PERNYATAAN SIKAP GSBI DALAM PERAYAAN HARI HAM 10 DESEMBER 2010
Pernyataan Sikap Gabungan Serikat Buruh Independen Federation of Independent Trade Union No ...
https://www.infogsbi.or.id/2010/12/pernyataan-sikap-gsbi-dalam-perayaan.html
Gabungan Serikat Buruh Independen
Federation of Independent Trade Union
No : 006-SP/DPP.GSBI/JKT/XII/2010
Tanggal : Jum’at,10 Desember 2010
Tentang : Perayaan Hari Hak Asasi Manusia ke 62 tahun 10 Desember 2010
Kontak person : (1). Rudi HB Daman (Ketua Umum GSBI)
Telp/HP : +62818-08974078
: (2). Emelia Yanti MD Siahaan ( Sekjend GSBI)
Telp/HP : +62818125857
“GERAKAN BURUH MELAWAN PERAMPASAN UPAH, TANAH DAN PEKERJAAN
SERTA HENTIKAN BERBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAM TERHADAP BURUH DAN PEMBERANGUSAN SERIKAT”
SBY-BUDIONO GAGAL PENUHI HAM SELURUH KAUM BURUH INDONESIA.
PENUHI HAM SELURUH BURUH DAN RAKYAT INDONESIA, USUT TUNTAS PELANGGARAN HAM MASA LALU DAN KEMBALIKAN MEREKA YANG DIHILANGKAN PAKSA.
Salam Solidaritas,
Pengakuan atas hak Kemerdekaan, Keadilan dan Kemanusian telah dinyatakan oleh seluruh bangsa-bangsa melalui Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang diproklamirkan pada 10 Desember 1948. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia mengakui, bahwa setiap manusia mempunyai martabat dan hak social, ekonomi, budaya dan politik yang sama yang harus dijamin dan dilindungi oleh Negara. Setiap orang memiliki hak atas hidup layak, hak atas pekerjaan layak dan jauh dari perbudakan dalam bentuk apapun, hak atas upah yang adil dan layak, hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat tanpa tekanan dan kekerasan. Hak atas tempat tinggal, pendidikan dan pelayanan kesehatan yang layak. Deklarasi universal inilah yang menjadi tonggak penting dari perjuangan dan penegakan atas pemenuhan Hak Asasi Manusia yang menjadi kewajiban Negara untuk memenuhi seluruh Hak-hak dasar rakyat sebagaimana diyatakan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Peringatan hari Hak Asasi Manusia ke 62 tahun kali ini diperingati di tengah situasi krisis imperialis yang semakin akut dan manajam. Kerakusan dan ketamakan negeri-negeri imperialis dalam merampok kekayaan alam Indonesia sebagai negeri setengah jajahan dan setengah feodal yang melimpah ruah, telah meninggalkan penderitaan dan kerusakan kehidupan rakyat Indonesia terutama kaum buruh dan kaum tani sebagai kelompok rakyat mayoritas.
Krisis ekonomi global yang lahir disebabkan over produksi dari perusahaan-perusahaan raksasa milik imperialis terutama dalam barang-barang berteknologi tinggi dan persenjataan militer di satu sisi, sedangkan disisi lain terjadinya ketimpangan pembangunan ekonomi antara negeri-negeri maju (imperialis) dengan negeri-negeri terbelakang khususnya negeri-negeri setengah jajahan dan setengah feodal. Krisis ekonomi global ini telah menyebabkan semakin hilangnya kedaulatan rakyat, perdamaian, dan kemerdekaan yang merupakan sendi-sendi dasar dari penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia. Keserakahan korporasi besar ditopang sistem politik yang tidak demokratis dalam mengakumulasi keuntungan mengakibatkan kerusakan yang hebat pada tatanan ekonomi, sosial, kebudayaan termasuk lingkungan hidup.
Bagi rakyat Indonesia, situasi krisi ekonomi dan keuangan global di tubuh imperialisme telah semakin memperburuk krisis ekonomi di dalam negeri. Defisit perdagangan dan anggaran belanja yang diakibatkan rendahnya produksi nasional dan membanjirnya barang-barang impor serta ditambah dengan beban pembayaran utang luar negeri yang sangat tinggi, menyebabkan naiknya berbagai kebutuhan pokok serta hilangnya lapangan kerja bagi jutaan buruh di Indonesia. Hal inilah yang juga menyebabkan terjadinya perampasan tanah rakyat dan monopoli atas sumber-sumber produktif rakyat, kelaparan dan gizi buruk, serta berbagai bentuk tindakan kekerasan yang saat ini semakin marak terjadi.
