Sebuah Kesaksian Buruh Adidas Tentang Pemberangusan Serikat Buruh, Bagian 2
Bagian 2 (dua) : Berikut ini merupakan beberapa peristiwa penting ketika pemogokan berlangsung. Pada 13 Juli, perundingan antara perwaki...
https://www.infogsbi.or.id/2014/12/sebuah-kesaksian-buruh-adidas-tentang_15.html?m=0
Bagian 2 (dua) :
Berikut ini merupakan beberapa peristiwa penting ketika pemogokan berlangsung. Pada 13 Juli, perundingan antara perwakilan buruh dengan manajemen terus berlangsung namun tidak mencapai sepakat. Sementara itu, di tengah para pemogok aparat polisi menyemprotkan gas air mata kepada pemogok. Akibatnya, dua orang perempuan hamil pingsan dan 52 orang lainnya mengalami luka-luka.
Senin, 16 Juli 2012, terlihat beberapa milisi sipil menjaga area perusahaan. Kami menyebutnya preman. Sejauh pengetahuan saya, mereka menggunakan nama organisasi BPPKB (Badan Pembina Potensi Keluarga Besar) Banten, Banser (barisan serbaguna), masyarakat Pabuaran dan ada pula kelompok dari Surabaya. Sehari kemudian, preman, kepolisian dan satuan pengaman semakin membabi buta. Mereka mendorong-dorong, melempari dengan benda tumpul, dan memukul barisan pemogok. Massa buruh pun kocar-kacir. Sekitar 24 buruh pun menjadi korban. Pada 19 Juli, ketika beberapa perwakilan buruh melakukan dengar-pendapat (hearing) dengan Perwakilan Adidas Indonesia di Jakarta, 75 orang buruh yang terlibat pemogokan digiring oleh manajemen. Mereka dijemur oleh Manajer HRD dan Manajer Engineering. Selain itu, mereka pun dimintai membuat tiga pernyataan sekaligus. Yaitu, pernyataan tidak akan melakukan aksi protes, pernyataan keluar dari SBGTS GSBI, dan mengundurkan diri dari perusahaan. Sejak kejadian itu secara perlahan jumlah peserta mogok berkurang, karena dibayangi ketakutan. Bayangkan! Perusahaan sebagai tempat bekerja secara tiba-tiba berubah menjadi pengadilan tanpa pembelaan.
Di hari ke lima pemogokan, manajemen PT PDK tidak memperbolehkan pemogok masuk kerja, yang berjumlah 1,300 orang. Mereka dianggap mengundurkan diri sebagai kata lain dari pemecatan. Ini merupakan tekanan selanjutnya bagi para buruh. Saat itu, para buruh akan menghadapi lebaran Idul Fitri. Idul Fitri merupakan hari raya besar bagi umat Islam. Seminggu menjelang dan setelah Idul Fitri harga-harga barang kebutuhan pokok meroket tajam.
Setelah melakukan protes, pada akhirnya, THR (tunjangan hari raya) dan gaji bulan terakhir diperoleh. Namun, persoalan yang kami hadapi tidak berarti tuntas. Kami menuntut PT PDK mempekerjakan kembali seluruh buruh yang telah dianggap mengundurkan diri. Bagi kami, keputusan manajemen memecat kami seperti seseorang yang dipaksa mengakui sebuah kesalahan yang tidak dilakukannya; kami dibentak, dicaci maki, hingga dikasari sekasar-kasarnya, agar bersedia mengakui kesalahan yang tidak pernah kami lakukan. Karena itu, wajar jika kami melawan.
Setelah para pemogok dinyatakan mengundurkan diri, beberapa buruh terpaksa bekerja kembali dengan masa kerja nol tahun. Pada 20 Juli, manajemen pun mengeluarkan siasat baru, yakni mendirikan serikat pekerja independen (SPI). Semua buruh yang masih bekerja diwajibkan untuk menjadi anggota serikat tersebut dan diharuskan keluar dari SBGTS-GSBI maupun SPN. Tak hanya itu, para preman pun memaksa para buruh yang telah mengikuti organisasi dipaksa menyerahkan kartu identitasnya.
