Kedubes AS dan Istana Didemo 3.200 Buruh
Jakarta - Hari Selasa (12/11/2013), sekitar 3.200 buruh dari Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) dijadwalkan melakukan aksi demo ...
https://www.infogsbi.or.id/2013/11/kedubes-as-dan-istana-didemo-3200-buruh.html
Jakarta
- Hari Selasa (12/11/2013), sekitar 3.200 buruh dari Gabungan Serikat
Buruh Independen (GSBI) dijadwalkan melakukan aksi demo di Kedubes
Amerika Serikat (AS) dan Istana Negara Presiden SBY.
Tuntutan para buruh adalah Hapuskan Politik Upah Murah, Naikan Upah Buruh, Cabut Inpres 9/2013, cabut Kepmen 231/2003, Bubarkan WTO, dan Mengecam kekerasan dan penyerangan buruh di Bekasi.
“Aksi dimulai pada pukul 09.30 Wib dengan titik kumpul di Bundaran Hotel Indonesia (HI) dan LongMarch ke Kedubes AS dan Istana Negara/Presiden,” ungkap Rudi HB Daman, Ketua Umum GSBI, dalam rilisnya, Senin (11/11/2013) malam.
Untuk itu, jelas Rudi, GSBI mengundang dan menyerukan kepada masyarakat luas dan organisasi-organisasi rakyat agar bersama-sama aksi dan terus memperhebat perjuangan untuk kesejahteraan, keadilan, HAM dan kedaulatan Indonesia.
Tuntutan para buruh adalah Hapuskan Politik Upah Murah, Naikan Upah Buruh, Cabut Inpres 9/2013, cabut Kepmen 231/2003, Bubarkan WTO, dan Mengecam kekerasan dan penyerangan buruh di Bekasi.
“Aksi dimulai pada pukul 09.30 Wib dengan titik kumpul di Bundaran Hotel Indonesia (HI) dan LongMarch ke Kedubes AS dan Istana Negara/Presiden,” ungkap Rudi HB Daman, Ketua Umum GSBI, dalam rilisnya, Senin (11/11/2013) malam.
Untuk itu, jelas Rudi, GSBI mengundang dan menyerukan kepada masyarakat luas dan organisasi-organisasi rakyat agar bersama-sama aksi dan terus memperhebat perjuangan untuk kesejahteraan, keadilan, HAM dan kedaulatan Indonesia.
Rudi
HB Daman menegaskan, kesejahteraan bagi kaum buruh adalah ketika upah
yang dia terima mampu memenuhi kebutuhan hidup buruh dan keluarganya.
Tidak semata-mata tinggi nominalnya, namun angka upah tersebut mempunyai
nilai (value) yang mampu mencukupi kebutuhan riil buruh dan
keluarganya. Upah yang demikian, menurutnya, tidak akan pernah bisa
diwujudkan selama karakter industri di Indonesia masih didominasi oleh
kapitalisme monopoli asing.
“Tidak akan terjadi ketika labor market flexibility masih dipertahankan oleh pemerintah, tidak akan terpenuhi ketika masih terjadi monopoli dan perampasan tanah di pedesaan yang semakin memperbanyak jumlah cadangan tenaga kerja hingga membuat daya tawar buruh terhadap upahnya menjadi sangat rendah,” tandas Ketua Umum GSBI.
Ia menyatakan, kesejahteraan bagi buruh akan lahir ketika negeri ini sanggup membangun industri nasional, dengan orientasi produksi untuk mencukupi kebutuhan seluruh rakyat Indonesia. Dengan karakter yang demikian, sama artinya bahwa industri ini tidak lagi dibawah dominasi kapitalisme monopoli asing. Industri ini tidak akan menjadikan labor market flexibility sebagai kebijakannya, sehingga buruh mendapatkan kepastian kerja dan memberikan jaminan kehidupan bagi dia dan keluarganya.
“Dan pembangunan industri nasional ini hanya dapat terwujud apabila sumber daya alam negeri ini tidak dimonopoli atau tidak dikuasai oleh kapitalisme monopoli. Artinya proses pembangunan industri nasional ini harus sejalan dengan perjuangan menolak monopoli dan perampasan tanah,” tambahnya.
