Pernyataan Sikap GSBI dalam Aksi 12 Nopember 2013, Perjuangan Upah Buruh 2014 dan Junk WTO
Berikut ini adalah pernyataan sikap GSBI dalam aksi 12 Nopember 2013, aksi di mulai di bundaran Hotel Indonesia (HI) mulai pukul 10.0...
https://www.infogsbi.or.id/2013/11/pernyataan-sikap-gsbi-dalam-aksi-12.html
Berikut ini adalah pernyataan sikap GSBI dalam aksi 12 Nopember 2013, aksi di mulai di bundaran Hotel Indonesia (HI) mulai pukul 10.00 wib dan dilanjutkan dengan Longmach menuju Kedutaan Besar Amerika Serikat (Kedubes AS) dan Istana Negara/Presiden RI. Aksi ini di ikuti oleh 3.500 buruh anggota GSBI perwakilan dari wilayah Jabodetabek dan Karawang.
Aksi protes nasional GSBI ini mengangkat tema Perjuangan Upah Buruh 2014 dan Bubarkan WTO/Junk WTO.
Pernyataan Sikap :
Gabungan
Serikat Buruh Independen (GSBI)
Federation of Independent Trade Union
Kontak
Person : Rudi HB Daman/Ketua Umum GSBI (+62812.1317.2878)
Emelia Yanti MD. Siahaan,
SH/Sekjend GSBI (+62813.8769.6731)
“HAPUSKAN POLITIK UPAH MURAH, HENTIKAN
PERAMPASAN UPAH, NAIKKAN UPAH BURUH DAN WUJUDKAN INDUSTRIALISASI NASIONAL
DENGAN JALAN REFORMA AGRARIA SEJATI”
WTO Sampah Bagi Kaum Buruh, Bubarkan WTO/JUNK
WTO..!!
Naikkan Upah Buruh 2014 Sesuai Dengan Tuntutan
Buruh,
Turunkan dan Kontrol Harga Kebutuhan Pokok
Rakyat, Cabut Inpres No 9 tahun 2013,
Cabut Kepmen 231 Tahun 2003, Hapus Sistem
Kerja Kontak dan Outsourching, Hentikan PHK Massal.
Salam Demokrasi,
Pada bulan November ini, di berbagai Propinsi,
Kota dan Kabupaten telah menetapkan nilai upah minimum buruh untuk tahun 2014.
Seperti Propinsi DKI Jakarta yang telah menetapkan upah minimum (UMP) sebesar
Rp. 2,4 juta serta Propinsi-propinsi dan Kota/kabupaten lainnya yang penetapan nilai
Upah masih jauh dari harapan dan tuntutan kaum buruh untuk bisa hidup sejahtera.
Atas hal itu kaum buruh di berbagai tempat terus melakukan perlawanan dengan
berbagai macam bentuk untuk memenangkan tuntutannya.
Bahwa pada
bulan Desember 2013, WTO akan menyelenggarakan Konferensi Tingkat Menteri (KTM)
ke-9 di Nusa Dua,
Denpasar Bali, Indonesia. Ada tiga pembahasan utama yang akan dilakukan;
Tentang Agreement on Agriculture (AoA), Least Developed Country (LDC) dan Trade
Facilitation (TF). AoA adalah perundingan disektor pertanian yang sudah
mengalami kebuntuan selama satu dekade terakhir. Mandegnya perundingan ini
dikarenakan negara-negara kapitalis monopoli tetap mempertahankan proteksi
terhadap pertanian mereka sehingga membuat produksi pertanian dari negara
berkembang tidak dapat bersaing dipasar internasional. LDC adalah kelompok
negara-negara miskin yang berusaha mengajukan proposal didalam WTO agar seluruh
ekspor dari negara-negara anggota LDC ke negara-negara maju tidak dibatasi
kuotanya dan dipermudah seluruh prosesnya, dan sesungguhnya proposal ini telah
diterima pada pertemuan WTO tahun 2011. Kedua agenda ini tidak akan menjadi
prioritas dalam pertemuan di Bali Desember mendatang.
World Trade
Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia adalah salah satu
instrumen bentukan imperialisme terutama Amerika Serikat (AS) untuk mengatur
masalah perdagangan antar negara. WTO merupakan badan
internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara.
Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang
berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan
yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota. Persetujuan tersebut
merupakan kontrak antar negara-anggota yang mengikat pemerintah untuk
mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangannya. Indonesia merupakan
salah satu negara pendiri WTO dan telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan
WTO melalui UU N0. 7 tahun 1994.
Agenda
pembahasan utama dalam KTM WTO ke-9 di Bali adalah TF. TF adalah skema
fasilitas perdagangan yang dipromosikan untuk mempercepat dan mempermudah
proses masuknya barang-barang dari negara maju ke negara berkembang seperti
Indonesia. Implementasi TF dalam perkembangan saat ini adalah memfasilitasi
adanya sistem tekhnologi informasi/komputerisasi di pelabuhan-pelabuhan, agar
dapat memotong jalur birokrasi dan mempercepat proses perdagangan. Contoh yang
lain adalah penggantian mesin-mesin yang masih manual dan semi-automatic dengan
mesin-mesin yang sudah terhubung dengan komputerisasi. Dampak kongkret dari TF
ini adalah ancaman PHK terhadap kaum buruh akan semakin massif.
