HK atas sikap abainya terhadap BMI korban tingginya biaya ...
https://www.infogsbi.or.id/2010/10/lindungi-bmi-bukan-pjtki-dan-agensi.html?m=0
"Lindungi BMI, Bukan PJTKI dan Agensi"
PILAR menyalahkan Konsulat RI di HK atas sikap abainya terhadap BMI korban tingginya biaya agen
"Konsulat Indonesia di HK telah terbukti memihak PJTKI/Agensi daripada melayani dan melindungi Buruh Migran Indonesia. Mereka telah secara terbuka menolak untuk membantu BMI korban tingginya biaya agen dan terus mengijinkan PJTKI/Agensi untuk mengintimidasi para BMI, majikan dan keluarga mereka di Indonesia."
Sikap ini disampaikan Eni Lestari, koordinator Persatuan BMI Tolak Overcharging (PILAR) ditengah 350 massa BMI yang sedang berdemonstrasi dari East Point Road menuju kantor Konsulat Indonesia di Causeway Bay. Demonstrasi kali ini dalam rangka memprotes keberpihakan Konsulat Indonesia kepada PJTKI/Agen yang nyata-nyata terus menerus memeras BMI dengan biaya amat tinggi. PILAR juga mengkritik keras kebijakan pemerintah Indonesia yang memaksa BMI untuk masuk ke PJTKI/Agensi setiap kali mereka memproses kontrak kerja meskipun sudah terbukti melakukan eksploitasi terhadap BMI.
Dalam orasi dan yell-yellnya, para demonstran menuntut kepada pemerintah Indonesia agar semua BMI di Hong Kong diijinkan untuk memproses kontraknya secara sendiri (kontrak mandiri) dan segera menghentikan praktek pemungutan biaya amat tinggi yang dilakukan PJTKI/Agensi.
"Kami tidak hanya diharuskan membayar biaya penempatan sebesar HK$21.000 ketika pertama kali bekerja di HK, tetapi setelah disini, kami masih juga dikenakan biaya yang amat tinggi berulang kali. Untuk memperburuk keadaan, pemerintah Indonesia justru mengingkari hak kami untuk kontrak mandiri dan konsulat secara terbuka telah menolak untuk membantu para BMI korban biaya PJTKI/Agen yang sangat tinggi. Kapankah pemerintah akan benar-benar melindungi kami? " tegas Eni.
Lebih lanjut, dia juga menekankan bahwa pemerintah Indonesia sendiri yang telah melegalisasikan biaya sebesar HK$21.000 sebagai biaya penempatan yang harus dibayarkan oleh setiap BMI yang ditempatkan di Hong Kong, melalui sistem pemotongan upah selama 5-7 bulan. Dia juga melaporkan bahwa PILAR menerima banyak keluhan dari BMI yang masih tetap dikenakan biaya HK$21.000 meskipun mereka memproses kontrak ketika sudah di Hong Kong. Berikut ini beberapa contoh kasus mereka:
§ Endah sudah finish 8 tahun lalu pulang ke Indonesia. Karena ekonomi yang pas-pasan, lima kemudian Endah akhirnya terpaksa mendaftarkan diri lagi ke HK ke PJTKI baru (karena PJTKI lamanya sudah tutup). Berhubung dia sudah eks, PJTKI menyuruh dia menunggu visa di rumah tapi tetap dikenakan biaya HK$21.000 atau potongan 7 bulan. Kini Endah sudah melunasi potongannya selama 5 bulan (HK$15.000) dan dia menolak membayar sisanya karena dia tidak merasa tinggal dan di-training di PJTKI. Akan tetapi Bank terus meneror dia dan majikannya, sedangkan agensi mengancam akan menyuruh majikan mem-PHK dia jika nekad tidak membayar. Terjepit kondisi, Endah mendatangi kantor KJRI untuk minta perlindungan tapi ditolak dengan alasan Endah sudah terlanjur tanda tangan hutang di Bank dan menggunakan PJTKI yang berbeda dari yang pertama. KJRI tetap tidak membantu meski Endah sudah menjelaskan bahwa PJTKI pertamanya sudah tutup.
