Pernyataan Sikap GSBI dalam Peringatan Hari Tani Nasional 2014
Jalankan Reforma Agraria Sejati-Bangun Industri Nasional Stop PHK, Union Busting dan Naikkan Upah Buruh Pernyataan Sikap Gabungan Se...
https://www.infogsbi.or.id/2014/09/pernyataan-sikap-gsbi-dalm-peringatan.html?m=0
Jalankan Reforma Agraria Sejati-Bangun Industri Nasional
Stop PHK, Union Busting dan Naikkan Upah Buruh
Pernyataan Sikap
Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI)
Dalam Rangka
Peringatan Hari Tani Nasional ke-54 tanggal 24 September 2014
Tepat pada 24 September 2014, kaum tani
di Indonesia akan memperingati Hari Tani Nasional (HTN), dimana tahun ini
merupakan peringatan yang ke-54. Peringatan HTN diselenggarakan sebagai
pengingat atas perjuangan panjang kaum tani untuk reforma agraria sejati,
melawan penguasaan/monopoli tanah di Indonesia. Buah perjuangan kolektif kaum
tani ini diperoleh ketika pada tahun 1960 ditetapkan sebuah aturan yang
mengatur masalah agraria di Indonesia berupa lahirnya Undang-Undang No 5 tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria. Harus diakui, ini adalah
capaian besar untuk meringankan beban penindasan yang dialami kaum tani sebagai
akibat penguasaan/monopoli tanah yang sebagian besar terjadi di pedesaan.
Meski demikian, dalam pekembangan saat
ini, apa yang telah dicapai melalui aturan perundangan diatas tidak dapat lagi
dirasakan secara nyata oleh kaum tani di Indonesia. Kaum tani harus kembali
menghadapi masalah utamanya yaitu, persoalan tanah. Bagi kaum tani, tanah
adalah sumber penghidupan. Tanpa memiliki tanah, maka kaum tani tidak akan
memiliki sumber kehidupan untuk mempertahankan hidupnya serta keluarganya.
Faktanya saat ini, kaum tani terus menghadapi perampasan tanah yang semakin
masif, baik yang digunakan untuk pertanian skala besar, perkebunan,
pertambangan hingga proyek infrastruktur. Ironisnya, seluruh proses perluasan
lahan yang merampas tanah kaum tani tersebut dilegalisasi oleh
kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia, dimana
seharusnya peran negara adalah melindungi kepentingan kaum tani atas tanahnya.
Sebagai contoh nyata, selama sepuluh
tahun memimpin negeri ini, pemerintahan SBY setidaknya menjalankan empat
program agrarian yang tidak berpihak terhadap kepentingan kaum tani di
Indonesia. Pertama, program
Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan pada 2005. Awalnya, program ini
diharapkan mampu memicu pertumbuhan ekonmi hingga 6,6 persen, diciptakan lahan
pertanian abadi hingga 30 juta hektar, termasuk membuka lapangan kerja baru di
Indonesia. Faktanya, keberadaan lahan pertanian justru semakin menyempit, kaum
tani di Jawa rata-rata hanya memiliki lahan pertanian 0,3 hektar yang tidak
akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Disisi lain, jutaan hektar
lahan gambut yang dibuka oleh SBY melalui program ini ternyata tidak produktif
dan tidak dapat dignakan oleh kaum tani.
Kedua, Program Pembaruan Agraria Nasional
(PPAN) ditahun 2006. Didalam program ini, SBY menjanjikan kepada rakyat
Indonesia untuk membagi-bagikan lahan seluas 8,15 juta hektar. Dalam
kenyataannya, hingga akhir periode pemerintahan SBY, program ini juga tidak
dapat terealisasi sesuai dengan yang direncanakan. Ketimpangan penguasaan tanah
tetap saja terjadi, bahkan program pembagian lahan sebesar 0,5 hektar terhadap
keluarga kaum tani tidak sama sekali merubah rata-rata kepemilikan tanah kaum
tani di Jawa. Ketiga, program food
estate yang dijalankan oleh SBY ketika memasuki periode kedua pemerintahannya. Merauke Integrated Food and Energy Estate
(MIFEE) di Papua dan Giant Rice di
Kalimantan Timur adalah implementasi dari program food estate. Atas nama program lahan pertanian skala luas,
perusahaan-perusahaan besar seperti Medco, Wilmar, Astra, LG Internasional,
Daewoo Internasional, Rajawali Group berkompetisi untuk mengubah tanah-tanah
adat menjadi perkebunan raksasa dan ditanami kedelai, jagung, padi dan kelapa
sawit. Ditahun 2011, program ini telah merampas tidak kurang dari 100 ribu
hektar kaum tanah.
