Teluk Bintuni Dalam Cengkraman Modal Asing
Teluk Bintuni Dalam Cengkraman Modal Asing Sumber | By Suara Pusaka.or.id Oleh : Yohanes Akwan Telum Bintuni yang dahulu sangat terpenc...
https://www.infogsbi.or.id/2015/06/teluk-bintuni-dalam-cengkraman-modal.html?m=0
Teluk Bintuni Dalam Cengkraman Modal Asing
Sumber | By Suara Pusaka.or.id
Oleh : Yohanes Akwan
Telum Bintuni yang dahulu sangat terpencil yang diselimuti hutan hujan tropis dan mangrove, kini dalam proses berali wujud menjadi lansekap industrial. Separuh dari perubahan lansekap ini adalah akibat dari pembangunan industry migas dan menyusul industri perkebunan kelapa sawit skala raksasa. Hari ini, bahan bakar minyak tidak hanya dihasilkan oleh migas yang terletak dibahwa tanah, melainkan juga bersumber dari minyak nabati yang tumbuh dari pohon
Kondisi diatas diperkuat dengan adanya kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai mana termaktub dalam Mater Plan untuk Percepatan dan Perluasan Pembanguan Indonesia (MP3EI). MP3EI juga berencana untuk membangun industry hilir sebagai upaya untuk membangun nilai tambah yang dikeruk dari industry sumberdaya migas sejalan dengan Program MP3EI maka Teluk Bintuni masuk pada kawas Sona Ekonomi kusus wilayah 12 sebagai pusat indusitri di Indonesia.
Artinya Bukan hanya BP Tangguh, Genting Oil, Eni Oil, The Lion Group, HCW Papua Plantation saja yang bergerak untuk mengambil migas dan usaha Perkebunan Kelapa Sawit tetapi MP3EI dengan beberapa perusahan asing ( dengan Sekutu local) punya rencana untuk membangun pabrik petrokimia, termasuk Ferrostaal (asal Jerman, Pabrik methanol), LG (Asal Korea Selatan, Pabrik methanol) dan PT Pupuk Indonesia (Pabrik Urea) disamping itu untuk bagian timur Kabupaten Teluk Bintuni terdapat banyaknya konsesi tambang batu bara yang kini berada dalam tahap eksplorasi. (Lihat: Atlas Sawit Papua Dibawah Kendali Penguasa Modal)
Kehadiran Investasi dan Arus Masuk Penduduk
Rencana ekspansi secara besar besaran oleh perususahan perusahan pertambangan maupun perkebunan dan sejumlah perusahan besar lainnya membuat Teluk Bintuni bukan lagi merupakan daerah yang tertutup bagi orang luar yang datang untuk mengadu nasib di Teluk Bintuni. Kebijakan Pemerintah Boleh di Kata sangat baik untuk menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat, namun perlu diingat bahwa, keberadaan masyarakat adat akan semakin terancam akibat masuknya perusahan-perusahan raksasa, dimana hutan dan laut akan di klem untuk kepentingan investasi yang telah dikemukan diatas.
Masuknya investasi skala besar akan ikut mendorong masuknya orang luar kedaerah akan semakin banyak,’’dimana ketika tidak di proteksi akan berdampak pada pembebanan kepada daerah dan sudah tentu akan berdampak pada terpinggirnya orang local akibat arus masuk penduduk yang semakin hari jumlahnya semakin bertamba banyak.Suka dan tidak suka perubahan ini sudah harus diterima sebagai bentuk konsekwensi dari sebuah kamajuan kota yang akan berdampak pada hilangnya nilai-nilai kearifan local akibat dari dampak investasi dan masuknya penduduk dari luar ke Teluk Bintuni.
Oleh sebab itu untuk menyikapi kondisi diatas, maka perlu semua pihak untuk duduk besama membuat rencana jangka panjang untuk mengantisipasi hal-hal negative yang akan timbul di kemudia hari nantinya dan pemerintah sebagai penyelenggara Negara sudah mestinya mendorong perda perlindungan dan Pengakuan Keberadaan hak-hak masyarakat hukun adat yang mampu memberikan jaminan perlindungan terhadap ruang hidup masyarakat local agar tidak tersisikan dari atas Tanah adatnya.