Negara-negara maju, dengan segala keunggulannya terus berupaya untuk memberikan tekanan dan mengukuhkan dominasinya atas negara-negara berkembang maupun terbelakang. Ketidakseimbangan ekonomi yang luar biasa besar mengakibatkan daya dukung ekonomi riil hilang. Kemampuan ekonomi masyarakat dalam melakukan transaksi terus melemah akibat tekanan ekonomi yang bergeser pada ekonomi yang berpusat ke dalam sistem keuangan. Kondisi ini terjadi akibat tingkat pendapatan masyarakat dunia semakin menurun karena akumulasi ekonomi yang berlebihan dan berpusat di korporasi-korporasi besar. Kondisi ini menyebabkan hilangnya hak masyarakat atas akses ekonomi yang lebih baik.
Krisis ekonomi yang terjadi di dalam negeri tidak lagi dapat tertolong oleh kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan, tidak satupun yang secara kongkret memenuhi dasar-dasar penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak dasar rakyat. Kebijakan soal upah, kebijakan soal liberalisasi pertanahan, kebijakan soal ekspor tenaga kerja dan berbagai kebijakan lain, seperti menaikkan harga Tarif Dasar Listrik (TDL) justru membuat kehidupan rakyat Indonesia semakin termiskinkan dan terancam kehilangan hak-hak dasarnya. Dampak yang ditimbulkan dari kebijakan yang demikian tentu saja menjadi tidak mudah bagi rakyat. Saat ini rakyat tidak lagi memperoleh hak atas pekerjaan dan upah yang layak, rakyat tidak lagi memiliki hak atas perumahan termasuk makanan dan pakaian, rakyat tidak lagi memiliki akses atas pendidikan dan pelayan kesehatan yang layak karena semakin tingginya biaya kesehatan dan pendidikan, rakyat tidak lagi memiliki hak untuk ambil bagian dalam kegiatan kebudayaan.
Bagi kaum buruh Indonesia, situasi krisis ekonomi telah melahirkan penghisapan dan penindasan yang semakin menghebat, berbagai hak dasar buruh baik hak sosial ekonomi maupun hak politik telah dirampas dengan berbagai bentuk oleh pengusaha yang bekerja sama dengan pemerintah. Perampasan upah dengan berbagai macam cara dan bentuk (terang-terangan maupun terselubung) telah dilakukan oleh pemerintah maupun pengusaha, sehingga upah yang di terima oleh buruh dari tahun-ke tahun, hari-ke hari semakin jauh dari kebutuhan hidup layak (kebutuhan riil buruh), hal ini disebabkan karena pemerintah terus saja mempertahankan politik upah murah dalam menentukan UMK/UMP, penggunaan sistem kerja kontrak jangka pendek (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/PKWT), rekrutmen buruh outsourcing, pajak penghasilan pada (PPH pasal 21) yang dibebankan kepada buruh yang memiliki upah murah, penangguhan pelaksanaan upah sesuai UMP/UMK yang dilakukan oleh pengusaha, serta berbagai bentuk pemotongan upah lainnya melalui penghapusan atau pengurangan uang bonus, premi (produksi, hadir, masa kerja, jabatan), serta tunjangan-tunjangan lainnya adalah merupakan bentuk nyata dari perampasan upah buruh yang dilakukan secara sistematis.
Kaum buruh juga harus dihadapkan dengan semakin tidak adanya kepastian kerja, PHK masal semakin meluas terjadi di seluruh kota-kota di Indonesia, semakin meluasnya penerapan sistem kerja kontrak jangka pendek (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/PKWT) dan penerapan outsourcing adalah bukti nyata perampasan hak atas pekerjaan yang dilakukan oleh pemerintah. Hingga pertengahan Agustus 2009 saja misalkan BPS mencatat jumlah buruh yang di PHK mencapai 3 juta orang (sumber: Kompas). Tentu saja ini akan menambah jumlah angka pengangguran pada periode yang sama, angkanya diperkirakan mencapai 8,59 juta jiwa, setara dengan 7,41% dari jumlah total angkatan kerja yang jumlahnya 107 juta jiwa.
