WTO; Skema Perdagangan Dunia Dibawah Kontrol dan Dominasi Imperialisme
Aksi GSBI Melawan Perampasan Upah dan JANK WTO (12/11) Desember tahun 2013 adalah merupakan bulan yang sangat Istimewa bagi Imperi...
https://www.infogsbi.or.id/2013/11/wto-skema-perdagangan-dunia-dibawah.html?m=0
Aksi GSBI Melawan Perampasan Upah dan JANK WTO (12/11) |
Desember tahun
2013 adalah merupakan bulan yang sangat Istimewa bagi Imperialisme AS dalam
upayanya untuk mengatasi krisis ekonomi yang mereka hadapi. Pertemuan WTO 3-6 Desember
2013 yang akan di selenggarakan di Bali nanti, adalah merupakan mementum
penting bagi Imperialisme AS dalam rangka memuluskan dan mempercepat konsep
neo-liberalisme. WTO adalah merupakan skema perdagangan dunia yang sepenuhnya
mengabdi pada kepentingan Imperilalisme agar dapat melakukan kontrol dan monopoli
perdagangan, menguasai pasar, bahan baku industri dan sumber-sumber kekayaan
alam serta tenaga kerja murah rakyat di negeri-negeri terbelakang. Sehingga
dengan demikian WTO hanya dijadikan sebagai kendaraan Imperialisme untuk
menancapkan seluruh skema penindasan dan penghisapannya di berbagai negeri.
Organisasi perdagangan
dunia (WTO) secara historis memang dibentuk sebagai salah satu skema
liberalisasi perdagangan, untuk mendapatkan keuntungan yang berlimpah, tidak
hanya dalam aspek ekonomi, namun juga dalam aspek politik dan kebudayaan. Melalui
kebijakan yang ditetapkan dalam WTO, Imperialisme telah menggeret sejumlah
sector public kedalam sector jasa, sehingga dapat diperjual belikan, termasuk
didalamnya adalah sector pendidikan, kesehatan dan, teknologi informasi dan
komunikasi serta jasa tenaga kerja.
Demi
menggenjot perdagangan global, Azevedo, yang baru menduduki posisi Ketua WTO
sejak 1 September 2013, akan fokus pada sistem perdagangan multilateral.
Desakan WTO untuk mempercepat kebijakan pasar bebas akan menjadi agenda utama dalam
pertemuan WTO di Bali. Pertemuan WTO di Bali ditargetkan akan menghasilkan
perjanjian dagang sebesar 1 triliun dollar AS. Terget ini bertujuan untuk
menggenjot pertumbuhan perdagangan global yang sepanjang tahun 2013 hanya
berkisar 2,5 persen. Angka ini turun dari hitungan awal WTO yang memasang
proyeksi pertumbuhan 3,3 persen. Sedangkan untuk tahun 2014, WTO memotong
proyeksi pertumbuhan perdagangan global di tahun 2014 menjadi 4,5 persen
dari sebelumnya 5 persen. Penurunan proyeksi pertumbuhan tersebut lantaran
pemulihan ekonomi Eropa masih di bawah estimasi. Catatan saja, selama periode
April-Juni 2013, pertumbuhan ekonomi Zona Euro hanya naik 0,3 persen year on year.
Ini
bukan pertama kalinya WTO memangkas proyeksi pertumbuhan perdagangan global.
Sebelumnya, di April 2013, WTO sudah menurunkan pertumbuhan perdagangan global
menjadi 3,3 persen dari sebelumnya 4,5 persen. Alasan WTO memangkas pertumbuhan
lantaran pencapaian pertumbuhan perdagangan tahun 2012 hanya sebesar 2 persen.