Ia pun menilai, WTO saat ini sudah berada dihalaman pabrik-pabrik, bahkan mungkin sudah masuk kedalam pabrik. Melalui kebijakan pasar bebasnya (FTA’s), WTO memberikan peluang kepada negeri-negeri imperialis untuk memonopoli pasar, membanjiri pasar seluruh dunia dengan barang produksi mereka dan terbukti telah mematikan aspirasi pembangunan industri nasional.
“Melalui kebijakan trade facilitation-nya (TF), WTO memberikan jaminan terhadap negara-negara maju agar mesin-mesin dengan tekhnologi tinggi yang mereka produksi dapat digunakan di negara berkembang ataupun miskin seperti Indonesia, tanpa harus ada transfer tekhnologi. Disisi lain, masuknya mesin atau berbagai bentuk sarana dengan tekhnologi tinggi ini akan berdampak pada pengurangan tenaga kerja, artinya ancaman PHK rerhadap buruh akan semakin nyata,” bebernya.
Rudi mengungkapkan, fakta bahwa saat ini upah buruh Indonesia masih murah jauh di bawah Philipina, Tahiland, Cina, Malaysia. Bahkan system politik upah murah terus di pertahankan hal ini terbukti dengan pemerintah masih saja kepala batu dengan tidak mau memenuhi tuntutan kaum buruh dan terus menipu kaum buruh sebagaimana yang disampaikan oleh SBY selaku presiden dan juga Muhaimin Iskandar selaku Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi RI. “ bahwa era upah buruh murah sudah berakhir dan tidak boleh lagi di jadikan keunggulan komparatif dan buruh layak sejahtera”.
GSBI menilai bahwa pernyataan pemerintah tersebut adalah kebohongan publik yang tujuannya hanya untuk politik pencitraan dan meredam gejolak perlawanan kaum buruh yang semakin meluas, SBY dan Muhaimin Iskandar adalah setali tiga uang sama-sama pembohong, karena pernyataan tersebut kenyataannya sangat jauh panggang dari Api.
“Bagaimana tidak bahwa sampai detik ini politik upah murah masih terus di berlakukan dan dijalankan oleh rezim SBY dengan bukti bahwa, SBY mengeluarkan Inpres no 9 tahun 2013, tetap memperthankan Kepmen 231 tahun 2003, UUK no 13 tahun 2003 dan berbagai macam kebijakan lainnya yang tetap mempertahankan politik upah murah dan perampasan upah melalui sistem kerja kontrak dan outsourching yang sangat menindas kaum buruh?” ujarnya mempertanyakan.
Sebab, lanjut dia, sangat jelas bahwa akar soal upah murah dan perampasan upah serta berbagai persoalan yang menghimpit dan mengekang kehidupan sosial ekonomi kaum buruh dan rakyat tertindas lainnya di Indonesia saat ini disebabkan oleh kekuasaan politik rezim SBY-Boediono yang secara terang tunduk patuh pada kepentingan kaum kapitalis monopoli asing (imperialism), kapitalis komprador dan tuan tanah besar (kaum feodalisme).
Karenanya, tegas Rudi, perjuangan buruh yang dari waktu ke waktu terus menunjukkan peningkatan ini harus diarahkan pada sasaran pokok sebagai sebab utama atas seluruh keterbelakangan dan kesengsaraan kehidupan kaum buruh dan rakyat pada semua aspek, yaitu kekuasaan politik rezim SBY-Budiono yang berkuasa saat ini. Jadi yang harus di serang paling utama oleh gerakan buruh adalah rezim SBY.
“Arahkan tuntutan kenaikan upah pada SBY-Boediono; tagih pernyataan SBY yang mengatakan upah buruh murah sudah berakhir; tuntut SBY Cabut Inpres No 9 tahun 2013, Cabut UUK No. 13 tahun 2003, tuntut SBY untuk segera memberlakukan system pengupahan baru, yaitu system Upah Minimum Nasional sebagai jawaban atas bobroknya sistem pengupahan di Indonesia saat ini!” seru Ketua Umum GSBI.
Tuntutan Buruh
HB Daman menyatakan, GSBI selaku organisasi Pusat Perjuangan Buruh dari berbagai macam bentuk organisasi Serikat Buruh sektoral dan non-sektoral yang berwatak Independen, militant, patriotic dan demokratik dengan ini menyatakan sikap sebagai berikut:
“Tidak akan terjadi ketika labor market flexibility masih dipertahankan oleh pemerintah, tidak akan terpenuhi ketika masih terjadi monopoli dan perampasan tanah di pedesaan yang semakin memperbanyak jumlah cadangan tenaga kerja hingga membuat daya tawar buruh terhadap upahnya menjadi sangat rendah,” tandas Ketua Umum GSBI.