Persoalan lainnya yang juga dialami oleh kaum buruh adalah Pemberangusan Serikat Buruh serta tidak adanya kebebasan berpendapat di muka umum, meskipun pemerintah telah meratifikasi 17 konvensi ILO, yang di dalamnya mengatur Perlindungan Berserikat bagi buruh, dan juga telah mengeluarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh serta Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. Akan tetapi tindakan-tindakan kekerasan, seperti pemukulan, teror, mutasi kerja dan PHK se-pihak terhadap anggota dan pimpinan serikat buruh serta mengkriminaliasikan pimpinan serikat buruh terus terjadi. Hal ini membuktikan bahwa pemerintah Indonesia sampai saat ini tidak pernah memiliki keseriusan dalam melakukan penegakan HAM bagi kaum buruh, karena pada kenyataannya tidak ada jaminan bagi kaum buruh untuk dapat memperjuangkan nasibnya melalui Serikat Buruh.
Situasi dan keadaan di atas dialami dan dihadapi oleh GSBI dari sejak awal berdiri. Hampir setiap kali mendirikan serikat buruh di pabrik selalu di halang-halangi, dihambat dan dihancurkan oleh pengusaha dengan berbagai cara. Dimana hampir 80% pendirian serikat buruh di pabrik selalu diiringi dengan tindakan PHK sepihak terhadap anggota dan pimpinan serikat buruh yang dilakukan oleh pengusaha dengan berbagai macam alasan serta serangkaian tindakan lainnya seperti, mutasi, Surat Peringatan (SP), tidak diberikan jatah untuk kerja lembur, teror dan diintimidasi agar keluarkan dari keanggotaan GSBI maupun membubarkan serikat buruh independen yang telah legal secara hukum. Bahkan juga terdapat praktek kriminalisasi dengan menggunakan pasal-pasal karet dan kampanye anti serikat buruh independen (GSBI) yang dilakukan secara terang-terangan.
Situasi obyektif yang demikian menjadikan peringatan hari HAM sedunia kali ini mempunyai arti penting bagi kaum buruh. Situasi ketika deklarasi universal atas pengakuan hak asasi manusia semakin bertambah usianya, namun disisi isi dari deklarasi universal tersebutbelum dapat dirasakan manfaatnya bagi kaum buruh, kaum tani dan rakyat miskinkan lainnya. Kaum buruh dan juga rakyat Indonesia justru semakin sulit untuk mempertahankan hak-hak ekonomi, social dan budaya dan bahkan masih harus berjuang untuk memperolehnya karena tidak adanya jaminan dan perlindungan dari negara.
Dari pemaparan atas kenyataan-kenyataan persoalan mendasar yang dihadapi oleh kaum buruh Indonesia diatas, sesungguhnya adalah merupakan bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah dibawah kuasa rezim boneka SBY-Boediono. SBY-Budiono Gagal Memenuhi dan Melindungi HAM bagi kaum buruh serta seluruh Rakyat Indonesia. Karena dalam pandangan GSBI semua tindakan tersebut adalah fakta konkrit pelangaran HAM atas hak dasar buruh dan rakyat dan menjadi tanggung jawab Negara dalam hal ini rezim SBY-Budiono untuk memenuhinya serta menyelesaikan semua berbagai bentuk pelanggaran HAM yang terjadi selama ini.
Untuk itu, dalam rangka memperingati hari Hak Asasi Manusia ke 62 tahun yang diperingati pada tanggal 10 Desember 2010 oleh rakyat diseluruh penjuru negeri. Dewan Pimpinan Pusat Gabungan Serikat Buruh Independen (DPP.GSBI) menyerukan kepada seluruh Kaum Buruh dan rakyat Indonesia lainnya untuk bersama-sama “MELAWAN PERAMPASAN UPAH, TANAH DAN PEKERJAAN, BERBAGAI BENTUK KEKERASAN, PELANGGARAN HAM SERTA PEMBERANGUSAN SERIKAT”.
