Peringati May Day 2011; GSBI Menuntut SBY Segera Hentikan Perampasan Upah
Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) didalam momentum peringatan hari Buruh Internasional (May Day) 2011, akan berjuang dengan cara m...
https://www.infogsbi.or.id/2011/04/peringati-may-day-2011-gsbi-menuntut.html
Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) didalam momentum peringatan hari Buruh Internasional (May Day) 2011, akan berjuang dengan cara melakukan aksi massa menuntut pemerintah SBY agar segera menghentikan perampasan Upah. Hal ini didasarkan atas penilaian GSBI, terhadap pemerintah SBY yang sampai saat ini masih mempertahankan sistem politik upah murah didalam menetapkan Upah Minimum di Indonesia, pemerintah SBY juga dinilai telah melakukan berbagai macam bentuk perampasan upah yang di legalkan melalui berbagai kebijakan.
Rudy HB Daman Ketua Umum DPP GSBI menyampaikan bahwa sampai saat ini penetapan UMK/UMP di Indonesia di dasarkan pada UUK No. 13 Tahun 2003 psl 88 dan psl 89, serta Permenaker 17/2005 tentang “Komponen dan pelaksanaan tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak Untuk Buruh”. Di dalam Permennaker No. 17 Tahun 2005, penentuan upah kenyataannya hanya di tujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup buruh lajang, Fakta yang lain di dalam permen 17 Th 2005 adalah nilai KHL hasil surve dewan pengupahan tidak sepenuhnya di gunakan sebagai dasar penetapan upah, hasil surve dewan pengupahan hanya dijadikan salah satu pertimbangan saja, sehingga yang terjadi adalah hampir semua kota/kabupaten atau Provinsi hampir tidak ada UMK/UMP-nya yang sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), jika di hitung rata-rata upah minimum yang di tetapkan oleh pemerintah provinsi hanya sekitar 80 % dari KHL.
Upah yang sudah di tetapkan oleh pemerintah melalui SK Gubernur di masing-masing Provinsi ternyata juga tidak mengikat sepenuhnya agar di laksanakan oleh pengusaha, melalui Kepmenaker Nomor 231 Tahun 2003, pengusaha dapat mengajukan penangguhan pelaksanaan upah dengan sangat mudah, sehingga banyak pengusaha hari ini terbebas dari kewajibannya membayar upah buruh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Padahal didalam Permenaker 17/2003 salah satu dasar pertimbangan dalam menetapkan UMK/UMP selain hasil surve KHL yang dilakukan oleh dewan pengupahan juga mempertimbangkan kemampuan usaha kecil (marginal), maka seharusnya tidak ada alasan lagi pemerintah masih mempertahankan kepmenaker 231/2003.
Rudy menyatakan bahwa pemerintah SBY dengan dalih mengatasi krisis keuangan global pada tahun 2008 telah mengeluarkan Peraturan Bersama empat Menteri (PB 4 Menteri) No. PER.16/MEN/X/2008. No. 49/2008, No. 922.1/M-IND/10/2008, No. 39/M-DAG/PER/10/2008 tentang Pemeliharaan Momentum Pertumbuhan Ekonomi Nasional dalam Mengantisipasi Perkembangan Perekonomian Global dikeluarkan oleh MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI, MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI PERINDUSTRIAN, DAN MENTERI PERDAGANGAN.
Di dalam pasal 2 PB 4 Menteri disitu menyebutkan bahwa: “Konsolidasi unsur pekerja/buruh dan pengusaha melalui forum LKS Tripartit Nasional dan Daerah serta Dewan Pengupahan Nasional dan Daerah agar merumuskan rekomendasi penetapan upah minimum yang mendukung kelangsungan berusaha dan ketenangan bekerja dengan senantiasa memperhatikan kemampuan dunia usaha padat karya dan pertumbuhan ekonomi nasional”.
Isi dari pasal 2 PB 4 Menteri tersebut menunjukkan bahwa pemerintah secara jelas dan terang-terangan tidak menginginkan upah buruh naik sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Peraturan itu kontra produktif karena di satu sisi pemerintah ingin meningkatkan daya beli masyarakat, tetapi di sisi lain kenaikan upah buruh yang sesuai kebutuhan hidup layak sudah pasti terganjal oleh peraturan ini.
