FPR Gelar Aksi di BAWASLU
https://www.infogsbi.or.id/2014/07/fpr-gelar-aksi-di-bawaslu.html?m=0
Jangan Rampok
Kemenangan Rakyat Dengan Kekerasan Maupun Pengadilan.
Senin, 21
Juli 2014, mulai pukul 10.00wib sampai
dengan pukul 12.00 wib Front Perjuangan Rakyat (FPR) menggelar aksi di depan
kantor BAWASLU di Jl. MH Thamrin Jakarta Pusat. Aksi ini berjalan damai dan meriah dibawah pengawasan aparat kepolisian, dengan penuh semangat massa aksi terus meneriakan yel-yel “tolak capres fasis, tegakkan
demokrasi “, “ tuntaskan Pilres berikan hak rakyat”.
Menurut Sandy Ame selaku Sekretaris FPR aksi ini dilakukan
untuk kampanye dan mengajak masyarakat untuk terus mengawasi dan mengawal hasil Pilres 9 Juli
2014 lalu jangan sampai di rampok dengan kecurangan dan kekerasan, serta mendesak BAWASLU dan KPU untuk bersikap independen, profesional
dan netral. Sebab hingga sehari menjelang
pengumuman hasil pemungutan suara capres-cawapres (PILPRES), rakyat semakin
dicemaskan dengan adanya intimidasi, intrik dan sentimen yang diciptakan oleh
kedua petarung,
dimana hal ini bagi pendukungnya bisa
menciptakan ancaman terjadinya konflik. Rakyat juga telah semakin dicemaskan
ketika salah satu Capres secara terbuka ”Mengancam” akan mendduduki KPU dengan memobilisir ratusan ribu massa pada hari pengumuman
nanti
serta mengajukan pengunduran jadwal pengumuman hasil rekapitulasi KPU hingga
tanggal 8 Agustus 2014.
Berikut ini
adalah Pernyataan Sikap FPR yang di bacakan dalam aksi tadi di depan kantor
BAWASLU, Senin, 21 Juli 2014:
“Jangan Rampok Kemenangan Rakyat Dengan Kekerasan
Maupun Pengadilan”
Salam Demokrasi!
Setelah dimobilisir untuk memberikan suaranya sebagai ”kewajiban
memilih” calon presiden dan wakil presiden (Capres-cawapres) pada tanggal 9
juli 2014 lalu, selanjutnya rakyat kemudian dipaksa memberikan perhatiannya
untuk mengkawal proses penghitungan dan rekapitulasi suara, mulai dari tingkat
TPS, Desa/Kelurahan hingga nasional dan menghantarkan sampai pengumuman hasil
pemungutan suara tiba.
Pemaksaan keterlibatan rakyat dalam mengkawal seluruh proses pemilu guna
mengawasi kemungkinan adanya kecurangan untuk pemenangan satu kandidat ataupun
perampasan kemenangan satu kandidat lainnya, sejatinya adalah cermin sebuah
kenyataan terbalik dari ”jargon” pemilihan umum yang ”jujur dan adil (JURDIL)”
ataupun jargon lama ”Lansung Umum Bebas Rahasia (LUBER)”. Namun bagaimanapun
jua hendak ditutupi dengan berbagai ”ilusi” akan perubahan nasib rakyat sebagai
buahnya, LUBER dan JURDIL tetap hanya menjadi jargon yang tidak akan pernah
mampu mengubah apapun jua. Dilain sisi paksaan atas nama demokrasi tersebut,
telah berhasil mengalihkan perhatian rakyat luas atas berbagai kenyataan
sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan yang terjadi dalam waktu bersamaan.
Usaha-usaha rakyat untuk menuntut pemenuhan hak-hak dasarnya, nyaris tidak bisa
dijalankan secara kollektif, massif dan intensif.
Perjuangan dan tuntutan atas upah, perlindungan dan, keadaan kerja yang
baik, kian tersumbat untuk menjadi tuntutan bersama bagi kaum buruh secara
luas. Demikian pula dengan perjuangan dan tuntutan kaum tani atas tanah, sarana
produksi dan, harga produksi pertanian yang selalu menghadapi represif dan
berbagai tindak kekerasan, segera saja telah tertutup rapat-rapat dengan
dominasi isu pemilu yang sarat dengan berbagai kecurangan tersebut, agar tidak
segera meluas, kemudian ”mempengaruhi” seluruh proses kompetisi lima tahun
sekali (pemilu-Pilpres) tersebut dan, segera memukul pusat pertahanan
pemerintah yang selama ini memang abai atas hak dan kepentingan rakyatnya.
