PERNYATAAN SIKAP JBMI HONG KONG TOLAK UU PILKADA OLEH DPRD
Pernyataan Sikap Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) di Hong Kong. DEMOKRASI UNTUK RAKYAT BUKAN UNTUK PEMODAL JOKOWI JANGAN T...
https://www.infogsbi.or.id/2014/10/pernyataan-sikap-jbmi-hong-kong-tolak.html?m=0
Pernyataan Sikap
Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) di Hong Kong.
DEMOKRASI
UNTUK RAKYAT BUKAN UNTUK PEMODAL
JOKOWI JANGAN TIRU 10 TAHUN SBY
JOKOWI JANGAN TIRU 10 TAHUN SBY
CABUT UU
PILKADA SEKARANG JUGA
Minggu, 19 Agustus 2014, segenap organisasi buruh migran dan masyarakat
Indonesia di Hong Kong turun ke jalan berdemonstrasi di depan kantor Konsulat
Republik Indonesia (KJRI) untuk menuntut dicabutnya UU Pilkada tidak langsung.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sengaja mengesahkan UU Pilkada di akhir 10
tahun masa jabatannya untuk merampas hak pilih rakyat untuk diserahkan ke
tangan DPR. Dengan record buruk anggota DPR yang elit, korup dan
manipulatif, sudah tentu DPR hanya akan memilih pejabat-pejabat daerah yang
setia pada kepentingannya.
Kini setelah dikecam keras, SBY akhirnya mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perpu) untuk meredam kemarahan masyarakat pendukung
demokrasi langsung yang aktif melancarkan protes baik di dalam maupun diluar
negeri. Perpu ini mengembalikan hak memilih pemimpin daerah ke tangan rakyat
sehingga jika diterima DPR, maka UU Pilkada tidak langsung kemarin otomatis
akan gugur. Pertanyaannya, bagaimana jika DPR tidak menerima?
Dalam sejarah pemerintah Indonesia, kita tahu benar Negara akan mengesahkan
apapun yang mereka sukai meski harus berhadap-hadapan dengan kepentingan
rakyatnya sendiri. Langkah SBY mengeluarkan Perpu bukan karena bentuk
keperdulian terhadap hak demokratis rakyat tetapi murni pencitraan semata.
Selama menjabat sebagai presiden Republik Indonesia, banyak tindakan SBY
yang menyakiti hati rakyat. Semua kebijakan yang dikeluarkan lebih
menguntungkan pihak asing yang selama ini memang ingin menguasai Indonesia
melalui modal besar yang mereka miliki. Sekali lagi bagi pemodal asing,
Indonesia cuma tempat mencari sumber alam murah, tenaga kerja murah dan
pasar bagi produknya.
Keberpihakan SBY kepada pemodal asing sudah sangat gamblang di mata rakyat.
Hal ini dibuktikan pula dengan partisipasi aktif SBY di forum-forum regional
dan internasional, mengatasnamakan Indonesia. SBY juga ditunjuk untuk memimpin
beberapa pertemuan tersebut, salah satunya menjadi tuan rumah bagi pertemuan
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Bali akhir tahun 2013 kemarin.
TOLAK KEMBALINYA SISTEM ORDE BARU SUHARTO
Alasan UU Pilkada tidak langsung yang katanya menghabiskan anggaran negara
dan memunculkan politik uang dalam masyarakat hanyalah dalih
semata. Kenyataannya, persoalan politik uang sudah ada sejak kepemimpinan
Suharto.
Sejak diberangusnya ruang demokratis rakyat, Suharto dan kroni-kroninya
yang ingin melanggengkan jabatannya akhirnya menggerakan rakyat agar mau
mencoblos melalui suap menyuap. Pesta demokrasi hakekatnya pesta elit politik,
didukung pemodal asing, untuk berebut kekuasaan sebagai jaminan kekayaan.
Sementara rakyat hanya dijadikan pemilih dan penonton.
Lalu apa tujuan terselubung dibalik pengesahan UU pilkada ini? Maksud
sebenar-benarnya yaitu memudahkan segelintir elit untuk menguasai
jabatan-jabatan penting di pemerintahan. Jika pemilihan pejabat daerah dilakukan
oleh DPR maka akan sangat mudah dikontrol.