Oktober 2012 kami melakukan protes menuntut agar PT PDK mempekerjakan kami. Lebih dari 2000 orang terlibat dalam aksi protes tersebut. Selain korban PHK, massa yang terlibat adalah para keluarga korban dan organisasi-organisasi lain. Aksi protes dilangsungkan di depan perusahaan PT PDK. Protes tersebut berakhir dengan kerusuhan yang tidak perlu. Kami seolah dibentrokkan dengan buruh dari dalam perusahaan yang masih bekerja. Saya melihat buruh-buruh yang melawan kami menggunakan senjata tumpul untuk membubarkan massa aksi protes. Pada saat kerusuhan berlangsung, aparat kepolisian nyaris tidak melakukan apapun. Ujung dari aksi protes tersebut adalah mundurnya 500 orang anggota SBGTS-GSBI dengan menerima kompensasi dari perusahaan sebesar Rp 500 ribu per orang. Sebagian besar dari mereka menerima uang tersebut setelah dibujuk oleh orang-orang yang kami anggap sebagai pesuruh perusahaan.
Juli 2014, perjuangan kami mencapai dua tahun. Kami berkeyakinan bahwa pekerjaan yang layak dan aman merupakan hak yang harus kami rebut. Selama perjalanan mempertahankan hak tersebut, banyak yang harus dikorbankan:
1. Saat ini sebagian besar waktu yang saya miliki dicurahkan untuk menangani kasus yang sedang kami hadapi.
2. Pada prinsipnya keuangan organisasi merupakan tanggungan bersama. Karena anggota kami tidak mendapatkan upah, keuangan organisasi ditanggung oleh saya secara pribadi, karena kebetulan saya masih mendapatkan upah. Sejak upah saya dihentikan pada bulan September 2013 maka keuangan organisasi semakin terganggu.
3. Berkali-kali saudara sekandung saya didatangi oleh aparat keamanan seperti oleh tentara.
Terlepas dari semua itu adalah semangat dari anggota yang masih bertahan membuat semangat saya dan kawan-kawan yang lain tetap terjaga. Pekerjaan kami selanjutnya adalah bagaimana mengkordinasikan anggota dengan pendekatan wilayah tempat tinggal lalu membagi menjadi beberapa kelompok untuk memudahkan pengorganisasian, pendidikan, dan kegiatan organisasi lainnya.
Walaupun buruh yang aksi sudah dianggap mengundurkan diri tetapi manajemen PT Panarub Dwikarya masih melakukan intimidasi seperti :
1. Mendatangi wilayah tempat tinggal buruh, untuk membujuk buruh sendiri ataupun keluarganya supaya mengundurkan diri
2. Melakukan PHK atau mutasi terhadap keluarga buruh yang bekerja di Panarub Group apabila tidak mampu membujuk anggota keluarga/kerabat yang aksi untuk mundur.
3. Buruh yang masih bertahan dengan haknya mencoba mencari pekerjaan di perusahaan lain, namun mendapatkan intimidasi dari pemilik perusahaan. Dugaan kami, PT PDK telah bekerjasama dengan pabrik lain untuk mencegah anggota kami bekerja di tempat lain agar anggota kami mundur dari langkah-langkah yang telah ditetapkan oleh organisasi.
4. Menggunakan debt collector dari salah satu bank tempat buruh berutang agar bersedia mengambil kompensasi dari PT PDK.
Banyak hal yang kami harus lakukan diwilayah seperti : mencari solusi dari masalah ekonomi, memberikan pengertian kepada keluarga dan warga, juga memberikan pendidikan. Menurut saya, persoalan PHK di PT PDK bukan sekadar peristiwa hukum atau sekadar peristiwa ketenagakerjaan, namun menjadi persoalan sosial. Pada Oktober 2013. kami melakukan survei kepada 219 korban PHK. Hasilnya:
1. 4 orang anak buruh tidak dapat menlanjutkan sekolah
2. 2 orang buruh harus terusir dari tempat tinggalnya karena tidak mampu membayar biaya kontrakan, 80 persen dari buruh yang bertahan mengontrak rumah.
3. 3 orang buruh harus bercerai dengan suaminya sebagai akibat persoalan ekonomi.
4. Status kerja dari yang saat ini bekerja adalah buruh kontrak bahkan harian lepas baik di sektor formal maupun informal.
