Pernyataan Sikap FPR pada Aksi 20 Oktober 2014
SUDAHI 10 TAHUN KETERPURUKAN RAKYAT DIBAWAH KEKUASAAN SBY, JOKOWI JANGAN TIRU KEGAGALAN SBY!! Salam Demokrasi !! Dalam momentum pelant...
https://www.infogsbi.or.id/2014/10/pernyataan-sikap-fpr-pada-aksi-20.html?m=0
SUDAHI 10 TAHUN KETERPURUKAN RAKYAT DIBAWAH KEKUASAAN SBY, JOKOWI JANGAN TIRU KEGAGALAN SBY!!
Salam Demokrasi !!
Dalam momentum pelantikan Presiden dan wakil presiden baru, dengan serah terima jabatan dari SBY-Boediono ke Jokowi-JK hari ini, kita-pun tidak boleh luput menyampaikan kegagalan-kegagalan Pemerintahan SBY dalam 10 tahun kekuasaannya, yang telah semakin memperburuk keadaan rakyat Indonesia.
Praktek perampasan dan monopoli atas tanah yang dijalankan oleh SBY selama 10 tahun, telah sangat menindas dan menghisap kaum tani. Dibawah program “Reforma Agraria Palsu-nya” yang disebut Revitalisasi Pertanian, SBY telah menyebabkan jutaan kaum tani kehilangan tanah. Akibatnya, jumlah buruh tani terus bertambah, pengangguran kian menumpuk dan, kian membengkaknya angka kemiskinan, gizi buruk dan kelaparan bagaikan penyakit menular yang terus menyebar di Indonesia.
Dalam waktu yang bersamaan, menguatnya angka kemiskinan dan meningkatnya angka pengangguran kemudian dimanfaatkan oleh SBY, sebagai sandaran kebijakannya dalam menjalankan politik upah murah untuk merampas upah buruh. Akibatnya, buruh terus kehilangan kesempatan untuk dapat memberikan hidup layak bagi keluarga, bahkan jaminan untuk dapat membiayai pendidikan anak-anaknya semakin jauh dari harapan. Karenanya, sampai saat ini upah rendah masih menjadi persoalan pokok kaum buruh.
Demikian pula bagi pemuda dan mahasiswa. Atas kebijakan liberalisasi pendidikan yang dipaksakan oleh Pemerintah dibawah kepemimpinan SBY, pemerintah telah semakin leluasa melakukan deregulasi untuk melegitimasi praktek komersialisasi pendidikan. Kebijakan tersebut telah secara lansung menyngkirkan pemuda Indonesia dari bangku sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, karena biaya yang terus melambung ditengah terpangkasnya subsidi yang harusnya ditanggung Negara. Akibatnya, pemuda Indonesia kehilangan akses untuk mengenyam pendidikan, terutama anak buruh dan tani.
Diatas massifnya perampasan dan monopoli tanah, diperparah dengan keterbelakangan budaya dan tidak berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia, SBY kenyataannya tidak mampu menyediakan lapangan kerja yang luas dan merata bagi rakyat. Akibatnya, angka pengangguran kian menumpuk dan sudah tidak lagi bisa dibendung. Namun demikian, selain sebagai topangan politik upah murah dan sebagai cadangan tenaga kerja yang dapat diperdagangkan, pengangguran terus dipertahankan oleh SBY yang kemudian diperdagangkan bersama isu kemiskinan di Indonesi, untuk menggaet hibah, Invetasi bahkan hutang luar negeri. Hal tersebut membuktikan bahwa SBY memang tidak memiliki perspektif untuk sungguh-sungguh memajukan budaya masyarakat Indonesia.
Sementara itu, buruh migrant Indonesia yang merupakan penghasil devisa terbesar Negara selain pajak, harus menderita dengan upah rendah dan tidak adanya perlindungan Negara. Akibatnya, sepanjang kekuasaan SBY, hampir tak terhingga jumlah buruh migrant yang dihadapkan dengan pemotongan upah, kekerasan, pelecehan seksual hingga, hukuman mati di Negara penempatan.
