Mengapa Kita Harus Menolak RUU Pilkada?
https://www.infogsbi.or.id/2014/09/mengapa-kita-harus-menolak-ruu-pilkada.html?m=0
Oleh : Cecep Abu Maskuri
Kepala Departemen Diklat dan Propaganda DPP.GSBI
Pemerintah dan DPR berencana mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), yang akan diputuskan dalam Sidang DPR, 25 September 2014. Mengapa Rakyat harus menolak dan menentang pengesahan RUU Pilkada?
RUU Pilkada Mengkhianati Semangat Reformasi yang dilahirkan Rakyat .
Pilkada langsung adalah semangat dari reformasi yang merupakan buah dari perjuangan panjang rakyat Indonesia melawan kekuasaan otoriter orde baru Soeharto. Di masa lalu, kepala Daerah hingga Presiden dipilih berdasarkan MPR/DPR/DPRD. Hal ini memungkinkan kelompok yang mendominasi di dalam kekuasaan, selalu menjadi orang nomor satu di daerah hingga di pusat. Dulunya, karena Golkar (Golongan Karya) dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang mendominasi kekuasaan, kepala daerah selalu berasal kedua golongan ini.
Apa akibatnya? Pemerintahan sangat sarat dengan kepentingan kelompok yang berkuasa dan menindas hak-hak rakyat Indonesia. Model seperti ini telah mengakibatkan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) merajalela di masa lalu dan tidak ada kontrol atas kekuasaan pemerintah, karena MPR/DPR/DPRD sepenuhnya di bawah kendali kelompok yang berkuasa (Seoharto, Golkar, ABRI).
Akibatnya, rakyat tidak dapat memperjuangkan dan menyalurkan aspirasinya untuk memilih dan melahirkan pimpinan yang dianggap baik dan dapat mewakili kepentingan rakyat. Melalui RUU Pilkada ini, calon kepala daerah akan ditentukan oleh gabungan parpol di DPRD. Artinya, rakyat akan kehilangan hak menentukan siapa yang terbaik bagi mereka untuk menjadi kepala daerah. RUU Pilkada juga memberikan keleluasaan kepala daerah lama yang masih menjabat (incumbent), agar tetap bisa berkuasa, melalui koalisi partai di DPRD untuk Pilkada. RUU Pilkada akan menghilangkan kesempatan putra-putri terbaik daerah untuk menjadi pemimpin daerah.
Jika RUU Pilkada disahkan, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sama saja telah mengkhinati amanat reformasi yang susah payah diperjuangkan rakyat selama ini.
Pilkada Langsung Masih Lebih Baik Daripada Pilkada oleh DPR
Dalam Pilkada langsung, rakyat berkesempatan menentukan pilihan yang tepat sesuai aspirasinya. Ini sesuai dengan hak konstitusional setiap warga negara untuk memilih dan dipilih. Dalam sistem Pilkada langsung, setiap orang bahkan dapat mengajukan dirinya menjadi pemimpin daerah, melalui calon independen non parpol.
Sosok seperti Jokowi adalah produk dari sistem Pilkada langsung. Rakyat memiliki kesempatan mengenali calon pemimpinnya dengan mekanisme kampanye calon. Memungkinkan rakyat agar dapat menentukan pilihan yang tepat dari setiap calon yang ada. Parpol pun akan lebih berperan, karena dituntut untuk dapat meyakinkan masyarakat tentang pilihan pimpinan yang tepat bagi rakyat.
Jika Pilkada melalui DPRD, tidaklah sesuai dengan fungsi DPRD sebagai lembaga legislative, yang kewenangannya meliputi pembuatan peraturan, menetapkan anggaran dan mengawasi roda pemerintahan. Artinya, Jika Pilkada melalui DPRD telah merampas hak konstitusional warga negara untuk dipilih dan memilih. Bahkan anggota DPRD sendiri dipilih langsung oleh rakyat, kenapa kepala daerah tidak bisa?
Bagi buruh dan rakyat, sistem Pilkada langsung sedikit lebih menguntungkan. Dalam penetapan upah minimum tahunan misalnya, kepala daerah memiliki hak menetapkan besar upah minimum. Dewan Pengupahan dapat melakukan tekanan kepada kepala daerah untuk menetapkan besaran upah yang lebih baik. Jika menggunakan Pilkada melalui DPRD, kepala daerah dapat saja dicopot dari jabatannya oleh DPRD atas desakan pengusaha, karena dianggap menetapkan upah yang bertentangan dengan kepentingan pengusaha. Akibatnya, kebijakan penetapan upah minimum tidak dapat dijalankan. Buruh dan rakyat pun dapat mendesakkan aspirasnya kepada pemerintahan, karena kepala daerah dapat menetapkan kebijakan secara langsung.
Artinya, sistem Pilkada langsung, masih memberikan kesempatan lebih baik untuk rakyat memperjuangkan aspirasinya dibandingkan Pilkada oleh DPR, memberikan kesempatan kepada setiap putra-putri terbaik di daerah untuk menjadi pemimpin dan mengurangi dominasi kekuasaan dari kelompok-kelompok tertentu. Itulah sebabnya RUU Pilkada harus ditolak dan Pilkada Langsung tetap dijalankan karena merupakan bagian dari kebebasan demokrasi yang diperjuangkan rakyat melawan otoritarianisme orde baru. (SI-2014).#
Kepala Departemen Diklat dan Propaganda DPP.GSBI
Pemerintah dan DPR berencana mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), yang akan diputuskan dalam Sidang DPR, 25 September 2014. Mengapa Rakyat harus menolak dan menentang pengesahan RUU Pilkada?