TF melengkapi
kebijakan Free Trade Agreement (FTA) yang telah dilaunching disetiap
perundingan WTO sebelumnya. FTA adalah skema perjanjian untuk membuka pasar
sebebas-bebasnya, tidak ada lagi bea masuk yang diterapkan untuk perdagangan
antar negara. Sehingga barang hasil produksi negeri-negeri imperialis dijual
bebas dipasar yang sama dengan barang hasil produksi dari negara seperti
Indonesia. Jelas kemudian, bahwa FTA telah membuat industri dalam negeri gulung tikar karena kalah bersaing
dengan barang-barang dari negara maju, seperti industri garment tekstil
Indonesia yang saat ini kalah bersaing dengan China sejak diberlakukannya
China-Asean Free Trade Agreement (CAFTA).
Dua skema
didalam WTO ini setidaknya menjadi bukti nyata, bahwa WTO mempunyai peranan
yang kuat dalam menghambat bahkan menghancurkan industri nasional. Dengan skema
FTA, perusahaan-perusahaan milik borjuasi menengah di Indonesia tidak akan
sanggup menahan gempuran arus barang, sehingga usaha industrinya akan mati
secara perlahan. Sedangkan borjuasi menengah inilah yang mempunyai aspirasi
progresif karena mereka tidak bergantung kepada modal asing dalam menjalankan
usahanya. Disisi lain, skema TF yang akan dibahas Desember nanti menyimpan
ancaman besar terhadap nasib buruh yang sekarang ini bekerja, karena tidak akan
lagi ada jaminan atas pekerjaan bagi buruh, proses PHK akan semakin dekat
seiring masuknya mesin-mesin berteknologi tinggi
GSBI menilai
bahwa pertemuan KTM ke 9 WTO di Bali pada tanggal 3-6 Desember 2013 nanti, adalah merupakan
skema perdagangan dunia dibawah kontrol kaum Imperialis dibawah dominasi
pimpinan AS, yang tujuannya hanya untuk merampok seluruh sumber kekayaan alam/SDA,
bahan baku murah dan melimpah, serta tenaga
kerja yang murah dan melimpah. Sehingga dengan demikian seluruh perjanjian dan kesepakatan yang dihasilkan
di dalam WTO, tidak akan ada manfaatnya sama sekali bagi kaum buruh dan rakyat
Indonesia, bahkan hasil-hasil perjanjian di dalam WTO justru merugikan bagi kaum
buruh. Maka GSBI menuntut agar pertemuan
WTO di Bali nanti di batalkan karena hanya menghambur-hamburkan uang rakyat,
dan menuntut agar WTO di bubarkan.
Selanjutnya,
krisis ekonomi dan financial yang tengah berlangsung di negeri-negeri Imperialis
hingga saat ini telah mengakibatkan krisis ekonomi dalam negeri Indonesia semakin
buruk, hal ini dapat dilihat dengan semakin merosotnya nilai tukar rupiah dan
semakin melambungnya harga-harga kebutuhan pokok rakyat. Kenaikan harga-harga
kebutuhan pokok yang terjadi sejak kenikan harga BBM pertengahan tahun 2013
saat ini semakin tidak terkendali, kondisi ini semakin memperburuk kehidupan
kaum buruh dan rakyat Indonesia. Kaum buruh dan rakyat Indonesia semakin
terbebani dan menderita akibat dari kenaikan harga-harga kebutuhan pokok,
kenaikan biaya transportasi, Listrik, PDAM, Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan.
Kondisi
demikian yang telah membangkitkan gerakan buruh Indonesia dalam melawan politik
upah murah dan perampasan upah. Kaum buruh menuntut kenaikan upah 2014 yang
rata-rata secara nasional sebesar 50 % selain juga menuntut hak-hak
demokratisnya yang selalu dilanggar oleh pengusaha. Serta menentang PHK masal
di berbagai perusahaan karena alasan efisiensi, relokasi dan antisipasi
menghadapi kenaikan upah 2014 agar mereka sukses melakukan penangguhan kenaikan
upah.
GSBI berpandangan bahwa akar masalah
politik upah murah dan perampasan upah di Indonesia serta berbagai persoalan
yang menghimpit dan mengekang kehidupan sosial ekonomi kaum buruh dan rakyat Indonesia saat
ini disebabkan oleh kekuasaan politik rezim SBY-Budiono yang secara terang
tunduk patuh pada kepentingan kaum kapitalis monopoli asing (Imperialis),
Borjuasi Komperador dan tuan
tanah. Sebab dominasi Imperialis, melalui Borjuasi Komperador, Kapitalisme birokrat
serta Tuan tanah melalui berbagai macam skema kerjasamanya selain merampas
seluruh kekayaan alam di Indonesia juga menciptakan tenaga kerja murah dan
fleksibel.