5. Rata-rata buruh mempunyai utang antara Rp 3.000.000- 10.000.000 baik untuk biaya makan, pendidikan dan kesehatan
6. 9 orang buruh kehilangan pekerjaannya kembali karena manajemen dipabrik yang baru meminta buruh untuk mengundurkan diri dari PT Panarub Dwikarya atau diputus kontrak.
Kesimpulan dari kasus yang dihadapi adalah :
1. Pelanggaran atas UU no 21/2000 tentang kebebasan berserikat, yaitu melakukan intimidasi dengan tidak diperbolehkannya mendirikan SBGTS, melarang buruh untuk menjadi anggota.
2. Menggunakan hakim ad-hoc PHI tingkat kasasi sebagai advisor diperusahaan
3. Pelanggaran hak normatif lainnya (melakukan penangguhan upah tidak sesuai mekanisme UU )
Langkah-langkah apa yang sudah dilakukan :
1. Meminta disnaker melakukan pengawasan ( tetapi tidak ditanggapi )
2. Bipartit sebanyak 3 kali dengan pihak managemen tetapi melakukan pembatalan secara sepihak
3. Aksi dipabril bulan juli dari tanggal 12 Juli 2012 – 20 Juli 2012
4. Aksi piket bundaran pasar baru dari bulan Juli 2012 – Agustus 2012 sebanyak 2 kali dalam sehari.
5. Aksi piket di depan PT. Panarub Dwikarya dari bulan september setiap hari dengan tema aksi yang berbeda setiap harinya.
6. Aksi spontan di Bank Mandiri cabang Ahmad Yani dibulan September 2012
7. Aksi di kantor Menteri tenaga kerja sebanyak 5 kali dari bulan Agustus 2012 – April 2014.
8. Aksi didepan Kantor Adidas 8 kali, dari agustus 2012 – Maret 2014
9. Aksi Car Free Day di HI setiap hari minggu
10. Aksi Piket kamisan didepan PT. Panarub Industry sejak Desember 2013
11. Aksi piket di HI sebulan sekali dari mulai bulan February 2014
12. Mendatangi DPR RI, 7 kali menggadakan RDPU salah satu rekomendasinya membuat tim kecil (sampai saat ini tidak ada kelanjutannya)
13. Mendatangi Komnas HAM, sudah mengeluarkan 2 rekomendasi (masih ada satu rekomendasi yang dijanjikan belum dikeluarkan)
14. Mendatangi komanas perempuan (sudah mengeluarkan rekomendasi)
15. Mendatangi mentri pemberdayaan perempuan (sudah mengeluarkan rekomendasi)
16. Membuat petisi di change.org
17. Mendatangi DPRD Kota Tangerang (4 kali pertemuan)
18. Melakukan mediasi di Pusat Mediasi Nasional yang diinisiasi Adidas (tidak ada kesepakatan)
19. Mengirimkan 800 surat buruh PDK kepada presiden SBY
20. Melaporkan kasus union busting ke kepolisian
21. Melaporkan keterlibatan hakim Ad Hoc ke MA
22. Melaporkan keterlibatan hakim Ad Hoc ke KY
23. Melaporkan gubernur Banten ke Ombudsman atas persetujuan penangguhan upah.
24. Menjalin aliansi dengan perangkat desa diwilayah tempat tinggal buruh, dengan meminta mengirimkan surat dukungan untuk buruh PDK ke PT. Panarub Dwikarya.
25. Membawa kasus ke Playfair.
Walaupun sudah banyak upaya dilakukan tetapi sampai hari ini belum ada perkembangan dari kasus ini, baik dari pihak managemen Panarub (karena PT. Panarub Dwikarya sudah berhenti beroperasi semenjak November 2013 karena kualitas yang kurang bagus, sering keterlambatan pengiriman dan banyak komplain dari konsumen, maka order dipindahkan ke PT Panarub Dwikarya Cikupa), sedangkan semua yang menjadi tuntutan pada saat aksi pihak managemen sudah menjalankannya tetapi hanya untuk buruh yang bekerja. Untuk order Adidas Sendiri dari semenjak aksi pada tanggal 12 Juli 2012 sudah mencabut ordernya tetapi pada bulan Juni 2013 ada pengiriman atas nama PT Panarub Dwikarya ke Amerika.