Ia menyatakan, kesejahteraan bagi buruh akan lahir ketika negeri ini sanggup membangun industri nasional, dengan orientasi produksi untuk mencukupi kebutuhan seluruh rakyat Indonesia. Dengan karakter yang demikian, sama artinya bahwa industri ini tidak lagi dibawah dominasi kapitalisme monopoli asing. Industri ini tidak akan menjadikan labor market flexibility sebagai kebijakannya, sehingga buruh mendapatkan kepastian kerja dan memberikan jaminan kehidupan bagi dia dan keluarganya.
“Dan pembangunan industri nasional ini hanya dapat terwujud apabila sumber daya alam negeri ini tidak dimonopoli atau tidak dikuasai oleh kapitalisme monopoli. Artinya proses pembangunan industri nasional ini harus sejalan dengan perjuangan menolak monopoli dan perampasan tanah,” tambahnya.
Ia pun menilai, WTO saat ini sudah berada dihalaman pabrik-pabrik, bahkan mungkin sudah masuk kedalam pabrik. Melalui kebijakan pasar bebasnya (FTA’s), WTO memberikan peluang kepada negeri-negeri imperialis untuk memonopoli pasar, membanjiri pasar seluruh dunia dengan barang produksi mereka dan terbukti telah mematikan aspirasi pembangunan industri nasional.
“Melalui kebijakan trade facilitation-nya (TF), WTO memberikan jaminan terhadap negara-negara maju agar mesin-mesin dengan tekhnologi tinggi yang mereka produksi dapat digunakan di negara berkembang ataupun miskin seperti Indonesia, tanpa harus ada transfer tekhnologi. Disisi lain, masuknya mesin atau berbagai bentuk sarana dengan tekhnologi tinggi ini akan berdampak pada pengurangan tenaga kerja, artinya ancaman PHK rerhadap buruh akan semakin nyata,” bebernya.
Rudi mengungkapkan, fakta bahwa saat ini upah buruh Indonesia masih murah jauh di bawah Philipina, Tahiland, Cina, Malaysia. Bahkan system politik upah murah terus di pertahankan hal ini terbukti dengan pemerintah masih saja kepala batu dengan tidak mau memenuhi tuntutan kaum buruh dan terus menipu kaum buruh sebagaimana yang disampaikan oleh SBY selaku presiden dan juga Muhaimin Iskandar selaku Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi RI. “ bahwa era upah buruh murah sudah berakhir dan tidak boleh lagi di jadikan keunggulan komparatif dan buruh layak sejahtera”.
GSBI menilai bahwa pernyataan pemerintah tersebut adalah kebohongan publik yang tujuannya hanya untuk politik pencitraan dan meredam gejolak perlawanan kaum buruh yang semakin meluas, SBY dan Muhaimin Iskandar adalah setali tiga uang sama-sama pembohong, karena pernyataan tersebut kenyataannya sangat jauh panggang dari Api.
“Bagaimana tidak bahwa sampai detik ini politik upah murah masih terus di berlakukan dan dijalankan oleh rezim SBY dengan bukti bahwa, SBY mengeluarkan Inpres no 9 tahun 2013, tetap memperthankan Kepmen 231 tahun 2003, UUK no 13 tahun 2003 dan berbagai macam kebijakan lainnya yang tetap mempertahankan politik upah murah dan perampasan upah melalui sistem kerja kontrak dan outsourching yang sangat menindas kaum buruh?” ujarnya mempertanyakan.
Sebab, lanjut dia, sangat jelas bahwa akar soal upah murah dan perampasan upah serta berbagai persoalan yang menghimpit dan mengekang kehidupan sosial ekonomi kaum buruh dan rakyat tertindas lainnya di Indonesia saat ini disebabkan oleh kekuasaan politik rezim SBY-Boediono yang secara terang tunduk patuh pada kepentingan kaum kapitalis monopoli asing (imperialism), kapitalis komprador dan tuan tanah besar (kaum feodalisme).