§ Nurul baru bekerja 3 bulan di HK ketika dia di-PHK majikan. Semua uangnya dirampas agensi. Selama di majikan pertama, dia tidak pernah diberi libur dan diperlakukan tidak baik oleh majikan tapi agensi terus menyuruhnya untuk bersabar. Setelah di-PHK, agensi tidak mau mencarikan majikan dan malah mengantarkan dia ke bandara untuk dipulangkan ke Indonesia. Karena masih ingin kerja, Nurul nekad kabur dari bandara dan mencari agensi dan majikan baru. Meski dikenakan potongan 4 bulan lagi oleh agensi kedua, Nuri bertahan demi keluarga. Diluar dugaan, tanggal 25 September 2010 kemarin, keluarga Nurul didatangi pihak PJTKI dan Bapaknya diminta datang ke kantor PJTKI di Sidoarjo. Setibanya di kantor PJTKI, Bapaknya dipaksa menandatangani perjanjian bersedia melunasi sisa potongan sebanyak HK$9.000 (3 bulan gaji). Tapi Bapaknya terus menolak akibatnya disandera selama 2 hari 1 malam dan baru dilepaskan ketika tidak mampu memaksa lagi. Namun kini keluarga Nurul terus menerus diancam PJTKI dan dicemarkan nama baiknya dengan tuduhan Nurul lari dari hutang Rp. 21 juta.
"Ketika pekerjaan kami terancam, Konsulat tidak berbuat apapun untuk melindungi kami dan sumber penghidupan kami. Ditengah kesulitan yang sedang kami hadapi, pejabat Konsulat bahkan menyalahkan dan memaksa kami untuk melunasi biaya Agensi. Konsulat macam apa yang membiarkan rakyatnya sendiri untuk dilecehkan dan dieksploitasi" keluh Lestari.
PILAR melaporkan telah membantu 19 kasus BMI korban potongan agensi dan 15 diantaranya telah resmi mengajukan kasus ke kantor Konsulat Indonesia sejak awal tahun ini. Mereka meminta bantuan Konsulat agar menghentikan intimidasi dari Bank dan Agensi, mengakhiri perjanjian hutang dimana mayoritas BMI dipaksa tanda tangan hutang ketika baru sampai HK, dan membantu mereka untuk menuntut ganti rugi dari PJTKI?Agensi yang bersangkutan. Namun dari jumlah tersebut, hanya satu orang yang mendapat tuntutan uangnya kembali dalam jumlah kecil dan tiga orang perjanjian hutangnya diputus sedangkan lainnya tidak diurusi. Sepuluh korban tersebut bergabung di demonstrasi hari ini.
"Dengan bertindak sebagai juru bicara PJTKI/Agensi, itu sama dengan pemerintah memperlakukan kami layaknya budak modern yang bisa terus dimanfaatkan. Tindakan menolak menangani kasus-kasus korban tingginya biaya agen berarti secara terbuka Konsulat Indonesia membela PJTKI/Agensi dan untuk kesekian kalinya mengorbankan BMI yang sudah sangat tertekan karena minimnya pelayanan yang diberikan Konsulat,"ujar Lestari.
Eni menegaskan tuntutan kontrak mandiri bertujuan untuk membebaskan BMI dari “keserakahan” PJTKI/Agensi sehingga BMI tidak akan terus menerus diperas. Kedepannya, PILAR berkomitmen untuk mendidik dan menggerakan BMI agar berhenti membayar biaya agen yang amat tinggi tersebut dan memasukan kasus-kasus semacam ini ke Konsulat Indonesia serta departemen pemerintah Hong Kong terkait lainnya.