Dan untuk mewujudkan pelayanan, perlindungan sejati serta peningkatan kesejahteraan bagi kaum buruh, maka pemerintah RI harus memenuhi tuntutan-tuntutan sebagai berikut:
1. Mencabut berbagai Kebijakan Penerapan Politik Upah Murah dan segala bentuk Perampasan upah.
2. Menaikan Upah Buruh serta menetapkan UMK/UMP harus sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL)100 persen;
3. Memberikan adanya jaminan kepastian kerja dengan mencabut kebijakan system perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) /kontrak jangka pendek, outsourcing serta menghentikan PHK dalam bentuk apapun.
4. Mengehentikan secara sistemmatis Pemberangusan Serikat Buruh (Union Busting) serta kebebasan berpendapat di muka umum yang selama ini terus terjadi, maupun tindakan-tindakan kekerasan lainnya;
5. Menghentikan (Stop) perampasan atas Upah, pekerjaan dan tanah serta melaksanakan Reforma agraria sejati (land reform) sebagai syarat terbagunnya industrialisasi nasional dalam upaya membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya guna menanggulagi pengangguran;
6. Segera mencabut 3 (tiga) paket Undang-undang Perburuhan dan segera membuat Undang-undang yang Pro buruh, Membatalkan rencana Revisi UUK 13/2003 versi pemerintah dan pengusaha yang jelas akan terus merugikan buruh dan rencana revisi ini sangat jelas bertentangan dengan kehendak aspirasi seluruh buruh Indonesia;
7. Segera memenuhi hak dasar buruh baik hak ekonomi, social budaya dan politiknya.
Selain itu GSBI juga menyatakan sikap :
1. Menolak Komersialisasi Pendidikan;
2. Menuntut kepada pemerintah untuk menghentikan segala bentuk intimidasi kekerasan, terror, penangkapan dan kriminalisasi terhadap rakyat (buruh, BMI, petani dll) serta menunut untuk mengusut tuntas seluruh kasus kekerasan yang menimpa BMI terutama kasus Sumiyati dan Kikim Komalasari serta Petani (kasus Penembakan Petani di Jambi /Ahmad 45th);
3. Menolak pencabutan berbagai subsidi untuk pelayanan sosial, baik pelayanan kesehatan, pendidikan, maupun berbagai bentuk proteksi lainnya, seperti pelayanan lisitrik untuk rakyat, energi dan bahan bakar (BBM);
4. Menuntut pendidikan dan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat;
5. Menuntut untuk segera Rativikasi Konvensi PBB 1990, Mencabut UU No. 39/2004 tentang PPTKILN, mengHapuskan biaya berlebih penempatan BMI (Stop Overcharging) serta segera menutup terminal khusus BMI;
6. Menunut untuk Memberlakukan kontrak mandiri bagi semua BMI tanpa terkecuali, Menurunkan biaya penempatan sekarang juga! Terapkan 10% komisi agen-HK, Menghentikan sikap memaksa BMI untuk masuk PJTKI/Agensi;
7. Menuntut untuk Segera mengesahkan UU PRT di Indonesia;
8. Hentikan tindak pelanggaran HAM terhadap rakyat, Usut Tuntas serta dengan tegas menindak para pelanggar HAM;
9. Menuntut untuk dihentikan pejualan asset-aset Negara (privatisasi BUMN) dan sumber-sumber kekayaan alam lainnya;
10. Menunut untuk di Tangkap dan adili para koruptor tanpa pandang dan pilih bulu;
Demikian pernyataan sikap ini kami buat, untuk dapat di tindaklanjuti dan dipenuhi oleh pihak-pihak terkait terutama pemerintah dalam hal ini rezim SBY-Budiono. Atas perhatian dan dukungannya di ucapkan terimakasih.
Hidup Buruh Indonesia!!
Jayalah Perjuangan Buruh dan Rakyat!!
Galang Solidaritas Lawan Penindasan..!!
Hormat kami,
Dewan Pimpinan Pusat
Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI)
Rudi HB Daman Emelia Yanti MD Siahaan
Ketua Umum Sekretaris Jenderal
rherreragonzalez.blogspot.com
BalasHapusnuevademocraciapanama.blogspot.com
saludos a la companeros de indonesia en su lucha por la liberacion y conquistas laborales..
lic.rolando herrera