Oleh karena itu, meskipun dengan berbagai permainan dan sulapan angka SBY terus berusaha menipu rakyat dengan berbagai klaim keberhasilan pemerintahannya, namun kenyataan hidup rakyat Indonesia sekarang ini, telah secara lansung membantah klaim tersebut. Dengan kenyataan rakyat yang telah kehilangan sebagian besar haknya, baik hak social, ekonomi maupun politik dengan serangkaian aksi perampasan SBY dalam pemerintahannya, maka sangat tepat apabila rakyat menyebutkan bahwa selama 10 Tahun SBY telah menciptakan keterpurukan dan kemerosotan hidup rakyat dan, SBY telah gagal mensejahterakan rakyat.
Penindasan dan penghisapan yang dirasakan rakyat telah lebih dari cukup, maka tidak boleh lagi dilanjutkan. Setiap bentuk penghisapan dan penindasan terhadap rakyat harus dihentikan. Bagaimana dengan pemerintahan baru Jokowi dan Jusuf kalla? Di tengah popularitasnya sebagai “rezim populis yang merakyat”, rakyat tentu tetap memiliki harapan akan perubahan nasibnya dapat dipenuhi oleh Jokowi. Namun demikian, Rakyat-pun tidak buta ataupun terlalu bodoh untuk sepenuhnya percaya dan berserah akan perubahan nasib dan penghidupannya.
Bagi Jokowi-JK dan segenap pemerintahannya kedepan, harus dapat menyadarai bahwa rakyat yang tidak pernah sudi dihisap dan ditindas tidak akan pernah menyerah begitu saja untuk berjuang demi kedaulatan, keadilan dan kesejahteraannya. Jokowi harus ingat bahwa megaproyek MP3EI yang telah mengusir jutaan kaum tani dari tanah dan tempat tinggalnnya, adalah program pembangunan yang tidak berguna bagi rakyat. Sistem pengupahan yang tidak pernah disetarakan dengan kebutuhan hidup real dan nilai tenaga yang dikeluarkan buruh, hanyalah belas-kasih tipu-tipu.
Demkian juga dengan ilusi “Revolusi Mental-nya Jokowi” tidak akan berarti apa-apa, jika pendidikan tidak disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi objektif rakyat dan jika masih dijalankan dengan system liberal yang korup, sarat dengan komersialisasi dan jauh dari aspirasi sejati rakyat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan memajukan budaya Masyarakat Indonesia. Jika Reforma agraria yang dijanjikan Jokowi masih sama dengan reforma agraria palsu ala SBY, ataupun jika system pengupahan tetap dijalakannya seperti politik upah murah yang licik ala SBY, maka Jokowi tidak akan pernah mendapatkan perlakuan rakyat yang berbeda dengan SBY ataupun rezim-rezim penghamba sebelumnya.
Bagi Rakyat diseluruh Nusantara, tiada tumpuan yang paling pokok sebagai sandaran perubahan nasib dan masadepannya, selain dengan memperkuat persatuan dan memperhebat perjuangan bersama. Oleh karena itu, dalam momentum pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-JK 20 Oktober 2014 hari ini, kami dari Front Perjuangan Rakyat (FPR) menyampaikan sikap “Bersatu dan perhebat perjuangan massa. Sudahi 10 Tahun Keterpurukan Rakyat di bawah Pemerintahan SBY. Jokowi Jangan Tiru Kegagalan SBY”. FPR menuntut :
1. Tolak Rencana Kenaikan BBM.
2. Tolak MP3EI sebagai Megaproyek pembangunan imperialisme yang menindas dan menghisap rakyat.
3. Naikkan upah buruh dan Tolak RPP Pengupahan.
4. Hentikan Perampasan dan Monopoli tanah, serta selesai konflik agraria
5. Tolak Komersialisasi Pendidikan dan sediakan lapangan kerja bagi Rakyat
6. Hentikan Overcharging dan berikan Perlindungan sejati bagi BMI dan Keluarganya.
7. Usut tuntas seluruh kasus korupsi (BLBI, Century, Hambalang, dan lain-lain) dan dan adili para Koruptor
8. Usut tuntas dan adili kasus-kasus Pelanggaran HAM serta tegakkan HAM di Indonesia.
Jakarta, 20 Oktober 2014
Front Perjuangan Rakyat (FPR)
Rudi HB. Daman
Koordinator Umum
Contact Person: Rudi HB Daman: +6281808974078, Harry Sandy Ame: +6287885594382
Salam Demokrasi !!
