GSBI bersama FPR lakukan aksi di DPR RI, Berikan Dukungan Bagi Pamdal Perempuan DPR RI yang di PHK karena Hamil.
Jakarta, 6/2/2015. Atas kasus PHK tanpa pesangon terhadap tiga Pamdal perempuan DPR RI karena hamil, Gabungan Serikat Buruh Independen (G...
https://www.infogsbi.or.id/2015/02/gsbi-bersam-fpr-lakukan-aksi-di-dpr-ri.html?m=0
Jakarta, 6/2/2015. Atas kasus PHK tanpa pesangon terhadap tiga Pamdal perempuan DPR RI karena hamil, Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) bersama dengan Front Perjuangan Rakyat (FPR) hari ini Jum’at, 6 Pebuari 2015 menggelar aksi di gedung DPR-RI.
Ernawati, selaku kordiantor aksi dan Kepala Departemen Organisasi DPP GSBI mengatakan, aksi ini di lakukan untuk memberikan dukungan perjuangan kepada tiga orang Pamdal perempuan DPR RI yang di PHK karena hamil dan tanpa pesangon serta mendesak dan menuntut pihak DPR RI untuk bertanggung jawab atas kasus ini.
Kami mengecam keras kasus ini dan menuntut untuk di Pekerjakan kembali tiga Pamdal Perempuan DPR yang di PHK karena hamil, kami juga menuntut DPR RI dan seluruh lembaga serta institusi negara untuk segera menghentikan penggunaan buruh kontrak jangka pendek dan outsourcing dalam berbagai bentuk dan segera angkat seluruh pekerja kontrak dan outsorcing di lembaga dan institusi negara menjadi buruh tetap, sert Berikan perlindungan dan hentikan segala bentuk diskriminasi terhadap buruh perempuan. tegas Erna.
Lebih lanjut Erna menjelaskan, kami tadi di terima oleh pihak Pamdal Sekreatriat DPRI serta salah satu staf Komisi 9 DPRI. Sebenarnya kami mengajukan dan berkeinginan untuk bertemu langsung dengan pihak Sekjend DPR RI dan juga ketua serta para anggota komisi 9 DPR RI untuk menyampaikan kasus ini dan agar Komisi 9 DPR RI memperjuangkan ke tiga Pamdal perempuan yang di PHK itu dan menindak tegas perusahaan penyedia jasa tenaga kerjanya serta DPR untuk tidak lagi menggunakan tenaga kerja kontrak dan outsourcing.
Sementara Ketua Umum GSBI, Rudi HB Daman ketika di hubungi atas kasus ini menjelaska, Kasus ini menunjukkan bahwa betapa dalamnya praktek diskriminasi di Indonesia, terutama diskriminasi terhadap perempuan yang tidak pernah berujung. Masih banyaknya praktek penindasan dan perampasan atas hak-hak buruh terutama hak buruh perempuan dan lemahnya peranan negara dalam melakukan pengawasan dan penegakkan atas aturan perundang-undangan yang berlaku. Terlebih kejadian ini terjadi di lembaga negara (DPR RI) yang seharusnya patuh dan taat terhadap aturan perundang-undangan, karena DPR sebagai lembaga pembuat Undang-undang. Tapi ini malah menjadi pelaku terhadap pelanggaran atas Undang-undang. Ini menunjukkan bahwa pemerintahan Jokowi -JK dan DPR adalah rezim dan lembaga yang anti buruh dan sebagai lembaga serta institusi negara yang melanggengkan praktek sistem kerja kontrak dan outsourcing yang jelas-jelas merugikan kaum buruh. Kasus ini juga menunjukkan betapa tidak demokratisnya sistem kerja kontrak dan outsourcing yang terus merampas hak buruh dan para pekerja.
PHK yang dilakukan jelas melanggar aturan hukum, hak azasi manusia (HAM) tindakan ini merupakan bentuki pemiskinan bagi buruh karena upah buruh di bayar tidak berbasis kelayakan hidup, lihat saja buruh sudah bekerja 6 - 8 tahun hanya di upah sebesar upah minimum Rp. 2.441.000,- padahal upah minimum adalah upah bagi buruh yang masa kerjanya 0 - 1 tahun. Selanjutnya adanya manipulasi status kontrak kerja, buruh sudah 6 tahun dan 8 tahun kerja tapi belum juga diangkat sebagai buruh tetap padahal setiap 1 tahun sekali kontraknya diperbaharui. Bahkan, disini juga terdapat kejahatan intergritas perempuan, berupa tindakan PHK karena hamil. Terakhir, ada kejahatan berupa niat jahat dari negara untuk sengaja menjagal hak buruh, menyediakan aturan yang longgar, tidak melakukan pengawasan dan memberikan tindakan tegas terhadap setiap pelanggaran atas hukum dan undang-undang.
Dimana daulat DPR kini, justru semakin terbelunggu bahkan oleh Yayasan atau Perusahaan (PT) penyedia jasa tenaga kerja? Tegas Rudi .