Keempat, Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Indonesia (MP3EI), yang telah dijalankan sejak 2011 sampai 2025.
Program ini membagi Indonesia dalam 6 (enam) koridor yang terbuka bagi
investasi asing untuk menanamkan modalnya. Pada tiga tahun pertama program ini
berjalan, investasi modal yang berhasil dihimpun mencapai 854 triiun rupiah,
dengan porsi terbesar adalah investasi disektor infrastruktur. Pemerintah
menargetkan angka ini mencapai 2,000 triliun diakhir tahun 2014 apabila proses
pembebasan lahan dapat dipermudah. Artinya, program MP3EI yang tengah
dijalankan menyimpan rencana besar untuk terus menguasai tanah termasuk lahan
pertanian milik kaum tani di Indonesia.
Bagi kaum buruh, tentu menjadi sebuah
perhatian bagaimana memaknai dan menyikapi peringatan Hari Tani Nasional
ditengah perjuangan upah 2015 yang tengah dijalankan saat ini. Bagaimana
menghubungkan arti penting perjuangan kaum tani melawan perampasan dan monopoli
tanah dengan perjuangan kenaikan upah bagi kaum buruh?. Kenapa kaum buruh harus
terlibat aktif dalam perjuangan melawan perampasan tanah dinegeri ini?
Dari paparan tentang program
pemerintahan SBY diatas, dapat disimpulkan bahwa seluruh program agraria yang
dijalankan berdampak pada perampasan lahan pertanian kaum tani yang semakin
masif. Membuat jutaan kaum tani dan keluarganya kehilangan tanah yang merupakan
sumber penghidupannya, memaksa mereka untuk pergi ke kota menjadi buruh dan
bersaing mendapatkan pekerjaan, atau pergi ke luar negeri menjadi buruh migran
meskipun tidak ada jaminan perlindungan dari pemerintah. Disisi lain, telah
menjadi pengetahuan umum bahwa karakter industry di Indonesia terbukti gagal
dalam menyediakan lapangan kerja bagi rakyat atau dengan kata lain jumlah angka
pengangguran di negeri ini terus bertambah.
Akibatnya, kaum buruh akan menghadapi
kesulitan yang luar biasa untuk memperjuangkan kenaikan upahnya. Tingginya
jumlah pengangguran, membuat pengusaha dengan mudah memilih PHK jika kaum buruh
menuntut upah yang tinggi, karena mereka mengetahui bahwa diluar pabrik jutaan
tenaga kerja sedang menunggu antrian untuk mendapatkan pekerjaan. Kemudahan PHK
terhadap kaum buruh tidak lepas dari kebijakan fleksibilitas perburuhan yang
masih dipertahankan pemerintah melalui sistem kerja kontrak maupun outsourcing. Dengan sistem ini,
pengusaha mendapat kemudahan untuk menggunakan jutaan tenaga kerja yang sedang
menganggur guna menggantikan buruh-buruh yang aktif memperjuangkan upah maupun
hak-hak demokratis lainnya didalam pabrik.
Selanjutnya, semakin berkurangnya lahan
pertanian yang dimiliki oleh kaum tani sebagai akibat perampasan tanah tentu
saja akan menurunkan kuantitas hasil produksi pertanian. Ini berarti, harga
kebutuhan bahan pangan akan terus mengalami kenaikan. Sehingga, seberapapun
besar kenaikan upah yang diterima oleh buruh diperkotaan, akan selalu
berhadapan dengan kenaikan harga-harga kebutuhan bahan pokok, khususnya pangan.