Dalam momentum pelantikan Presiden dan wakil presiden baru, dengan serah terima jabatan dari SBY-Boediono ke Jokowi-JK hari ini, kita-pun tidak boleh luput menyampaikan kegagalan-kegagalan Pemerintahan SBY dalam 10 tahun kekuasaannya, yang telah semakin memperburuk keadaan rakyat Indonesia.
Praktek perampasan dan monopoli atas tanah yang dijalankan oleh SBY selama 10 tahun, telah sangat menindas dan menghisap kaum tani. Dibawah program “Reforma Agraria Palsu-nya” yang disebut Revitalisasi Pertanian, SBY telah menyebabkan jutaan kaum tani kehilangan tanah. Akibatnya, jumlah buruh tani terus bertambah, pengangguran kian menumpuk dan, kian membengkaknya angka kemiskinan, gizi buruk dan kelaparan bagaikan penyakit menular yang terus menyebar di Indonesia.
Dalam waktu yang bersamaan, menguatnya angka kemiskinan dan meningkatnya angka pengangguran kemudian dimanfaatkan oleh SBY, sebagai sandaran kebijakannya dalam menjalankan politik upah murah untuk merampas upah buruh. Akibatnya, buruh terus kehilangan kesempatan untuk dapat memberikan hidup layak bagi keluarga, bahkan jaminan untuk dapat membiayai pendidikan anak-anaknya semakin jauh dari harapan. Karenanya, sampai saat ini upah rendah masih menjadi persoalan pokok kaum buruh.
Demikian pula bagi pemuda dan mahasiswa. Atas kebijakan liberalisasi pendidikan yang dipaksakan oleh Pemerintah dibawah kepemimpinan SBY, pemerintah telah semakin leluasa melakukan deregulasi untuk melegitimasi praktek komersialisasi pendidikan. Kebijakan tersebut telah secara lansung menyngkirkan pemuda Indonesia dari bangku sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, karena biaya yang terus melambung ditengah terpangkasnya subsidi yang harusnya ditanggung Negara. Akibatnya, pemuda Indonesia kehilangan akses untuk mengenyam pendidikan, terutama anak buruh dan tani.
Diatas massifnya perampasan dan monopoli tanah, diperparah dengan keterbelakangan budaya dan tidak berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia, SBY kenyataannya tidak mampu menyediakan lapangan kerja yang luas dan merata bagi rakyat. Akibatnya, angka pengangguran kian menumpuk dan sudah tidak lagi bisa dibendung. Namun demikian, selain sebagai topangan politik upah murah dan sebagai cadangan tenaga kerja yang dapat diperdagangkan, pengangguran terus dipertahankan oleh SBY yang kemudian diperdagangkan bersama isu kemiskinan di Indonesi, untuk menggaet hibah, Invetasi bahkan hutang luar negeri. Hal tersebut membuktikan bahwa SBY memang tidak memiliki perspektif untuk sungguh-sungguh memajukan budaya masyarakat Indonesia.
Sementara itu, buruh migrant Indonesia yang merupakan penghasil devisa terbesar Negara selain pajak, harus menderita dengan upah rendah dan tidak adanya perlindungan Negara. Akibatnya, sepanjang kekuasaan SBY, hampir tak terhingga jumlah buruh migrant yang dihadapkan dengan pemotongan upah, kekerasan, pelecehan seksual hingga, hukuman mati di Negara penempatan.
Oleh karena itu, meskipun dengan berbagai permainan dan sulapan angka SBY terus berusaha menipu rakyat dengan berbagai klaim keberhasilan pemerintahannya, namun kenyataan hidup rakyat Indonesia sekarang ini, telah secara lansung membantah klaim tersebut. Dengan kenyataan rakyat yang telah kehilangan sebagian besar haknya, baik hak social, ekonomi maupun politik dengan serangkaian aksi perampasan SBY dalam pemerintahannya, maka sangat tepat apabila rakyat menyebutkan bahwa selama 10 Tahun SBY telah menciptakan keterpurukan dan kemerosotan hidup rakyat dan, SBY telah gagal mensejahterakan rakyat.