"Kami berjanji untuk terus melawan. Ini waktunya bagi Konsulat Indonesia untuk membuktikan diri sungguh-sungguh membela kepentingan BMI. Jika tidak, maka jelas Konsulat hanya mengutamakan keuntungan daripada hak-hak rakyatnya sendiri," pungkasnya.##
PILAR menyalahkan Konsulat RI di HK atas sikap abainya terhadap BMI korban tingginya biaya agen
"Konsulat Indonesia di HK telah terbukti memihak PJTKI/Agensi daripada melayani dan melindungi Buruh Migran Indonesia. Mereka telah secara terbuka menolak untuk membantu BMI korban tingginya biaya agen dan terus mengijinkan PJTKI/Agensi untuk mengintimidasi para BMI, majikan dan keluarga mereka di Indonesia."
Sikap ini disampaikan Eni Lestari, koordinator Persatuan BMI Tolak Overcharging (PILAR) ditengah 350 massa BMI yang sedang berdemonstrasi dari East Point Road menuju kantor Konsulat Indonesia di Causeway Bay. Demonstrasi kali ini dalam rangka memprotes keberpihakan Konsulat Indonesia kepada PJTKI/Agen yang nyata-nyata terus menerus memeras BMI dengan biaya amat tinggi. PILAR juga mengkritik keras kebijakan pemerintah Indonesia yang memaksa BMI untuk masuk ke PJTKI/Agensi setiap kali mereka memproses kontrak kerja meskipun sudah terbukti melakukan eksploitasi terhadap BMI.
Dalam orasi dan yell-yellnya, para demonstran menuntut kepada pemerintah Indonesia agar semua BMI di Hong Kong diijinkan untuk memproses kontraknya secara sendiri (kontrak mandiri) dan segera menghentikan praktek pemungutan biaya amat tinggi yang dilakukan PJTKI/Agensi.
"Kami tidak hanya diharuskan membayar biaya penempatan sebesar HK$21.000 ketika pertama kali bekerja di HK, tetapi setelah disini, kami masih juga dikenakan biaya yang amat tinggi berulang kali. Untuk memperburuk keadaan, pemerintah Indonesia justru mengingkari hak kami untuk kontrak mandiri dan konsulat secara terbuka telah menolak untuk membantu para BMI korban biaya PJTKI/Agen yang sangat tinggi. Kapankah pemerintah akan benar-benar melindungi kami? " tegas Eni.
Lebih lanjut, dia juga menekankan bahwa pemerintah Indonesia sendiri yang telah melegalisasikan biaya sebesar HK$21.000 sebagai biaya penempatan yang harus dibayarkan oleh setiap BMI yang ditempatkan di Hong Kong, melalui sistem pemotongan upah selama 5-7 bulan. Dia juga melaporkan bahwa PILAR menerima banyak keluhan dari BMI yang masih tetap dikenakan biaya HK$21.000 meskipun mereka memproses kontrak ketika sudah di Hong Kong. Berikut ini beberapa contoh kasus mereka:
§ Endah sudah finish 8 tahun lalu pulang ke Indonesia. Karena ekonomi yang pas-pasan, lima kemudian Endah akhirnya terpaksa mendaftarkan diri lagi ke HK ke PJTKI baru (karena PJTKI lamanya sudah tutup). Berhubung dia sudah eks, PJTKI menyuruh dia menunggu visa di rumah tapi tetap dikenakan biaya HK$21.000 atau potongan 7 bulan. Kini Endah sudah melunasi potongannya selama 5 bulan (HK$15.000) dan dia menolak membayar sisanya karena dia tidak merasa tinggal dan di-training di PJTKI. Akan tetapi Bank terus meneror dia dan majikannya, sedangkan agensi mengancam akan menyuruh majikan mem-PHK dia jika nekad tidak membayar. Terjepit kondisi, Endah mendatangi kantor KJRI untuk minta perlindungan tapi ditolak dengan alasan Endah sudah terlanjur tanda tangan hutang di Bank dan menggunakan PJTKI yang berbeda dari yang pertama. KJRI tetap tidak membantu meski Endah sudah menjelaskan bahwa PJTKI pertamanya sudah tutup.