Dengan kata lain, meskipun jumlah nominal upah mengalami kenaikan, namun
sesungguhnya nilai upah itu sendiri tidak pernah mengalami peningkatan.
Inilah yang menjadi dasar pemikiran,
kenapa kaum buruh di negeri ini harus mempunyai peranan aktif dalam kampanye
melawan monopoli dan perampasan tanah sebagai bagian yang tidak terpisahkan
ketika melakukan perjuangan untuk kenaikan upah, secara khusus adalah dengan
terlibat aktif dalam peringatan hari tani nasional 24 September 2014. Kaum
buruh tidak boleh hanya bersolidaritas terhadap perjuangan kaum tani, karena
sesungguhnya ketika kaum buruh membantu perjuangan kaum tani dalam melawan
monopoli dan perampasan tanah, disanalah kaum buruh sedang berjuang untuk
kenaikan upahnya. Ketika kaum tani dapat mempertahankan tanahnya, maka tidak
akan menambah jumlah pengangguran yang dapat digunakan oleh pengusaha untuk
menekan upah buruh. Apabila kaum tani memiliki lahan pertanian yang cukup, maka
mereka akan dapat menjamin kebutuhan pangan seluruh rakyat Indonesia. Bahkan,
ketika monopoli dan perampasan tanah dapat dihentikan, negeri ini akan
mempunyai kesempatan untuk membangun indutri nasionalnya, industry yang tidak
bergantung pada modal asing, industry yang akan menjamin kesejahteraan bagi
buruhnya.
Untuk itu, dalam peringatan Hari Tani
Nasional yang ke-54 pada 24, Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) menuntut
:
1. Laksanakan Program Reforma Agraria sejati
dengan cara: Hentikan perampasan tanah bagi perkebunan besar, taman nasional,
pertambangan dan infrastruktur; Bagikan tanah untuk buruh tani dan tani miskin;
Naikkan upah buruh-tani; Turunkan riba
hutang bagi modal usaha tani; Turunkan harga-harga sarana produksi pertanian
seperti : bibit, pupuk, dan obat-obatan;
Bangun dan perbaiki irigasi yang rusak; Bangun Industri Nasional untuk
menyediakan teknologi pertanian; Naikkan
harga hasil produk pertanian; Batalkan seluruh perjanjian liberalisasi sektor
pertanian yang telah terbukti merugikan kaum tani Indonesia.
2. Bentuk kementerian agraria yang memiliki
tugas dan wewenang mengatur masalah pertanahan, menyelesaikan sengketa agraria
dan menjalankan program Reforma Agraria sejati
3. Bentuk Komisi DPR bidang Pertanahan dan
sumber kekayaan alam yang mengontrol pelaksanaan program Reforma Agraria.
4. Tolak pencabutan subsidi energi dan
kenaikan Tarif Dasar Listrik, Gas-Elpiji dan BBM
5. Naikkan Upah Buruh; Hentikan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) dan Pemberangusan Serikat Buruh (Union Busting)
6. Cabut peraturan perburuhan yang
melanggengkan skema upah murah di Indonesia; Kepmen 231/2003, Permen 13/2012,
Inpres 9/2013, Permen 7/2013.
7. Tolak pengesahan Rancangan Peraturan
Pemerintah tentang Pengupahan (RPP Pengupahan)
8. Tolak pengesahan Rancangan
Undang-Undang Pilkada (RUU-Pilkada)
9. Tolak rencana kenaikan harga BBM,
Listrik dan Elpiji
Kami juga menyerukan kepada seluruh
anggota GSBI, serta kepada kaum buruh umumnya untuk mendukung penuh perjuangan
kaum tani dalam melawan monopoli dan perampasan tanah di Indonesia. Secara
khusus adalah dengan mendukung kampanye perjuangan kaum tani dalam memperingati
hari tani nasional, 24 September 2014.
Jakarta, 22 September 2014
Dewan Pimpinan Pusat
Gabungan Serikat Buruh Independen
Rudi HB Daman
Ketua
Umum
|
Emelia Yanti MD Siahaan
Sekretaris
Jendral
|