Demikian testimoni ini dibuat terimakasih.
(Selesai..)
Berikut ini merupakan beberapa peristiwa penting ketika pemogokan berlangsung. Pada 13 Juli, perundingan antara perwakilan buruh dengan manajemen terus berlangsung namun tidak mencapai sepakat. Sementara itu, di tengah para pemogok aparat polisi menyemprotkan gas air mata kepada pemogok. Akibatnya, dua orang perempuan hamil pingsan dan 52 orang lainnya mengalami luka-luka.
Senin, 16 Juli 2012, terlihat beberapa milisi sipil menjaga area perusahaan. Kami menyebutnya preman. Sejauh pengetahuan saya, mereka menggunakan nama organisasi BPPKB (Badan Pembina Potensi Keluarga Besar) Banten, Banser (barisan serbaguna), masyarakat Pabuaran dan ada pula kelompok dari Surabaya. Sehari kemudian, preman, kepolisian dan satuan pengaman semakin membabi buta. Mereka mendorong-dorong, melempari dengan benda tumpul, dan memukul barisan pemogok. Massa buruh pun kocar-kacir. Sekitar 24 buruh pun menjadi korban. Pada 19 Juli, ketika beberapa perwakilan buruh melakukan dengar-pendapat (hearing) dengan Perwakilan Adidas Indonesia di Jakarta, 75 orang buruh yang terlibat pemogokan digiring oleh manajemen. Mereka dijemur oleh Manajer HRD dan Manajer Engineering. Selain itu, mereka pun dimintai membuat tiga pernyataan sekaligus. Yaitu, pernyataan tidak akan melakukan aksi protes, pernyataan keluar dari SBGTS GSBI, dan mengundurkan diri dari perusahaan. Sejak kejadian itu secara perlahan jumlah peserta mogok berkurang, karena dibayangi ketakutan. Bayangkan! Perusahaan sebagai tempat bekerja secara tiba-tiba berubah menjadi pengadilan tanpa pembelaan.
Di hari ke lima pemogokan, manajemen PT PDK tidak memperbolehkan pemogok masuk kerja, yang berjumlah 1,300 orang. Mereka dianggap mengundurkan diri sebagai kata lain dari pemecatan. Ini merupakan tekanan selanjutnya bagi para buruh. Saat itu, para buruh akan menghadapi lebaran Idul Fitri. Idul Fitri merupakan hari raya besar bagi umat Islam. Seminggu menjelang dan setelah Idul Fitri harga-harga barang kebutuhan pokok meroket tajam.
Setelah melakukan protes, pada akhirnya, THR (tunjangan hari raya) dan gaji bulan terakhir diperoleh. Namun, persoalan yang kami hadapi tidak berarti tuntas. Kami menuntut PT PDK mempekerjakan kembali seluruh buruh yang telah dianggap mengundurkan diri. Bagi kami, keputusan manajemen memecat kami seperti seseorang yang dipaksa mengakui sebuah kesalahan yang tidak dilakukannya; kami dibentak, dicaci maki, hingga dikasari sekasar-kasarnya, agar bersedia mengakui kesalahan yang tidak pernah kami lakukan. Karena itu, wajar jika kami melawan.
Setelah para pemogok dinyatakan mengundurkan diri, beberapa buruh terpaksa bekerja kembali dengan masa kerja nol tahun. Pada 20 Juli, manajemen pun mengeluarkan siasat baru, yakni mendirikan serikat pekerja independen (SPI). Semua buruh yang masih bekerja diwajibkan untuk menjadi anggota serikat tersebut dan diharuskan keluar dari SBGTS-GSBI maupun SPN. Tak hanya itu, para preman pun memaksa para buruh yang telah mengikuti organisasi dipaksa menyerahkan kartu identitasnya.
