FPR : Selamatkan BMI dari Hukuman Mati
FPR : Selamatkan BMI dari Hukuman Mati Menuntut SBY ; Kemenlu dan Menakertrans untuk Bertanggung Jawab Atas Eksekusi Hukum Pancung Ibu. ...
https://www.infogsbi.or.id/2011/06/fpr-selamatkan-bmi-dari-hukuman-mati.html
FPR : Selamatkan BMI dari Hukuman Mati
Menuntut SBY ; Kemenlu dan Menakertrans untuk Bertanggung Jawab Atas Eksekusi Hukum Pancung Ibu. Ruyati.
Contak Person : Rudi HB Daman (Koordinator FPR;0818-08974078)
Jakarta; 21/6/2011: Front Perjuangan Rakyat (FPR) jelas sangat terpukul dan menyakitkan mendengar dan mengetahui adanya kasus kematian Ibu. Ruyati binti Satubi (54 thn) BMI asal Kampung Ceger RT 03/ RW 02, Desa Sukadarma, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, yang dihukum pancung di Saudi Arabia ini karena kasus ini tanpa ada pembelaan dan perhatian maksimal dari pemerintah Indonesia dalam hal ini rezim SBY.
Secara terang bahwa Pemerintah tidak melakukan pertolongan. Padahal keluarga Ruyati sudah mengetahui kasus ini sejak Januari 2010 dan sudah meminta pertolongan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Luar Negeri serta BNP2TKI. Namun pemerintah seolah-olah tidak ada masalah hanya diam saja dan tidak melakukan diplomasi tingkat tingi.
Rudi HB Daman selaku Koordinator FPR atas kasus ini menyatakan: Saya pribadi dan seluruh jajaran FPR di 28 (dua puluh delapan) kota di Indonesia serta di 3 (tiga) kota di luar negeri yaitu di Hongkong; Macau dan Taiwan menyampaikan turut berduka cinta berbela sungkawa yang sedalam-dalam nya atas kematian Ibu Ruyati ini dan kami di FPR Menuntut SBY; Menakertrans dan Kemenlu untuk Bertanggung Jawab Atas Eksekusi Hukum Pancung Ibu. Ruyati.
Apalagi Peristiwa ini terjadi setelah Pemerintah Indonesia (Kemenakertrans, BNP2TKI, dan Kemlu) baru saja menuntaskan pembicaraan dengan Arab Saudi pada April 2011 lalu dan pemerintah menyatakan kedepan perlindungan TKI di Arab akan lebih baik. Yang jauh lebih ironis, pemancungan (hukuman mati) terhadap Ruyati terjadi persis dua hari setelah SBY berpidato manis di forum Sidang ILO (16/6/2011) di Jenewa Swiss tentang komitmen Indonesia untuk perlindungan dan pengakuan hak bagi Pekerja Rumah Tangga seperti pekerja lainya.
Dalam pandangan FPR kasus hukuman mati ini adalah bukti nyata lemahnya posisi tawar pemerintah Indonesia di hadapan negara-negara penerima BMI. Dan FPR mengatakan bahwa rezim SBY gagal melakukan diplomasi tingkat tinggi dalam mengatasi kasus BMI Ruyati binti Satubi yang dipancung di Arab Saudi pada 18 Juni 2011 ini. Padahal diplomasi tingkat tinggi seharusnya bisa menembus negara-negara, tetapi dalam kasus Ruyati pemerintah tidak melakukan apapun. Pemerintah cenderung pasrah, ini adalah fakta bagaimana kualitas dari pemerintahan SBY yang anti BMI dan anti rakyat.
Menurut saya seharusnya pemerintahan SBY berkaca pada jaman pemerintahan Gusdur (Abdurahman Wahid) dalam kasus BMI Siti Zaenab, yang tidak jadi dihukum mati di Arab Saudi setelah dilakukan diplomasi. Begitu juga dengan kasus BMI Adi Asnawi yang juga bebas dari hukuman mati di Malaysia setelah ada upaya diplomasi yang gigih dilakukan oleh pemerintahan Gusdur. Hal lain pemerintahan SBY bisa berkaca juga pada pemerintahan Philipina yang begitu konsisten dalam menolak hukuman mati bagi buruh migrannya dimanapun di tempatkan.
Untuk itu FPR mengajak semua elemen masyarakat terutama organisasi buruh migrant dan para pejuang demokrasi dan HAM di Indonesia untuk mendesak dan menuntut pemerintah SBY bertanggung jawab atas kasus kematian Ruyati ini dan juga kematian; tindak kekerasan; pemerkosaan buruh migrant Indonesia di luar negeri lainnya. Pemerintah SBY jelas telah melakukan pelanggaran atas konstitusi UUD 1945 dan juga UU no 39 tahun 2004 karena menurut UU ini dikatakan: “Pemerintah hanya boleh menempatkan TKI di negara-negara yang sudah menandatangani MoU penempatan dan perlindungan TKI” faktanya sampai saat ini pemerintah Indonesia dan Saudi Arabia belum memiliki MoU sebagaimana dimaksudkan.
Jadi selama ini dari tahun 2004 sampai 2011 pemerintah kemana saja dan apa yang dikerjakannya. Tapi giliran memeras TKI sangat gesit dan intensif terbukti saat ini dengan di terapkannya kebijakan seluruh BMI meiliki KTKLN pemerintah terus ngotot meskipun banyak di tolak oleh BMI padahal KTKLN itu jelas-jelas tidak bisa melindungi BMI.
Selanjutnya dari sini jelas bahwa hukuman pancung terhadap Ruyati adalah "Illegal Killing". Serta dengan membaca semua itu, sudah sangat layak jika kita marah dan semakin marah terhadap rejim SBY, rejim yang paling intensif menindas dan memeras BMI/TKI.
Selain itu FPR juga menuntut dengan segera untuk pemerintahan SBY menyelamatkan BMI dari hukuman mati dan pemerintahan SBY harus segera melakukan diplomasi tingkat tinggi mengenai"Anti-Hukuman Mati” serta dalam setiap MoU yang akan di buat dna kebijakan-kebijakan lainnya pemerintah harus benar-benar memiki orientasi untuk menyantumkan soal Anti Hukuman Mati ini, sebab Setiap orang berhak untuk hidup," terlebih didepan mata sudah ada 26 BMI/TKI di Arab Saudi yang menunggu dan terancam di pancung (hukuman mati) dan juga kasus-kasus BMI lainnya seperti di Malaysia saat ini ada 233 kasus di antaranya 50 kasus pembunuhan, 180 kasus narkoba dan 3 kasus lainnya.
Perlindungan sejati dicabutnya UU no 39 tahun 2004 dan di rativikasinya Konvensi PBB 1990 adalah keharusan dan harga mati bagi BMI. Hal lain adalah pemutusan hubungan diplomatic dengan pemerintah Saudi Arabia. Jadi SBY tidak usah berkoar-koar soal perlindungan dan memiliki perhatian kepedulian terhadap BMI/TKI di luar dan juga di media masa termasuk Televisi begitu juga dengan Menakertrans; Kemenlu dan BNP2TKI jika tuntutan BMI ini tidak bisa segera di penuhi.##