Kebebasan berserikat dan berorganisasi bagi buruh Indonesia meski telah ada seperangkat aturan hukum yang jelas mengatur serta menjaminnya dan menjadi hukum positip seperti Undang-undang No. 21 tahun 2000 tentang serikat buruh yang menjamin buruh berserikat, hal ini tidak serta merta dilaksanakan dengan baik. Seperangkat aturan hukum yang dikeluarkan terkait jaminan berserikat bagi buruh, dimana negara telah ratifikasi Konvensi ILO No. 87 mempunyai dampak terhadap peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan khususnya yang berkaitan dengan serikat buruh. Pendirian serikat buruh sebagaimana diuraikan sebagai berikutbahwa setiap pekerja/buruh dapat mendirikan serikat pekerja/buruh secara bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab oleh pekerja/buruh untuk memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak, memperjuangkan kepentingan buruh dan keluarganya.
Banyaknya aturan hukum yang menjamin buruh dalam membentuk organisasi serikat buruh, ternyata dalam prakteknya dilapangan sangat bertentangan, hal ini bisa dibuktikan dimana telah ada serta banyak serikat buruh yang telah dideklarasikan oleh GSBI dalam berbagai jenis atau sektor industri menghadapi bentuk represif dari pengusaha bahkan sampai terjadi PHK sepihak, mutasi, intimidasi dan dikriminalisasikan. Banyak pimpinan dan anggota yang aktif dalam serikat buruh GSBI ditingkat pabrik atau yang biasa disebuit pimpinan tingkat perusahaan (PTP) menghadapi perlakuan yang represif dan cenderung melanggar undang-undang tentang jaminan berserikat dan untuk berunding bersama.
Melihat begitu banyaknya pelanggaran dan sikap pengusaha yang sangat anti terhadap serikat buruh khususnya anggota GSBI dengan melakukan PHK terhadap pimpinan dan anggota yang aktif, maka DPP GSBI dalam diskusi bulanannya mengangkat masalah pelanggaran kebebasan berserikat dan hak untuk berunding bersama dengan melakukan diskusi tematik mengenai prosedur komplain tentang dugaan adanya pelanggaran kebebasan berserikat pada organisasi internasional ( ILO ) di Genewa.
Diskusi bulanan DPP.GSBI melibatkan kawan-kawan pimpinan tingkat perusahan dari semua basis GSBI di Jabodetabek yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 6 Agustus 2011 bertempat di kantor Sekertariat Nasional Dewan Pimpinan Pusat Gabungan Serkat Buruh Independen ( DPP.GSBI ).
Menurut penuturan Ismett Inoni Kepala Departemen Hukum dan Advokasi DPP.GSBI, bahwaagenda diskusi bulanan sengaja mengambil materi tentang Prosedur Komplain Kepada ILO Internasional hal ini dilandasi banyak terjadi praktek-praktek pemberangusan serikat pada serikat buruh tingkat perusahaan khususnya di PT Daelim Indonesia, dimana sejak dideklarasikan sampai saat ini pengusaha PT. Daelim Indonesia terus melakukan pemberangusan serikat buruh terhadap para pimpinan dan anggotanya serikat buruh. Kasus yang terjadi di PT. Daelim Indonesia saat ini dimana kasusnya telah sampai pada laporan kepada Polda Metro Jaya dan sedang dalam proses pemanggilan saksi-saksi atas pemberangusan serikat dilingkungan kerja PT. Daelim Indonesia dan mengingat bahwa upaya pemberangusan serikat buruh di PT Daelim Indonesia ini masih terus berlanjut maka upaya lainnya adalah akan dilanjutkan pada pengaduan kepada Organisasi perburuhan tingkat Internasional ( ILO ) di Genewa.
Lebih lanjut Ismett Inoni, menuturkan bahwa kasus pemberangusan serikat buruh dilingkungan kerja PT. Daelim Indonesia akan diadukan pada ILO di Genewa maka sebelum pengaduan dilakukan penting dipelajari dan dipahami mengenai mekanisme pengaduan yang baik dan tepat. walaupun proses pengaduan atau komplain pada ILO internasional terkait kasus yang terjadi dilingkungan kerja PT. Daelim Indonesia, tetapi sangat tepat juga jika pengetahuan tata cara dan prosedur komplain kepada ILO internasional ini juga dipahami semua basis GSBI karena serikat buruh pada semua basis GSBI mengalami bentuk-bentuk pemberangusan berserikat hingga hari ini.
Dalam diskusi ini Ismett Inoni menambahkan bahwa sejauh ini lebih dari 24 (dua puluh empat) kasus yang ditemukan dan dialami anggota GSBI hingga 2010, kondisi ini semakin membuktikan bahwa dari rejim sebelumnya bahkan hingga rejim SBY- Boediono sangat jelas dan terang telah merampas hak kaum buruh khususnya hak berorganisasi dan berkumpul berunding bersama.
Rejim SBY-Boediono dalam setiap laporan tahunan terkait hak-hak kaum buruh pada lembaga internasional seperti ILO di Genewa, selalu menyampaikan kebohongan,Kenapa dikatakan kebohongan karena meski banyak peraturan Internasional yang telah diratifikasi dan menjadi hukum positip di Indonesia pada kenyataannya tidak dijalankan dengan baik. Kewajiban negara untuk memastikan semua peraturan perundang-undangan berjalan pada kenyataannya sangat diabaikan. Pemberangusan serikatburuh jika dilaporkan pada penegak hukum ternyata malah tidak memahami dan tidak mengetahui tentang mekanisme yang tepat yang semestinya diambil dan melakukan pengawasan dan penyidikan yang lebih parah ketika pengusaha telah dinyatakan melakukan bentuk pelanggaran pidana dengan bentuk menghalang-halangi hak berserikat bagi buruh tidak satupun pengusaha yang dijebloskan dalam sel tahanan lanjut Ismett.
Dalam diskusi bulanan ini Machmud Permana yang diminta menjadi fasilitator diskusi juga menambahkan bahwa dari tahun 1950 dimana Indonesia menjadi anggota PBB dan ILO baru 17 (tujuh belas) kasus pengaduan yang disampaikan kepada komite kebebasan berserikat ILO di Genewa, tentu ini adalah presentasi yang cukup kecil mengingat pelanggaran kebebasan berserikat sangat marak di Indonesia. (RTM/SI 2011).