Oktober 2012 kami melakukan protes menuntut agar PT PDK mempekerjakan kami. Lebih dari 2000 orang terlibat dalam aksi protes tersebut. Selain korban PHK, massa yang terlibat adalah para keluarga korban dan organisasi-organisasi lain. Aksi protes dilangsungkan di depan perusahaan PT PDK. Protes tersebut berakhir dengan kerusuhan yang tidak perlu. Kami seolah dibentrokkan dengan buruh dari dalam perusahaan yang masih bekerja. Saya melihat buruh-buruh yang melawan kami menggunakan senjata tumpul untuk membubarkan massa aksi protes. Pada saat kerusuhan berlangsung, aparat kepolisian nyaris tidak melakukan apapun. Ujung dari aksi protes tersebut adalah mundurnya 500 orang anggota SBGTS-GSBI dengan menerima kompensasi dari perusahaan sebesar Rp 500 ribu per orang. Sebagian besar dari mereka menerima uang tersebut setelah dibujuk oleh orang-orang yang kami anggap sebagai pesuruh perusahaan.
Juli 2014, perjuangan kami mencapai dua tahun. Kami berkeyakinan bahwa pekerjaan yang layak dan aman merupakan hak yang harus kami rebut. Selama perjalanan mempertahankan hak tersebut, banyak yang harus dikorbankan:
1. Saat ini sebagian besar waktu yang saya miliki dicurahkan untuk menangani kasus yang sedang kami hadapi.
2. Pada prinsipnya keuangan organisasi merupakan tanggungan bersama. Karena anggota kami tidak mendapatkan upah, keuangan organisasi ditanggung oleh saya secara pribadi, karena kebetulan saya masih mendapatkan upah. Sejak upah saya dihentikan pada bulan September 2013 maka keuangan organisasi semakin terganggu.
3. Berkali-kali saudara sekandung saya didatangi oleh aparat keamanan seperti oleh tentara.
Terlepas dari semua itu adalah semangat dari anggota yang masih bertahan membuat semangat saya dan kawan-kawan yang lain tetap terjaga. Pekerjaan kami selanjutnya adalah bagaimana mengkordinasikan anggota dengan pendekatan wilayah tempat tinggal lalu membagi menjadi beberapa kelompok untuk memudahkan pengorganisasian, pendidikan, dan kegiatan organisasi lainnya.
Walaupun buruh yang aksi sudah dianggap mengundurkan diri tetapi manajemen PT Panarub Dwikarya masih melakukan intimidasi seperti :
1. Mendatangi wilayah tempat tinggal buruh, untuk membujuk buruh sendiri ataupun keluarganya supaya mengundurkan diri
2. Melakukan PHK atau mutasi terhadap keluarga buruh yang bekerja di Panarub Group apabila tidak mampu membujuk anggota keluarga/kerabat yang aksi untuk mundur.
3. Buruh yang masih bertahan dengan haknya mencoba mencari pekerjaan di perusahaan lain, namun mendapatkan intimidasi dari pemilik perusahaan. Dugaan kami, PT PDK telah bekerjasama dengan pabrik lain untuk mencegah anggota kami bekerja di tempat lain agar anggota kami mundur dari langkah-langkah yang telah ditetapkan oleh organisasi.
4. Menggunakan debt collector dari salah satu bank tempat buruh berutang agar bersedia mengambil kompensasi dari PT PDK.
Banyak hal yang kami harus lakukan diwilayah seperti : mencari solusi dari masalah ekonomi, memberikan pengertian kepada keluarga dan warga, juga memberikan pendidikan. Menurut saya, persoalan PHK di PT PDK bukan sekadar peristiwa hukum atau sekadar peristiwa ketenagakerjaan, namun menjadi persoalan sosial. Pada Oktober 2013. kami melakukan survei kepada 219 korban PHK. Hasilnya:
1. 4 orang anak buruh tidak dapat menlanjutkan sekolah
2. 2 orang buruh harus terusir dari tempat tinggalnya karena tidak mampu membayar biaya kontrakan, 80 persen dari buruh yang bertahan mengontrak rumah.
3. 3 orang buruh harus bercerai dengan suaminya sebagai akibat persoalan ekonomi.
4. Status kerja dari yang saat ini bekerja adalah buruh kontrak bahkan harian lepas baik di sektor formal maupun informal.