RUU Pilkada Mengkhianati Semangat Reformasi yang dilahirkan Rakyat .
Pilkada langsung adalah semangat dari reformasi yang merupakan buah dari perjuangan panjang rakyat Indonesia melawan kekuasaan otoriter orde baru Soeharto. Di masa lalu, kepala Daerah hingga Presiden dipilih berdasarkan MPR/DPR/DPRD. Hal ini memungkinkan kelompok yang mendominasi di dalam kekuasaan, selalu menjadi orang nomor satu di daerah hingga di pusat. Dulunya, karena Golkar (Golongan Karya) dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang mendominasi kekuasaan, kepala daerah selalu berasal kedua golongan ini.
Apa akibatnya? Pemerintahan sangat sarat dengan kepentingan kelompok yang berkuasa dan menindas hak-hak rakyat Indonesia. Model seperti ini telah mengakibatkan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) merajalela di masa lalu dan tidak ada kontrol atas kekuasaan pemerintah, karena MPR/DPR/DPRD sepenuhnya di bawah kendali kelompok yang berkuasa (Seoharto, Golkar, ABRI).
Akibatnya, rakyat tidak dapat memperjuangkan dan menyalurkan aspirasinya untuk memilih dan melahirkan pimpinan yang dianggap baik dan dapat mewakili kepentingan rakyat. Melalui RUU Pilkada ini, calon kepala daerah akan ditentukan oleh gabungan parpol di DPRD. Artinya, rakyat akan kehilangan hak menentukan siapa yang terbaik bagi mereka untuk menjadi kepala daerah. RUU Pilkada juga memberikan keleluasaan kepala daerah lama yang masih menjabat (incumbent), agar tetap bisa berkuasa, melalui koalisi partai di DPRD untuk Pilkada. RUU Pilkada akan menghilangkan kesempatan putra-putri terbaik daerah untuk menjadi pemimpin daerah.
Jika RUU Pilkada disahkan, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sama saja telah mengkhinati amanat reformasi yang susah payah diperjuangkan rakyat selama ini.
Pilkada Langsung Masih Lebih Baik Daripada Pilkada oleh DPR
Dalam Pilkada langsung, rakyat berkesempatan menentukan pilihan yang tepat sesuai aspirasinya. Ini sesuai dengan hak konstitusional setiap warga negara untuk memilih dan dipilih. Dalam sistem Pilkada langsung, setiap orang bahkan dapat mengajukan dirinya menjadi pemimpin daerah, melalui calon independen non parpol.
Sosok seperti Jokowi adalah produk dari sistem Pilkada langsung. Rakyat memiliki kesempatan mengenali calon pemimpinnya dengan mekanisme kampanye calon. Memungkinkan rakyat agar dapat menentukan pilihan yang tepat dari setiap calon yang ada. Parpol pun akan lebih berperan, karena dituntut untuk dapat meyakinkan masyarakat tentang pilihan pimpinan yang tepat bagi rakyat.
Jika Pilkada melalui DPRD, tidaklah sesuai dengan fungsi DPRD sebagai lembaga legislative, yang kewenangannya meliputi pembuatan peraturan, menetapkan anggaran dan mengawasi roda pemerintahan. Artinya, Jika Pilkada melalui DPRD telah merampas hak konstitusional warga negara untuk dipilih dan memilih. Bahkan anggota DPRD sendiri dipilih langsung oleh rakyat, kenapa kepala daerah tidak bisa?
Bagi buruh dan rakyat, sistem Pilkada langsung sedikit lebih menguntungkan. Dalam penetapan upah minimum tahunan misalnya, kepala daerah memiliki hak menetapkan besar upah minimum. Dewan Pengupahan dapat melakukan tekanan kepada kepala daerah untuk menetapkan besaran upah yang lebih baik. Jika menggunakan Pilkada melalui DPRD, kepala daerah dapat saja dicopot dari jabatannya oleh DPRD atas desakan pengusaha, karena dianggap menetapkan upah yang bertentangan dengan kepentingan pengusaha. Akibatnya, kebijakan penetapan upah minimum tidak dapat dijalankan. Buruh dan rakyat pun dapat mendesakkan aspirasnya kepada pemerintahan, karena kepala daerah dapat menetapkan kebijakan secara langsung.
Artinya, sistem Pilkada langsung, masih memberikan kesempatan lebih baik untuk rakyat memperjuangkan aspirasinya dibandingkan Pilkada oleh DPR, memberikan kesempatan kepada setiap putra-putri terbaik di daerah untuk menjadi pemimpin dan mengurangi dominasi kekuasaan dari kelompok-kelompok tertentu. Itulah sebabnya RUU Pilkada harus ditolak dan Pilkada Langsung tetap dijalankan karena merupakan bagian dari kebebasan demokrasi yang diperjuangkan rakyat melawan otoritarianisme orde baru. (SI-2014).#