Ini merupakan pertumbuhan terendah sejak WTO mulai mencatat angka perdagangan
pada tahun 1981 silam. Pencapaian ini bahkan meleset dari perkiraan awal WTO
yang memproyeksi 3,7 persen. Selain krisis Eropa, perdagangan global di
sepanjang 2012 melemah karena guncangan ekonomi pasca gempa Jepang. Faktor
lain, ketidakamanan politik negara kaya minyak, Timur Tengah. Di sisi lain,
gejolak di pasar finansial emerging
market masih belum mempengaruhi pertumbuhan transaksi perdagangan
global. Menurut Azevedo, perlambatan ekonomi emerging
market seperti Brasil, China dan India masih tetap bertumbuh lebih
positif dibandingkan ekonomi Eropa. "Ekonomi negara berkembang masih jadi
motor pertumbuhan global,"
Setidaknya
ada tiga agenda utama dalam pertemuan KTM WTO di Bali nanti, agenda pertama adalah terkait dengan
perdagangan komoditas produk pertanian. Perundingan ini menjadikan concern utama negara-negara
yang memiliki penduduk banyak yang tentunya juga membutuhkan jumlah stok pangan
yang banyak, yaitu utamanya negara-negara yang tergabung di G-33 yang diketuai
oleh Indonesia dan beberapa negara lain yang menjadi anggotanya seperti India,
China, Korea Selatan, Filipina, Brazil dan lain-lain.
Agenda
kedua
adalah terkait dengan trade
facilities yang utamanya kebijakan ini dipimpin oleh negara-negara Imperialis
seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa. Dipastikan para negara maju menginginkan
pendistribusian barang eksport import itu bisa berjalan lancar dari masalah regulasi,
kebijakan, sistem pelabuhan dan infrastruktur.
Masuknya agenda Trade Facilitation
ke dalam paket perundingan dalam KTM 9 WTO di Bali nanti merupakan strategi Imperialisme
AS untuk mengembalikan pembahasan New Issues (Singapore Issues)
ke dalam perundingan WTO yang sempat terhenti. Trade Facilitation mendesak
negara berkembang untuk semakin memfasilitasi produk impor yang berasal dari
negara-negara imperialis.
Untuk
mendukung dan melayani kepentingan negeri-negeri Imperialis tersebut Indonesia saat
ini telah melakukan pembenahan pada pelabuhan Tanjung Priok, pembangunan
jembatan Suramadu, perbaikan jalan serta langkah-langkah lain untuk mendorong
fasilitas perdagangan seperti yang di inginkan oleh Imperialis. Indonesia telah
menunjukan sebagai negara yang sudah melakukan pekerjaan rumah atas perundingan
itu.
Agenda
Ketiga adalah membangun kerjasama perdagangan
dengan negara kurang berkembang (Least
Developed Countries/LDCs), untuk
menjalankan agenda ketiga ini Indonesia juga menyatakan siap untuk membuka
perdagangan dengan negara kurang berkembang. "Indonesia juga telah
mengambil insiatif lebih dari negara yang lain yakni telah menawarkan dan
menyediakan fasilitas, duty free dan kuota free untuk LDCs.
Sepanjang keberadaannya
hingga kurang lebih 19 tahun (1994-2013) sekarang ini, telah terbukti bahwa WTO
sama sekali tidak berguna bagi rakyat, bahkan sebaliknya organisasi perdagangan
ini hanya menguntungkan bagi Imperialisme dan telah menyengsarakan rakyat. Skema
perdagangan dunia yang eksploitatif ini sudah berlangsung sejak kolonialisme
Belanda pada zaman VOC. Dan saat ini skema tersebut terus dikembangkan dan
diperbaharui agar lebih efektif dan semakin eksploitatif. Karenanya, atas berbagai
kerusakan yang telah menciptakan penderitaan bagi rakyat, maka sudah
sepantasnya organisasi perdagangan tersebut untuk bubarkan. Rakyat harus mulai
merumuskan dan mendorong terbentuknya alternatif-alternatif kerjasama
perdagangan yang adil, mengabdi pada rakyat dan saling menguntungkan bagi semua
pihak.
Bagi rakyat hasil-hasil kesepakatan
APEC dan WTO semakin memperhebat penindasan, penghisapan dan eksploitasi yang
di jalankan oleh Imperialisme terhadap negeri-negeri jajahan dan setengah
jajahan dengan berusaha mengintensifkan dan memperbesar ekspor capital dan
pengerukan kekayaan alam melalui pasar monopolinya. WTO oleh negeri2 Imperialis
sebenarnya adalah untuk mencegah terbangunnya Industri
nasional dan Land Reform Sejati di negeri jajahan dan setengah jajahan,
mencegah terbangunnya negeri sosialis bahkan mencegah berdirinya negeri
kapitalis baru. Sehingga dengan demikian apapun skema
perdagangan yang dijalankannya tidak akan membawa kemajuan dan kemakmuran bagi
rakyat di negeri jajahan maupun negeri setengah jajahan seperti Indonesia. Bagi Imperialisme
negara Indonesia hanyalah di jadikan pelayan bagi Imperialis, untuk memenuhi
kebutuhan industrinya, mulai dari bahan baku, tenaga kerja murah dan pasar yang
luas.