§ Nurul baru bekerja 3 bulan di HK ketika dia di-PHK majikan. Semua uangnya dirampas agensi. Selama di majikan pertama, dia tidak pernah diberi libur dan diperlakukan tidak baik oleh majikan tapi agensi terus menyuruhnya untuk bersabar. Setelah di-PHK, agensi tidak mau mencarikan majikan dan malah mengantarkan dia ke bandara untuk dipulangkan ke Indonesia. Karena masih ingin kerja, Nurul nekad kabur dari bandara dan mencari agensi dan majikan baru. Meski dikenakan potongan 4 bulan lagi oleh agensi kedua, Nuri bertahan demi keluarga. Diluar dugaan, tanggal 25 September 2010 kemarin, keluarga Nurul didatangi pihak PJTKI dan Bapaknya diminta datang ke kantor PJTKI di Sidoarjo. Setibanya di kantor PJTKI, Bapaknya dipaksa menandatangani perjanjian bersedia melunasi sisa potongan sebanyak HK$9.000 (3 bulan gaji). Tapi Bapaknya terus menolak akibatnya disandera selama 2 hari 1 malam dan baru dilepaskan ketika tidak mampu memaksa lagi. Namun kini keluarga Nurul terus menerus diancam PJTKI dan dicemarkan nama baiknya dengan tuduhan Nurul lari dari hutang Rp. 21 juta.
"Ketika pekerjaan kami terancam, Konsulat tidak berbuat apapun untuk melindungi kami dan sumber penghidupan kami. Ditengah kesulitan yang sedang kami hadapi, pejabat Konsulat bahkan menyalahkan dan memaksa kami untuk melunasi biaya Agensi. Konsulat macam apa yang membiarkan rakyatnya sendiri untuk dilecehkan dan dieksploitasi" keluh Lestari.
PILAR melaporkan telah membantu 19 kasus BMI korban potongan agensi dan 15 diantaranya telah resmi mengajukan kasus ke kantor Konsulat Indonesia sejak awal tahun ini. Mereka meminta bantuan Konsulat agar menghentikan intimidasi dari Bank dan Agensi, mengakhiri perjanjian hutang dimana mayoritas BMI dipaksa tanda tangan hutang ketika baru sampai HK, dan membantu mereka untuk menuntut ganti rugi dari PJTKI?Agensi yang bersangkutan. Namun dari jumlah tersebut, hanya satu orang yang mendapat tuntutan uangnya kembali dalam jumlah kecil dan tiga orang perjanjian hutangnya diputus sedangkan lainnya tidak diurusi. Sepuluh korban tersebut bergabung di demonstrasi hari ini.
"Dengan bertindak sebagai juru bicara PJTKI/Agensi, itu sama dengan pemerintah memperlakukan kami layaknya budak modern yang bisa terus dimanfaatkan. Tindakan menolak menangani kasus-kasus korban tingginya biaya agen berarti secara terbuka Konsulat Indonesia membela PJTKI/Agensi dan untuk kesekian kalinya mengorbankan BMI yang sudah sangat tertekan karena minimnya pelayanan yang diberikan Konsulat,"ujar Lestari.
Eni menegaskan tuntutan kontrak mandiri bertujuan untuk membebaskan BMI dari “keserakahan” PJTKI/Agensi sehingga BMI tidak akan terus menerus diperas. Kedepannya, PILAR berkomitmen untuk mendidik dan menggerakan BMI agar berhenti membayar biaya agen yang amat tinggi tersebut dan memasukan kasus-kasus semacam ini ke Konsulat Indonesia serta departemen pemerintah Hong Kong terkait lainnya.
"Kami berjanji untuk terus melawan. Ini waktunya bagi Konsulat Indonesia untuk membuktikan diri sungguh-sungguh membela kepentingan BMI. Jika tidak, maka jelas Konsulat hanya mengutamakan keuntungan daripada hak-hak rakyatnya sendiri," pungkasnya.##
Pabrik di Taiwan Dibutuhkan segera Tenaga Kerja untuk GENERAL WOKERS Dengan gaji 8 Juta / Bulan
BalasHapusInformasil lebih lanjut hubungi kami di HP : 081 235 491 898 / 017 858 111 096 Pak Agus.