5. Rata-rata buruh mempunyai utang antara Rp 3.000.000- 10.000.000 baik untuk biaya makan, pendidikan dan kesehatan
6. 9 orang buruh kehilangan pekerjaannya kembali karena manajemen dipabrik yang baru meminta buruh untuk mengundurkan diri dari PT Panarub Dwikarya atau diputus kontrak.
Kesimpulan dari kasus yang dihadapi adalah :
1. Pelanggaran atas UU no 21/2000 tentang kebebasan berserikat, yaitu melakukan intimidasi dengan tidak diperbolehkannya mendirikan SBGTS, melarang buruh untuk menjadi anggota.
2. Menggunakan hakim ad-hoc PHI tingkat kasasi sebagai advisor diperusahaan
3. Pelanggaran hak normatif lainnya (melakukan penangguhan upah tidak sesuai mekanisme UU )
Langkah-langkah apa yang sudah dilakukan :
1. Meminta disnaker melakukan pengawasan ( tetapi tidak ditanggapi )
2. Bipartit sebanyak 3 kali dengan pihak managemen tetapi melakukan pembatalan secara sepihak
3. Aksi dipabril bulan juli dari tanggal 12 Juli 2012 – 20 Juli 2012
4. Aksi piket bundaran pasar baru dari bulan Juli 2012 – Agustus 2012 sebanyak 2 kali dalam sehari.
5. Aksi piket di depan PT. Panarub Dwikarya dari bulan september setiap hari dengan tema aksi yang berbeda setiap harinya.
6. Aksi spontan di Bank Mandiri cabang Ahmad Yani dibulan September 2012
7. Aksi di kantor Menteri tenaga kerja sebanyak 5 kali dari bulan Agustus 2012 – April 2014.
8. Aksi didepan Kantor Adidas 8 kali, dari agustus 2012 – Maret 2014
9. Aksi Car Free Day di HI setiap hari minggu
10. Aksi Piket kamisan didepan PT. Panarub Industry sejak Desember 2013
11. Aksi piket di HI sebulan sekali dari mulai bulan February 2014
12. Mendatangi DPR RI, 7 kali menggadakan RDPU salah satu rekomendasinya membuat tim kecil (sampai saat ini tidak ada kelanjutannya)
13. Mendatangi Komnas HAM, sudah mengeluarkan 2 rekomendasi (masih ada satu rekomendasi yang dijanjikan belum dikeluarkan)
14. Mendatangi komanas perempuan (sudah mengeluarkan rekomendasi)
15. Mendatangi mentri pemberdayaan perempuan (sudah mengeluarkan rekomendasi)
16. Membuat petisi di change.org
17. Mendatangi DPRD Kota Tangerang (4 kali pertemuan)
18. Melakukan mediasi di Pusat Mediasi Nasional yang diinisiasi Adidas (tidak ada kesepakatan)
19. Mengirimkan 800 surat buruh PDK kepada presiden SBY
20. Melaporkan kasus union busting ke kepolisian
21. Melaporkan keterlibatan hakim Ad Hoc ke MA
22. Melaporkan keterlibatan hakim Ad Hoc ke KY
23. Melaporkan gubernur Banten ke Ombudsman atas persetujuan penangguhan upah.
24. Menjalin aliansi dengan perangkat desa diwilayah tempat tinggal buruh, dengan meminta mengirimkan surat dukungan untuk buruh PDK ke PT. Panarub Dwikarya.
25. Membawa kasus ke Playfair.
Walaupun sudah banyak upaya dilakukan tetapi sampai hari ini belum ada perkembangan dari kasus ini, baik dari pihak managemen Panarub (karena PT. Panarub Dwikarya sudah berhenti beroperasi semenjak November 2013 karena kualitas yang kurang bagus, sering keterlambatan pengiriman dan banyak komplain dari konsumen, maka order dipindahkan ke PT Panarub Dwikarya Cikupa), sedangkan semua yang menjadi tuntutan pada saat aksi pihak managemen sudah menjalankannya tetapi hanya untuk buruh yang bekerja. Untuk order Adidas Sendiri dari semenjak aksi pada tanggal 12 Juli 2012 sudah mencabut ordernya tetapi pada bulan Juni 2013 ada pengiriman atas nama PT Panarub Dwikarya ke Amerika.
Demikian testimoni ini dibuat terimakasih.
(Selesai..)