IPA : MDG's Gagal Menciptakan Masyarakat Terbebas dari Kemiskinan
[JAKARTA] Indonesia Peoples Alliance (IPA) menilai, pelaksanaan Millenium Development Goals (MDGs) gagal menciptakan masyarakat terbeb...
https://www.infogsbi.or.id/2013/03/ipa-mdgs-gagal-menciptakan-masyarakat.html?m=0
[JAKARTA] Indonesia Peoples
Alliance (IPA) menilai, pelaksanaan Millenium Development Goals (MDGs) gagal
menciptakan masyarakat terbebas dari belenggu kemiskinan, ketidakadilan sumber
daya dan lingkungan, serta semakin banyaknya kelompok masyarakat rentan.
IPA merupakan gabungan lembaga
swadaya masyarakat (LSM) yang terdiri dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
(Walhi), Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI), Gabungan Serikat Buruh
Independen dan Lembaga Informasi Perburuhan Sedane dan sejumlah LSM lainnya.
Anggota IPA yang juga Manager
Pengetahuan dan Jaringan Walhi Irhash Ahmady mengatakan pemerintah mengklaim
skema MDGs berhasil padahal faktanya hasilnya tidak signifikan di lapangan
seperti di sektor riil, petani, buruh dan buruh migrant.
"IPA juga menyoroti MDGs
karena memiliki skema negara maju yang melegitimasi praktik eksploitasi sumber
daya alam, sumber daya manusia di negara ketiga. Skema yang gagal ini tidak
bisa lagi diteruskan. Harus dibangun relasi seimbang negara maju dan negara
berkembang," katanya di Jakarta, Jumat (15/3).
MDGs yang akan berakhir tahun 2015
memiliki delapan sasaran yakni pengentasan kemiskinan dan kelaparan ekstrem,
pemerataan pendidikan dasar, mendukung adanya persamaan gender dan pemberdayaan
perempuan, mengurangi tingkat kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu,
perlawanan terhadap HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lain, menjamin daya dukung
lingkungan hidup, mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.
Oleh karena itu IPA mendorong
hadirnya MDGs menciptakan kerja sama yang seimbang. Paradigma yang dibangun
dalam MDGs bukan lagi bantuan dan perdagangan tetapi diganti program demokratis
dan mengedepankan masyarakat.
Seruan senada pun disampaikan Ketua
ATKI Retno Dewi. Ia mempertanyakan parameter keberhasilan MDGs. Meskipun sektor
buruh migran tidak masuk dalam skema MDGs, namun tujuan kesejahteraan
pembangunan belum tercipta.
Mayoritas perempuan bekerja di luar
negeri, hampir 800.000 orang per tahun. Kondisi ini justru kontradiktif dengan
klaim keberhasilan pembangunan merata kota, desa tetapi nyatanya perempuan
perdesaan menjadi sasaran ekspor tenaga kerja ke luar negeri.
"MDGs diupayakan meningkatkan
pendidikan perempuan, tetapi para tenaga kerja perempuan ini hanya
berpendidikan SD dan SMP. Ini sangat kontradiktif," tegasnya.
Tujuan pembangunan millenium atau
Millenium Development Goals (MDGs) akan berakhir tahun 2015 dan digantikan oleh
agenda pembangunan pasca-2015 atau Post-2015 Development Agenda.
Dalam perumusan agenda ini, Sekjen
Perserikatan Bangsa-Bangsa menyediakan tiga mekanisme yaitu melalui Global
Thematic Consultation, Open Working Group dan High Level Panel of Eminent
Person yang beranggotakan 24 anggota dengan tiga co-chairs yaitu Presiden RI
Susilo Bambang Yudhoyono, PM Inggris David Cameron dan Presiden Liberia Ellen
Johnson Sirleaf.
Oleh karena itu, sikap dan
pernyataan sejumlah LSM ini sebagai bentuk kritik akan dilakukannya pertemuan
High Level Panel (HLP) of Post-2015 Development Goals.
HLP dimaksudkan untuk menyusun
roadmap baru bagi agenda pembangunan dunia pascaberakhirnya MDGs. HLP yang akan
digelar di Bali, pekan terakhir Maret 2013 ini, memunculkan pesimistis anggota
IPA.
Di bidang lingkungan anggota IPA
yang juga Koordinator Kampanye Sawit Watch Jopi Peranginangin menegaskan
pemerintah gagal melindungi lingkungan hidup.
Hal itu ditunjukan dengan maraknya
kebijakan eksploitasi seperti adanya ribuan izin usaha pertambangan, kehutanan
yang berdampak terhadap keberlanjutan lingkungan hidup.
"Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) justru punya potensi besar
menjual dan mengeksploitasi alam. Keberlanjutan lingkungan hidup Indonesia pun
terancam," ucapnya.
Sebagai masukan IPA pun mengusulkan agar HLP memperhatikan dan memfokuskan pada upaya mendorong lapangan pekerjaan dan upah layak, jaminan sosial, perlindungan imigrasi, hak asasi manusia, kedaulatan pangan, keadilan iklim dan lingkungan berkelanjutan dan keadilan gender. [R-15]