Penindasan dan penghisapan yang dirasakan rakyat telah lebih dari cukup, maka tidak boleh lagi dilanjutkan. Setiap bentuk penghisapan dan penindasan terhadap rakyat harus dihentikan. Bagaimana dengan pemerintahan baru Jokowi dan Jusuf kalla? Di tengah popularitasnya sebagai “rezim populis yang merakyat”, rakyat tentu tetap memiliki harapan akan perubahan nasibnya dapat dipenuhi oleh Jokowi. Namun demikian, Rakyat-pun tidak buta ataupun terlalu bodoh untuk sepenuhnya percaya dan berserah akan perubahan nasib dan penghidupannya.
Bagi Jokowi-JK dan segenap pemerintahannya kedepan, harus dapat menyadarai bahwa rakyat yang tidak pernah sudi dihisap dan ditindas tidak akan pernah menyerah begitu saja untuk berjuang demi kedaulatan, keadilan dan kesejahteraannya. Jokowi harus ingat bahwa megaproyek MP3EI yang telah mengusir jutaan kaum tani dari tanah dan tempat tinggalnnya, adalah program pembangunan yang tidak berguna bagi rakyat. Sistem pengupahan yang tidak pernah disetarakan dengan kebutuhan hidup real dan nilai tenaga yang dikeluarkan buruh, hanyalah belas-kasih tipu-tipu.
Demkian juga dengan ilusi “Revolusi Mental-nya Jokowi” tidak akan berarti apa-apa, jika pendidikan tidak disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi objektif rakyat dan jika masih dijalankan dengan system liberal yang korup, sarat dengan komersialisasi dan jauh dari aspirasi sejati rakyat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan memajukan budaya Masyarakat Indonesia. Jika Reforma agraria yang dijanjikan Jokowi masih sama dengan reforma agraria palsu ala SBY, ataupun jika system pengupahan tetap dijalakannya seperti politik upah murah yang licik ala SBY, maka Jokowi tidak akan pernah mendapatkan perlakuan rakyat yang berbeda dengan SBY ataupun rezim-rezim penghamba sebelumnya.
Bagi Rakyat diseluruh Nusantara, tiada tumpuan yang paling pokok sebagai sandaran perubahan nasib dan masadepannya, selain dengan memperkuat persatuan dan memperhebat perjuangan bersama. Oleh karena itu, dalam momentum pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-JK 20 Oktober 2014 hari ini, kami dari Front Perjuangan Rakyat (FPR) menyampaikan sikap “Bersatu dan perhebat perjuangan massa. Sudahi 10 Tahun Keterpurukan Rakyat di bawah Pemerintahan SBY. Jokowi Jangan Tiru Kegagalan SBY”. FPR menuntut :
1. Tolak Rencana Kenaikan BBM.
2. Tolak MP3EI sebagai Megaproyek pembangunan imperialisme yang menindas dan menghisap rakyat.
3. Naikkan upah buruh dan Tolak RPP Pengupahan.
4. Hentikan Perampasan dan Monopoli tanah, serta selesai konflik agraria
5. Tolak Komersialisasi Pendidikan dan sediakan lapangan kerja bagi Rakyat
6. Hentikan Overcharging dan berikan Perlindungan sejati bagi BMI dan Keluarganya.
7. Usut tuntas seluruh kasus korupsi (BLBI, Century, Hambalang, dan lain-lain) dan dan adili para Koruptor
8. Usut tuntas dan adili kasus-kasus Pelanggaran HAM serta tegakkan HAM di Indonesia.
Jakarta, 20 Oktober 2014
Front Perjuangan Rakyat (FPR)
Rudi HB. Daman
Koordinator Umum
Contact Person: Rudi HB Daman: +6281808974078, Harry Sandy Ame: +6287885594382