Karenanya, tegas Rudi, perjuangan buruh yang dari waktu ke waktu terus menunjukkan peningkatan ini harus diarahkan pada sasaran pokok sebagai sebab utama atas seluruh keterbelakangan dan kesengsaraan kehidupan kaum buruh dan rakyat pada semua aspek, yaitu kekuasaan politik rezim SBY-Budiono yang berkuasa saat ini. Jadi yang harus di serang paling utama oleh gerakan buruh adalah rezim SBY.
“Arahkan tuntutan kenaikan upah pada SBY-Boediono; tagih pernyataan SBY yang mengatakan upah buruh murah sudah berakhir; tuntut SBY Cabut Inpres No 9 tahun 2013, Cabut UUK No. 13 tahun 2003, tuntut SBY untuk segera memberlakukan system pengupahan baru, yaitu system Upah Minimum Nasional sebagai jawaban atas bobroknya sistem pengupahan di Indonesia saat ini!” seru Ketua Umum GSBI.
Tuntutan Buruh
HB Daman menyatakan, GSBI selaku organisasi Pusat Perjuangan Buruh dari berbagai macam bentuk organisasi Serikat Buruh sektoral dan non-sektoral yang berwatak Independen, militant, patriotic dan demokratik dengan ini menyatakan sikap sebagai berikut:
1.Hapuskan
politik Upah Murah, Naikkan upah buruh sesuai dengan kebutuhan rilil
buruh dan keluarganya, serta turunkan harga-harga kebutuhan pokok
rakyat.
2.
Cabut berbagai peraturan yang melanggengkan politik upah murah dan
perampasan upah, yaitu : UUK No.13 tahun 2003, Permenakertrans No. 231
tahun 2003, Permenakertrans No. 13 tahun 2013, Inpres No. 9 tahun 2013.
3.Berikan
jaminan kebebasan berserikat, mengelurkan pendapat, dan hak mogok bagi
buruh, Serta hentikan Intimidasi, kekerasan, dan kriminalisasi terhadap
buruh dan aktivis buruh yang berjuang untuk mendapatkan haknya.
4.Hapus
Sistem Kerja Kontrak dan Outsourching, dan berikan kepastian kerja bagi
buruh dengan menghentikan relokasi perusahaan dan PHK masal terhadap
buruh.
5.Mendesak
Bupati/Walikota dalam menetapkan upah minimum tahun 2014 agar sesuai
dengan kebutuhan riil buruh dengan mempertimbangkan apa yang menjadi
tuntutan kaum buruh.
6.Mengecam
keras atas tindakan refresif, brutal dan membabibuta serta tindakan
pembiaran oleh aparat kepolisian kabupaten Bekasi atas insiden
pembacokan, penusukan, pemukulan dan penyerangan sekelompok ormas dan
orang-orang (preman) bayaran terhadap buruh dalam aksi buruh pada 31
Oktober 2013 di Kabupaten Bekasi yang telah mengakibatkan 28 ornag buruh
menjadi korban parah dan 3 orang dalam keadaan kritis di rumah sakit.
7.GSBI
juga mendesak pihak kepolisian RI dalam hal ini Mabes Polri, dan
pemerintahan SBY untuk bertanggung jawab dan mengusut tuntas peristiwa
penyerangan, pembacokan, penusukan kaum buruh yang dilakukan oleh ormas,
orang-orang (preman) bayaran serta tindakan pembiaran aparat kepolisian
Polres Bekasi dalam aksi 31 Oktober 2013 di Bekasi.
8.GSBI
juga mendesak kepada pemerintah dan aparat kepolisian untuk tidak
melakukan provokasi dan cara-cara represif dalam menangani/menghadapi
aksi-aksi buruh.
9.Laksanakan
Jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang sepenuhnya di
tanggung oleh Negara (cabut UU No 40 tahun 2004 tentang SJSN dan UU
tentang BPJS)
10.Laksanakan
reforma Agraria sejati dan bangun industri nasional sebagai jawaban
atas persoalan upah murah dan Labour Market Fleksibility (Fleksibilitas
Pasar Tenagakerja) serta masalah rakyat lainnya.
11.GSBI
juga menyerukan kepada seluruh kaum buruh untuk berorganisasi dalam
wadah-wadah serikat buruh sejati, bersatu dan terus memperhebat
perjuangan kaum buruh dalam menuntut kenaikan upah 2014 dan hak-hak
demokratis buruh lainnya dengan gegap gempita dan militan. (Tri)