Lebih lanjut rudi menegaskan bahwa terbitnya peraturan bersama empat menteri terkait pengupahan adalah merupakan bentuk dan sikap pemerintah yang tidak pernah serius menjalankan keputusannya sendiri dan selalu mengabikan kesejahterakan buruh. Artinya upah sesuai dengan KHL hanyalah merupakan slogan semata tanpa pernah dapat tercapai.
Menurut Rudy; Sejak 1 Januari 2009, pemerintah SBY juga telah menjalankan undang-undang PPh Nomor 36 tahun 2008, dengan terbitnya Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 21 maka beban pajak yang di tanggung oleh buruh tidak hanya untuk upah pokok saja, akan tetapi seluruh penghasilan/upah buruh yang di terima, baik berupa tunjangan maupun THR juga di kenakan pajak sebesar 5-6%.
Sedangkan menurut Ismet Inoni kepala departeman Hukum dan Advokasi DPP GSBI, beliau menyampaikan bahwa Selain di rampas upahnya oleh pemerintah, buruh juga masih di peras tenaganya dan di rampas upahnya oleh pengusaha, bentuk perampasan upah yang sangat umum dilakukan oleh pengusaha diantaranya adalah Tanpa melalui mekanisme panangguhan pelaksanaan upah banyak pengusaha membayar upah di bawah UMK/UMP yang berlaku, hal tersebut dibiarkan oleh pemerintah dan tidak ada tindakan tegas yang dilakukan oleh pemerintah terhadap pengusaha-pengusaha yang membayar upah buruh dibawah ketentuan yang berlaku, bentuk lain perampasan upah yang dilakukan oleh pengusaha adalah dengan cara menaikkan target produksi, banyak pengusaha yang tidak membayar upah lembur sesuai dengan aturan, kenaikan upah di ikuti dengan pemotongan uang bonus, premi dan tunjangan-tunjangan lainnya, dan masih banyak lagi bentuk-bentuk perampasan upah yang di lakukan oleh pengusaha. Kondisi ini sangat umum terjadi terutama di perusahaan-perusahaan kecil dan menengah, tujuannya adalah agar mereka dapat menekan biaya produksi, sehingga hasil produksi dapat bersaing dengan produksi perusahaan besar milik imperialis.
Pemerintah SBY, rencananya akan segera menjalankan Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) tahun 2004. Yaitu dengan mengesahkan Rancangan Undang-undang Badan Pelaksana Jaminan Sosial (RUU BPJS). Undang-undang tersebut sejatinya adalah sistem asuransi sosial bagi rakyat dimana iurannya akan di bebankan kepada buruh (rakyat yang mendapatkan pekerjaan), maka dapat dipastikan bahwa jaminan sosial bagi seluruh rakyat tidak lagi menjadi kewajiban negara, karena kewajiban tersebut akan di bebankan lagi kepada rakyat terutama rakyat yang mendapat pekerjaan, sehingga dampaknya adalah semakin meningkatnya besaran premi/iuran yang harus di bebankan kepada buruh. Rencana kenaikannya diperkirakan mencapai 500% (5 kali) dari iuran yang ada selama ini.
Menyikapi berbagai macam permasalahan perburuhan dewasa ini maka di dalam momentum peringatan hari buruh Internasional 1 Mei 2011, Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) akan terus menggalang persatuan dan berjuang bersama-sama menuntut kepada pemerintah SBY agar segera menghentikan perampasan upah, menuntut pemerintah agar lebih peduli terhadap nasib buruh, segera menetapkan Upah sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak dengan mencabut permenaker 17 tahun 2005 dan segala peraturan perundang-undangan yang menciptakan upah murah serta melegalkan perampasan upah. GSBI juga mendesak pemerintah agar segera mengeluarkan peraturan dan kebijakan yang dapat memastikan upah buruh sesuai dengan kebutuhan hidup layak serta memberikan perlindungan dan jaminan terhadap pelaksanaan upah di Indonesia. Selain juga menuntut dihapuskannya sistem kerja Kontrak dan outsourcing serta memberikan perlindungan dan jaminan kebebasan berserikat bagi buruh.
Jakarta, 25 April 2011
Dewan Pimpinan Pusat
Gabungan Serikat Buruh Independen (DPP GSBI)