Sebagaimana kita ketahui bersama untuk
kepentingan investasi asing, kaum buruh Indonesia dipaksa harus bekerja dengan
upah yang sangat rendah dan sistem kerja yang sangat menindas dan menghisap kaum buruh, semakin
meluasnya praktek sistem krja kontak dan Outsourching di hampir semua
perusahaan adalah bukti nyata bahwa hingga saat ini pemerintah SBY-Budiono
masih tetap mempertahankan perbudakan di dalam negeri.
GSBI mendapatkan fakta di lapangan bahwa
kehadiran perusahaan-perusahaan perkebunan maupun pertambangan serta industri
pengolahan, dan rakitan milik pengusaha asing (Imperialis) dan pengusaha
komperador diberbagai tempat telah menyebabkan semakin luasnya kaum tani dan
rakyat Indonesia kehilangan tanah. Masifnya perampasan tanah dan monopoli tanah
untuk perkebunan dan pertambangan skala besar telah mengakibatkan rakyat Indonesia
utamanya kaum tani kehilangan tanahnya, sehingga mereka terpaksa harus bekerja
menjadi buruh perkebunan dan pertambangan-pertambangan besar dengan kondisi
kerja yang buruk dan upah yang jauh dari standart kebutuhan hidup layak,
sebagian dari mereka harus pergi ke kota-kota besar menjadi buruh dengan upah
yang sangat rendah, selain juga harus pergi ke luar negeri menjadi BMI.
Atas dasar itu maka GSBI selaku organisasi
Pusat Perjuangan Buruh dari berbagai macam bentuk organisasi Serikat Buruh
sektoral dan non-sektoral yang berwatak Independen, militant, patriotic dan
demokratik dengan ini menyatakan sikap :
1.
Hapuskan politik Upah Murah, Naikkan upah
buruh sesuai dengan kebutuhan rilil buruh dan keluarganya, serta turunkan dan Kontrol
harga-harga kebutuhan pokok rakyat.
2.
Cabut berbagai peraturan yang
melanggengkan politik upah murah dan perampasan upah, yaitu : UUK No.13 tahun 2003,
Permenakertrans No. 231
tahun 2003, Permenakertrans No. 13
tahun 2013, Inpres No. 9
tahun 2013.
3.
Berikan jaminan kebebasan berserikat,
mengelurkan pendapat, dan hak mogok bagi buruh, Serta hentikan Intimidasi,
kekerasan, dan kriminalisasi terhadap buruh dan aktivis buruh yang berjuang
untuk mendapakan haknya.
4.
Hapus Sistem Kerja Kontrak dan
Outsourching, dan berikan kepastian kerja bagi buruh dengan menghentikan
relokasi perusahaan dan PHK masal terhadap buruh.
5.
Mendesak Gubernur, Bupati/Walikota dalam
menetapkan upah minimum tahun 2014 agar sesuai dengan kebutuhan riil buruh
dengan mempertimbangkan apa yang menjadi tuntutan kaum buruh.
6.
Mengecam keras atas tindakan refresif,
brutal dan membabibuta serta tindakan pembiaran oleh aparat kepolisian
kabupaten Bekasi atas insiden pembacokan, penusukan, pemukulan dan penyerangan
sekelompok ormas dan orang-orang (preman) bayaran terhadap buruh dalam aksi
buruh pada 31 Oktober 2013 di Kabupaten Bekasi yang telah mengakibatkan 28
orang buruh menjadi korban parah dan 3 orang dalam keadaan kritis di rumah
sakit.
7.
Mendesak pihak kepolisian RI dalam hal ini
Mabes Polri, dan pemerintahan SBY untuk bertanggung jawab dan mengusut tuntas
peristiwa penyerangan, pembacokan, penusukan kaum buruh yang dilakukan oleh
ormas, orang-orang (preman) bayaran serta tindakan pembiaran aparat kepolisian
Polres Bekasi dalam aksi 31 Oktober 2013 di Bekasi.
8.
Laksanakan Jaminan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia yang sepenuhnya di tanggung oleh Negara (cabut UU No 40 tahun
2004 tentang SJSN dan UU tentang BPJS).
9.
Tolak Pertemuan KTM WTO ke 9 yang akan di
selenggarakan di Bali pada tanggal 3-6 Desember 2013 dan Bubarkan WTO.
10.
Wujudkan Industrialisasi Nasional dengan
jalan Reforma Agraria Sejati
GSBI
juga menyerukan kepada seluruh kaum buruh untuk berorganisasi dalam wadah-wadah
serikat buruh sejati, bersatu dan terus memperhebat perjuangan kaum buruh dalam
menuntut kenaikan upah 2014 dan hak-hak demokratis buruh lainnya dengan gegap
gempita dan militant, serta melakukan kampanye menolak pertemuan KTM ke-9 WTO
di Bali pada tanggal 3-6 Desember 2013.
Demikain pernyataan sikap ini kami buat
dan sampaikan, agar mendapatkan perhatian.
Jakarta, 12 November 2013
Hormat kami
Dewan Pimpinan Pusat Gabungan Serikat Buruh Independen (DPP.GSBI)