Tiga Pengamanan Dalam (Pamdal) perempuan yang bertugas di lembaga negara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dipecat sejak 15 Januari 2015 tanpa diberi pesangon gara-gara hamil. Mereka adalah Ratna Hayu hamil 4 bulan, Dewi Iriani hamil 9 bulan, dan Romdatun hamil 7 bulan, ketiga nya telah bekerja antara 6-8 tahun. Surat PHK ke tiga nya ditandatangani oleh Direktur Administrasi dan Keuangan PT Kartika Cipta Indonesia (KCI) perusahaan outsourcing. (rd-SI-2015)#
Ernawati, selaku kordiantor aksi dan Kepala Departemen Organisasi DPP GSBI mengatakan, aksi ini di lakukan untuk memberikan dukungan perjuangan kepada tiga orang Pamdal perempuan DPR RI yang di PHK karena hamil dan tanpa pesangon serta mendesak dan menuntut pihak DPR RI untuk bertanggung jawab atas kasus ini.
Kami mengecam keras kasus ini dan menuntut untuk di Pekerjakan kembali tiga Pamdal Perempuan DPR yang di PHK karena hamil, kami juga menuntut DPR RI dan seluruh lembaga serta institusi negara untuk segera menghentikan penggunaan buruh kontrak jangka pendek dan outsourcing dalam berbagai bentuk dan segera angkat seluruh pekerja kontrak dan outsorcing di lembaga dan institusi negara menjadi buruh tetap, sert Berikan perlindungan dan hentikan segala bentuk diskriminasi terhadap buruh perempuan. tegas Erna.
Lebih lanjut Erna menjelaskan, kami tadi di terima oleh pihak Pamdal Sekreatriat DPRI serta salah satu staf Komisi 9 DPRI. Sebenarnya kami mengajukan dan berkeinginan untuk bertemu langsung dengan pihak Sekjend DPR RI dan juga ketua serta para anggota komisi 9 DPR RI untuk menyampaikan kasus ini dan agar Komisi 9 DPR RI memperjuangkan ke tiga Pamdal perempuan yang di PHK itu dan menindak tegas perusahaan penyedia jasa tenaga kerjanya serta DPR untuk tidak lagi menggunakan tenaga kerja kontrak dan outsourcing.
Sementara Ketua Umum GSBI, Rudi HB Daman ketika di hubungi atas kasus ini menjelaska, Kasus ini menunjukkan bahwa betapa dalamnya praktek diskriminasi di Indonesia, terutama diskriminasi terhadap perempuan yang tidak pernah berujung. Masih banyaknya praktek penindasan dan perampasan atas hak-hak buruh terutama hak buruh perempuan dan lemahnya peranan negara dalam melakukan pengawasan dan penegakkan atas aturan perundang-undangan yang berlaku. Terlebih kejadian ini terjadi di lembaga negara (DPR RI) yang seharusnya patuh dan taat terhadap aturan perundang-undangan, karena DPR sebagai lembaga pembuat Undang-undang. Tapi ini malah menjadi pelaku terhadap pelanggaran atas Undang-undang. Ini menunjukkan bahwa pemerintahan Jokowi -JK dan DPR adalah rezim dan lembaga yang anti buruh dan sebagai lembaga serta institusi negara yang melanggengkan praktek sistem kerja kontrak dan outsourcing yang jelas-jelas merugikan kaum buruh. Kasus ini juga menunjukkan betapa tidak demokratisnya sistem kerja kontrak dan outsourcing yang terus merampas hak buruh dan para pekerja.
PHK yang dilakukan jelas melanggar aturan hukum, hak azasi manusia (HAM) tindakan ini merupakan bentuki pemiskinan bagi buruh karena upah buruh di bayar tidak berbasis kelayakan hidup, lihat saja buruh sudah bekerja 6 - 8 tahun hanya di upah sebesar upah minimum Rp. 2.441.000,- padahal upah minimum adalah upah bagi buruh yang masa kerjanya 0 - 1 tahun. Selanjutnya adanya manipulasi status kontrak kerja, buruh sudah 6 tahun dan 8 tahun kerja tapi belum juga diangkat sebagai buruh tetap padahal setiap 1 tahun sekali kontraknya diperbaharui. Bahkan, disini juga terdapat kejahatan intergritas perempuan, berupa tindakan PHK karena hamil. Terakhir, ada kejahatan berupa niat jahat dari negara untuk sengaja menjagal hak buruh, menyediakan aturan yang longgar, tidak melakukan pengawasan dan memberikan tindakan tegas terhadap setiap pelanggaran atas hukum dan undang-undang.
Dimana daulat DPR kini, justru semakin terbelunggu bahkan oleh Yayasan atau Perusahaan (PT) penyedia jasa tenaga kerja? Tegas Rudi .
Tiga Pengamanan Dalam (Pamdal) perempuan yang bertugas di lembaga negara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dipecat sejak 15 Januari 2015 tanpa diberi pesangon gara-gara hamil. Mereka adalah Ratna Hayu hamil 4 bulan, Dewi Iriani hamil 9 bulan, dan Romdatun hamil 7 bulan, ketiga nya telah bekerja antara 6-8 tahun. Surat PHK ke tiga nya ditandatangani oleh Direktur Administrasi dan Keuangan PT Kartika Cipta Indonesia (KCI) perusahaan outsourcing. (rd-SI-2015)#