Saat ini Pemerintah
SBY dan kroni-kroninya berpandangan bahwa WTO dan perdagangan dunia adalah
harga mati, mereka beranggapan bahwa seolah-olah sudah tidak ada lagi harapan
untuk membangun ekonomi dalam negeri tanpa mengintegrasikannya ke dalam skema
perdagangan dunia, mereka berpandangan bahwa ketika di satu negeri memproduksi
barang maka sudah seharusnya bisa di eksport keluar negeri dan ketika di satu
negeri membutuhkan barang yang tidak di produksi di dalam negeri tersebut maka negeri
tersebut harus mendapatkannya dengan cara import.
Skema perdanganan dunia
ini tidak lain adalah merupakan skema dari kebijakan Imperialis dengan tujuan
utamanya agar dapat melakukan monopoli perdagangan di seluruh penjuru dunia,
dengan cara membuka pasar seluas mungkin bagi produk barang dan jasa milik
imperialis dan menghilangkan segala hambatan seperti tarif impor, bea masuk,
akses pasar yang mudah bagi produk-produk imperialis, pencabutan subsidi
social, hingga pengguasaan atas kekayaan intelektual. Seluruh skema ini diatur
di dalam beberapa kesepakatan yang dirumuskan seperti General Agreement on
Tariff and Trade (GATT) yakni kesepakatan di bidang perdagangan barang, General
Agreement on Trade and Services (GATS) yakni kesepakatan di bidang perdagangan
jasa, General Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Properties
(TRIPs) yakni kesepakatan di bidang hak kekayaan intelektual dan Penyelesaian
sengketa (Dispute Settlements).
Semua Negara anggota WTO
terikat pada ketentuan yang berlaku, yang faktanya hanya menguntungkan
Negara-negara imperialis. Melalui WTO, produksi impor dari
perusahaan-perusahaan imperialis membanjiri pasar dalam negeri, sehingga
berdampak pada matinya produksi dan perekonomian dalam negeri, liberalisasi
sektor jasa (Pendidikan, kesehatan, pelayan masyarakat lainnya) yang telah
mengakibatkan sekolah dan kesehatan mahal serta pencabutan subsidi sosial.
Sementara pengusaan atas hak kekayaan intelektual, mengakibatkan negeri-negeri
miskin terbelakang meskipun memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah tidak
dapat memajukan industrinya dalam negeri dan kemampuan ilmu pengetahuan serta
teknologi.
Jika situasi demikian
terus berlangsung maka tidak ada lagi harapan di satu negeri seperti Indonesia
membangun Industri nasional, apa artinya bangsa Indonesia bisa memproduksi
barang-barang kebutuhan rakyat seperti HP, Laptop, Televisi dan barang lainnya sendiri
jika produk dari Amerika, China, Jepang, Taiwan masih membanjiri pasar dalam
negeri. Apalagi jika Imperialime AS dan Sekutunya dapat dengan bebas membangun
perusahaannya di Indonesia dan menyebar luaskan hasil-hasil produksinya maka
dapat dipastikan tidak ada harapan lagi bangsa Indonesia dapat membangun
industrinya dan memajukan hasil-hasil produksinya sendiri, karena tidak akan
dapat bersaing dengan kemajuan mesin dan tehnologi serta kekuatan modal dan
monopoli hasil2 produksi.
Di dalam skema perdangan
dunia saat ini ada tiga pihak yang terkait didalamnya, pertama adalah kekuatan Imperialisme yaitu kekuatan yang paling
berdominasi termasuk didalamnya adalah kapitalisme monopoli besar dan pedagang
besar merekalah yang paling di untungkan dalam skema ini, yang kedua adalah Pemerintahan SBY,
yang meskipun mereka seolah-olah berdebat dan tidak ada titik temu terutama didalam isu
kedaulatan hasil-hasil produksi yang selama ini di dihambat dan diatur
sedemikian rupa oleh kekuatan imperialis, akan tetapi mereka tetap saja hakikatnya sama, mereka
akan mendapat keuntungan yang sangat besar karena mereka akan dapat bekerja
sama dan menjadi kaki tangan dari Imperialisme, pihak yang Ketiga adalah
Rakyat, yang selama ini menjadi korban dari skema perdagangan dunia saat ini. Merekalah pihak yang paling di rugikan dari skema perdagangan dunia saat
ini.