Namun siapa yang paling diuntungkan dari sistem seperti ini? Tentu
elit-elit dalam negeri seperti tuan tanah dan pemodal besar. Tapi diatas itu
semua, pemodal asinglah yang paling berjaya. Apa imbasnya bagi rakyat?
Sekali lagi, rakyat akan semakin terjerumus dalam limbah pemiskinan,
pembodohan, keterbelakangan, ketakutan, pembunuhan dan konflik sosial.
Pada hari Senin, 20 Oktober 2014, presiden dan wakil presiden terpilih,
Joko Widodo dan Yusuf Kalla, resmi dilantik. Segenap masyarakat yang telah lama
dihimpit penderitaan sangat berharap pemerintahan mendatang bisa segera
membebaskan rakyat dari aturan-aturan yang menindas.
Janji-janji politik Jokowi-Yusuf Kalla yang dideklarasikan pada masa
kampanye pemilu kemarin menjadi tumpuan rakyat untuk melihat
perubahan-perubahan yang akan dilakukan. Tentu rakyat menunggu perubahan yang
mengabdi kepada kepentingan mayoritas rakyat dan sekali lagi bukan untuk
kepentingan pemodal asing dan elit-elit dalam negeri.
Indonesia bukan bangsa miskin dan bodoh tetapi yang benar adalah
dimiskinkan dan dibodohkan. Penghisapan ratusan tahun oleh penjajah lama dan
penjajah baru yang menjadi akar penderitaan dan keterbelakangan panjang rakyat.
Buruh migran adalah bukti kongkret rakyat yang dimiskinkan, digusur dari
tanahnya sendiri, diupah seperti budak, dibutakan dari ilmu pengetahuan.
Seandainya pemodal asing tidak menguasai Indonesia melalui elit-elit di
dalam negeri, tentu hari ini kita bisa membangun bangsa yang sejahtera, maju
dan bermartabat. Tidak perlu jadi kuli-kuli murah di negeri sendiri dan negeri
orang. Disinilah tantangan terbesar Jokowi mendatang yaitu membebaskan
rakyat dari belenggu penjajahan gaya baru agar rakyat bisa berdaulat atas
tanah, alam dan dirinya sendiri.
KESADARAN & PERSATUAN KUNCI PERUBAHAN
Segenap rakyat Indonesia termasuk buruh migran dimanapun berasda dihadapkan
pada tantangan besar. Di satu sisi, SBY sengaja mengeluarkan peraturan-peraturan
yang bertujuan merampas hak rakyat di segala bidang kehidupan di akhir
jabatannya. Disisi lain, Jokowi-Yusuf Kalla akan segera memimpin pemerintah
Indonesia dimana kita belum tahu keefektifan mereka untuk menegakan demokrasi
dan menjunjung tinggi kedaulatan mayoritas rakyat.
Sekali lagi, banyak yang harus dibuktikan dari Jokowi-Yusuf Kalla
mendatang. Bukan hanya masalah kinerja tetapi juga keberpihakan. Namun sebagai
rakyat, tidak seharusnya kita hanya duduk menunggu “perubahan”. Belajar dari
sejarah, perubahan hakiki tidak pernah dimulai dari kepala negara tetapi justru
dari rakyat yang sadar akan penindasan yang dialaminya dan persatuan nasional
yang kuat dan luas. Apapun yang terjadi, gotong royong antar rakyat yang akan
menjadi pelindung bagi kita semua dari segala bentuk ancaman yang mungkin akan
muncul di masa mendatang.
Untuk buruh migran, mungkin banyak dari kita yang berpendapat urusan
politik bukan urusane wong cilik. Tetapi sekali lagi justru
ketidakperdulian kita tersebut yang dimanfaatkan segelintir pejabat serakah
untuk mengesahkan dan menjalankan peraturan yang merugikan. Maka dari itu, mari
belajar untuk perduli dan bersikap.
Hong Kong, 19 October 2014.
Kontak Person :
Sringatin : +852-
69920878