Hal serupa juga telah menghinggapi penghidupan dan kenyataan rakyat
disektor dan golongan lainnya, yang terus dibenturkan dengan kokohnya dinding
ketimpangan yang semakin jomplang, bahkan meroketnya angka putus sekolah,
pengangguran, kemiskinan dan perdagangan tenaga kerja telah dianggap sebagai
hal yang lumrah dan biasa saja dalam penghidupan dan keadaan sosial rakyat di
negara dengan jumlah populasi yang besar.
Sementara itu, pemilu yang diilusikan sebagai jalan perubahan atas nasib
dan penghidupannya, rakyat terus diresahkan dengan berbagai kecurangan yang
terjadi diberbagai daerah. Saat ini, hingga sehari menjelang pengumuman hasil
pemungutan suara capres-cawapres (PILPRES), rakyat semakin dicemaskan dengan
adanya intimidasi, intrik dan sentimen yang diciptakan oleh kedua petarung bagi
pendukungnya bisa menciptakan ancaman terjadinya konflik. Rakyat juga telah
semakin dicemaskan ketika salah satu Capres (Prabowo Subianto-Hatta Rajasa)
secara terbuka ”Mengancam” duduki KPU dengan memobilisir ratusan ribu massa
pada hari pengumuman nanti. Melihat release resmi KPU atas hasil rekapitulasi
yang menunjukkan kekalahan dipihaknya, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa juga telah
mengajukan pengunduran jadwal pengumuman hasil rekapitulasi KPU hingga tanggal
8 Agustus depan.
Desakan tersebut merupakan sikap intimidatif dan tidak sportif terhadap
proses pemilihan umum presiden. Upaya ini adalah salah satu bentuk intervensi
terhadap sebuah proses demokrasi yang seharusnya dihormati oleh seluruh rakyat
Indonesia. Ajuan tersebut bahkan ”jika” saja di akomodir oleh KPU maka akan
berakibat pada semakin panjangnya keresahaan rakyat untuk segera mendapatkan
kepastian akan pemimpinnya hingga lima tahun kedepan. Hal tersebut sekaligus
akan semakin memperpanjang ketegangan ditengah masyarakat.
Alasan penundaan pengumumam ini juga disertai dengan tuntutan
dilakukannnya pemilihan ulang di beberapa TPS. Apabila KPU mengakomodir
tuntutan dilakukannnya pemilihan ulang, maka akan menjadi preseden yang sangat
buruk dalam proses pemilihan umum, bahkan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU)
dan akan memperlihatkan bahwa KPU tidak lagi dalam posisi netral dan
independen.
Atas situasi tersebut, maka kami Front
Perjuangan Rakyat (FPR) menyatakan
sikap:
1.
Jangan Rampok Kemenangan
Rakyat Dengan Kekerasan Maupun Pengadilan!
2.
FPR mendukung sikap KPU yang
menolak ajuan penundaan Rekapitulasi dan pengumuman hasil pemungutan suara, dan
tetap mendesak KPU agar menyelenggarakan pengumuman hasil pemungutan suara
PILPRES pada tanggal 22 nanti.
3.
FPR juga mendesak kepada KPU
untuk tetap netral dan Independen dalam menjalankan tugasnya atas seluruh
proses pemungutan, perhitungan, rekapitulasi hingga pengumuman hasil PILPRES
2014.
4.
Menuju 22 Juli 2014 adalah
periode yang sangat rentan terhadap korupsi dan manipulasi, oleh karena itu FPR
menuntut bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus berperan aktif dalam
melakukan investigasi terhadap proses rekapitulasi suara nasional;
5.
FPR juga menyerukan kepada
seluruh rakyat Indonesia untuk terus mengawasi dan melawan segala upaya keji
dan culas memenangkan salah satu Capres Penindas Rakyat yang siap melanjutkan
penindasan 10 Tahun pemerintah SBY melalui gerakan massa, mewaspadai dan mengkawal
seluruh proses penghitungan suara nasional, dengan cara mengekspos segala
bentuk kecurangan ditingkat lapangan ke dalam opini publik, karena hanya dari
pihak yang mempunyai sumberdaya yang besar dan didukung oleh pemerintah yang
berkuasalah yang dapat melakukan intervensi dan berbagai bentuk kecurangan.
Jayalah Perjuangan Rakyat!
Tegakkan Demokrasi!
Jakarta, 21 Juli 2014
Front Perjuangan Rakyat
(FPR)