Dibawah dominasi
kekuatan tunggal Imperialisme AS maka tidak akan mungkin dan mustahil
perdagangan yang adil dapat terwujud. Mereka hanya memberikan ilusi akan
tercapainya perdagangan dunia yang adil, dan
akan membawa kemakmuran bagi rakyat di seluruh dunia. Sebab WTO dan Skema
perdagangan dunia dibawah kontrol dan dominasi Imperialisme AS tidak akan dapat
menciptakan keadilan, karena sejatinya skema WTO dan perdagangan dunia hanyalah
untuk memuluskan kepentingannya untuk merampas seluruh kekayaan dan sumber daya
alam yang di miliki oleh bangsa Indonesia serta tenaga kerja yang murah.
Dominasi dan kontrol imperialisme
AS atas APEC dan WTO, telah terbukti menghancurkan ekonomi nasional, merusak
kedaulatan politik, meracuni kebudayaan nasional dan memerosotkan negeri Indonesia.
WTO adalah sampah karena tanpa WTO sekalipun mereka sudah menjalankan skemanya
dengan cara membangun hubungan bilateral. Seperti Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA), Free Trade Area for the Asia Pacific Partnership (FTAAPP),Perjanjian Kemitraan Transpacific (TPP), AS dengan Uni
Eropa, Uni Eropa dengan negara-negara di Asia, Afrika dan Amerika Latin,
Perjanjian Investasi Bilateral, dan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC).
Rakyat di seluruh dunia harus mengerti dan memahami dengan jelas kebusukan dan skema jahat perdagangan dunia yang di jalankan oleh
Imperialisme melalui
APEC, WTO dan Lembaga-lembaga dunia lainnya. Tujuan mereka hanya untuk mengatasi krisis
ekonomi, sehingga dengan demikian tugas kita saat ini
adalah membongkar
kedok dan membelejeti pemerintahan negara reaksi yang saat ini berskongkol dengan kaum Imperialis. Melalui perjanjian yang
di hasilkan di dalam APEC dan WTO Imperialisme AS dan rezim bonekanya dalam
negeri semakin bebas merampok seluruh kekayaan alam dan sumber-sumber bahan baku industri, menjelaskan
kepada rakyat agar tidak lagi memiliki pandangan yang keliru yang menganggap
pemerintah negara reaksi dibawah pimpinan SBY seolah-olah bertentangan dengan
Imperialis, membungkus wajah dengan seolah-olah membela
kepentingan rakyatnya dengan memperjuangkan
hasil-hasil produksinya agar mendapatkan lisensi produk dan dapat dipasarkan
dengan bebas di berbagai negeri tanpa ada proteksi.
Rakyat harus mengetahui
bahwa sejatinya apa yang mereka perjuangkan hanyalah untuk kepentingan mereka
sendiri, yaitu klas borjuasi komperador, tuan tanah besar,
dan
kapitalis birokrat. klas yang selama ini telah memonopoli seluruh hasil-hasil
produksi pertanian. Tercapainya Keadilan Ekonomi dengan sebuah sistem dimana terjadi
redistribusi kesejahteraan yang adill dan pemulihan kontrol masyarakat atas
sektor-sektor vital pada perekonomian dengan membangun alternatif perdagangan
bebas dan ketergantungan pada pasar internasional yang bertujuan untuk melayani
manusia, hanya menjadi ilusi bagi rakyat
ditengah monopoli modal dan pasar oleh kapitalis monopoli yang tengah terjerat
krisis akibat overproduksi didalam negerinya. Rakyat
harus memahami bahwa skema kerjasama perdagangan dunia dibawah kontrol
Imperialisme AS hanya akan menyebabkan hancurnya Industri nasional dan
bangkrutnya pengusaha-pengusaha nasional dan pedagang kecil di Indonesia.#Che#