Siaran Pers IPA Merespon Pertemuan KTT APEC 1-8 September 2013
Jakarta, 07 Oktober 2013. Memasuki hari ke enam pertemuan KTT APEC di Bali telah melahir kan berbagai kesepakatan. 20 butir proposal ...
https://www.infogsbi.or.id/2013/10/siaran-pers-ipa-merespon-pertemuan-ktt.html
Jakarta, 07 Oktober 2013. Memasuki hari ke enam
pertemuan KTT APEC di Bali telah melahir kan berbagai kesepakatan. 20 butir
proposal yang diajukan Indonesia dalam Pertemuan Pejabat Senior APEC (Senior Official
Meeting/SOM APEC), 1-2 Oktober lalu menjadi tema utama dalam pertemuan KTT kali ini.
Mulai dari upaya
peningkatan promosi produk yang selaras dengan lingkungan, pembangunan di
pedesaan dan pengentasan kemiskinan, pencapaian Bogor Goals, serta memperluas
konektivitas tidak lepas dari upaya dan skema libaralisasi semua sektor di
kawasan Asia Pasific.
Pada pembukaan KTT para CEO APEC 2013 ( APEC CEO
Summit ) SBY menyampaikan perlunya untuk meneruskan liberalisasi perdagangan di
anggota Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) guna mendorong pertumbuhan
ekonomi yang lebih baik di masa depan. Menurut Ahmad SH Juru Bicara IPA
menerangkan, seluruh asumsi pertumbuhan hari ini bertumpu pada sektor yang
semuanya dimiliki oleh negara berkembang, jadi sesungguhnya liberalisasi hari
ini semakin memperkuat dominasi Investor asing untuk memonopoli perdagangan dan
SDA di Indonesia. “ Apakah menguntungkan rakyat Indonesia dan rakyat di negara
berkembang lainnya? Saya rasa tidak” imbuh Ahmad.
Fakta tersebut sangat berdasar, sejak kelahirannya
pada tahun 1989 liberalisasi seluruh sektor telah memiskin rakyat dan terusir
dari tanahnya. Dalam dua decade terakhir rakyat hanya menanggung dampak bencana
ekologis dan ancaman konflik dan perampasan tanah yang dilakukan oleh korporasi
skala besar. Degradasi lingkungan, ketiadaan jaminan keselamatan, kehidupan
yang sejahtera, serta ketidak pastian keberlanjutan jasa layanan alam terus
meningkat dari tahun ke tahun.
Menurut Irhash Ahmady dari Eksekutif Walhi Nasional
menyatakan rejim SBY-Boediono yang telah menjadi boneka dari negara maju
khusunya AS. Kebijakan investasi skala besar telah memfasilitasi capital untuk
semakin menancapkan modal dan memonopoli sektor kehidupan rakyat, khususnya SDA.
Hal ini dapat dilihat dari kebijakan pelepasan kawasan hutan. Pencabutan izin
HPH tahun 2004 dan berganti dengan IUPHHK HA pada tahun 2006 seluas 4,1
juta hektar. Pada tahun 2012 melonjak lebih dari 5 kali lipat menjadi 20,2 juta
hektar melalui 313 izin.
Selain itu dalam waktu 6 tahun terakhir juga terjadi
peningkatan pemberian izin terhadap HTI lebih dari 2 kali lipat dari 108 izin
seluas 3,5 juta hektar menjadi 221 izin dengan total luas 8,8 juta
hektar. Dimana terjadi peningkatan pengeluaran izin penebangan hutan alam
seluas 16 juta hektar dalam waktu 6 tahun atau rata rata diatas 3,7 juta hektar
setiap tahun.
Menurut Rudi HB Daman dari Gabungan Serikat Buruh
Independen yang juga anggota Indonesia Peoples Alliance/IPA menyatakan SBY
tidak melihat bahwa liberalisasi dan intervensi negara maju dalam berbagai
pertemuan APEC hanya untuk memecahkan krisis yang sedang mereka alami. “Kita
hanya menjadi solusi dari stagnannya capital mereka dan membayar murah
buruh-buruh negara-negara berkembang” tegasnya.
Oleh karena itu Aliansi Rakyat Indonesia/IPA yang
terdiri dari gabungan organisasi berbagai sektor terus berupaya mengkampanyekan
kepada seluruh rakyat tidak saja bahwa tidak ada keuntungan yang didapat
rakyat/ Indonesia dalam perundingan APEC. Keberadaan Indonesia sebagai ketua
sekaligus tuan rumah KTT APEC jelas tidak koheren dengan kebutuhan untuk
memperkokoh struktur ekonomi domestik yang sebenarnya telah menjadi “trend”
yang praktis bersifat universal di era krisis global ini.
Rakyat Indonesia harus memiliki agenda
alternatif sebagai counter atas skema monopoli yang coba dipaksakan
melalui pertemuan APEC. Agenda alternatif tersebut harus berbasiskan pada
kerangka reform ekonomi dan sosial yang komprehensif. Agenda alternatif ini
harus mempunyai tujuan untuk merebut kembali kedaulatan dan kontrol rakyat
Indonesia dari kapitalisme monopoli, serta menegakkan kepentingan rakyat diatas
kepentingan lainnya. Kebijakan investasi dan perdagangan yang dikembangkan
haruslah mengabdi kepada rakyat dengan memegang prinsip-prinsip; kedaulatan,
integritas teritorial, non-intervensi, saling menguntungkan, self determination
dan bersandarkan pada kekuatan atau kapasitas nasional.#