Penulis selaku Direktur Perkumpulan Bin Madag Hom
Sumber | By Suara Pusaka.or.id
Oleh : Yohanes Akwan
Telum Bintuni yang dahulu sangat terpencil yang diselimuti hutan hujan tropis dan mangrove, kini dalam proses berali wujud menjadi lansekap industrial. Separuh dari perubahan lansekap ini adalah akibat dari pembangunan industry migas dan menyusul industri perkebunan kelapa sawit skala raksasa. Hari ini, bahan bakar minyak tidak hanya dihasilkan oleh migas yang terletak dibahwa tanah, melainkan juga bersumber dari minyak nabati yang tumbuh dari pohon
Kondisi diatas diperkuat dengan adanya kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai mana termaktub dalam Mater Plan untuk Percepatan dan Perluasan Pembanguan Indonesia (MP3EI). MP3EI juga berencana untuk membangun industry hilir sebagai upaya untuk membangun nilai tambah yang dikeruk dari industry sumberdaya migas sejalan dengan Program MP3EI maka Teluk Bintuni masuk pada kawas Sona Ekonomi kusus wilayah 12 sebagai pusat indusitri di Indonesia.
Artinya Bukan hanya BP Tangguh, Genting Oil, Eni Oil, The Lion Group, HCW Papua Plantation saja yang bergerak untuk mengambil migas dan usaha Perkebunan Kelapa Sawit tetapi MP3EI dengan beberapa perusahan asing ( dengan Sekutu local) punya rencana untuk membangun pabrik petrokimia, termasuk Ferrostaal (asal Jerman, Pabrik methanol), LG (Asal Korea Selatan, Pabrik methanol) dan PT Pupuk Indonesia (Pabrik Urea) disamping itu untuk bagian timur Kabupaten Teluk Bintuni terdapat banyaknya konsesi tambang batu bara yang kini berada dalam tahap eksplorasi. (Lihat: Atlas Sawit Papua Dibawah Kendali Penguasa Modal)
Kehadiran Investasi dan Arus Masuk Penduduk
Rencana ekspansi secara besar besaran oleh perususahan perusahan pertambangan maupun perkebunan dan sejumlah perusahan besar lainnya membuat Teluk Bintuni bukan lagi merupakan daerah yang tertutup bagi orang luar yang datang untuk mengadu nasib di Teluk Bintuni. Kebijakan Pemerintah Boleh di Kata sangat baik untuk menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat, namun perlu diingat bahwa, keberadaan masyarakat adat akan semakin terancam akibat masuknya perusahan-perusahan raksasa, dimana hutan dan laut akan di klem untuk kepentingan investasi yang telah dikemukan diatas.
Masuknya investasi skala besar akan ikut mendorong masuknya orang luar kedaerah akan semakin banyak,’’dimana ketika tidak di proteksi akan berdampak pada pembebanan kepada daerah dan sudah tentu akan berdampak pada terpinggirnya orang local akibat arus masuk penduduk yang semakin hari jumlahnya semakin bertamba banyak.Suka dan tidak suka perubahan ini sudah harus diterima sebagai bentuk konsekwensi dari sebuah kamajuan kota yang akan berdampak pada hilangnya nilai-nilai kearifan local akibat dari dampak investasi dan masuknya penduduk dari luar ke Teluk Bintuni.
Oleh sebab itu untuk menyikapi kondisi diatas, maka perlu semua pihak untuk duduk besama membuat rencana jangka panjang untuk mengantisipasi hal-hal negative yang akan timbul di kemudia hari nantinya dan pemerintah sebagai penyelenggara Negara sudah mestinya mendorong perda perlindungan dan Pengakuan Keberadaan hak-hak masyarakat hukun adat yang mampu memberikan jaminan perlindungan terhadap ruang hidup masyarakat local agar tidak tersisikan dari atas Tanah adatnya.
Penulis selaku Direktur Perkumpulan Bin Madag Hom