Buruh Sebut Tangan Pemerintah Tak Bisa Tangkap Adidas
JAKARTA – Serikat Buruh Garmen, Tekstil, dan Sepatu (SBGST) dan Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) menilai pemerintah Indonesia tida...
https://www.infogsbi.or.id/2015/08/buruh-sebut-tangan-pemerintah-tak-bisa.html
JAKARTA – Serikat Buruh Garmen, Tekstil, dan Sepatu (SBGST) dan Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) menilai pemerintah Indonesia tidak mempuyai power terhadap pengusaha maupun pemilik brand Adidas. Pasalnya, Adidas telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada 1.300 pekerjanya dengan tidak bertanggung jawab atas hak-hak buruh nya.
Gerakan Buruh Adidas PT Panarub Dwikarya pun sudah melakukan berbagai upaya dari mulai mendatangi Kementrian Tenaga Kerja, Komnasham, DPR RI, DPRD, Kementrian Perempuan dan Anak, Komnas perempuan, pelaporan ke kepolisian, Laporan ke Ombusmen, Komisi Yudisial dan lainya.
“Disnaker kota Tangerang tidak bisa menyelesaikan kasus ini. Kemenaker memberikan rekomendasi,tapi diabaikan oleh pengusaha. DPRD mempertemukan pengusaha dengan pekerja, setelah itu tidak ada informasi lagi," kata koordinator Aliansi Buruh Adidas dan Ketua Umum SBGTS-GSBI PT PDK, Kokom Komalawati, Rabu (19/8/2015).
"DPR RI mendatangi PT Panarub dan membuat tim kecil dengan Menaker kemudian ada pertemuan satu kali tapi tidak ada tindak lanjutnya lagi. Komnas HAM, Kementerian Perempuan sudah memberikan rekomendasi kepada buyer, pengusaha, disnaker, dan kepolisian tapi tetap diabaikan,” jelas dia.
Menurutnya, satu kesimpulan dari kasus ini adalah bahwa pemerintah Indonesia tidak mampu menyelesaikan persoalan ini. "Rekomendasi yang dikeluarkan oleh lembaga Negara Indonesia tidak mempunyai efek kepada pengusaha maupun pemilik brand,” tambah dia.
Sekadar informasi, ada sekira 1.300 buruh PT Panarub Dwikarya pabrik yang mengerjakan alas kaki merek Adidas, Mizuno dan Specs setelah sebelumnya New Balance sempat diproduksi di sana. Buruh melakukan aksi spontan karena kondisi kerja yang buruk, tidak mendapatkan kebebasan menjalankan organisasi, Upah tidak sesuai aturan pemerintah.
Namun, perusahaan tersebut malah melakukan PHK dengan alasan dianggap mengundurkan diri. Tidak cukup sampai di situ, pengusaha masih mengejar buruh ke tempat kerja yang baru dengan cara bekerja sama dengan HRD di tempat kerja baru untuk memilih mundur dari kasus dengan menerima uang tali kasih yang jumlahnya jauh dari aturan perundangan atau diputus kontrak kembali.
(mrt)
Sumber: OkeZone.com
Gerakan Buruh Adidas PT Panarub Dwikarya pun sudah melakukan berbagai upaya dari mulai mendatangi Kementrian Tenaga Kerja, Komnasham, DPR RI, DPRD, Kementrian Perempuan dan Anak, Komnas perempuan, pelaporan ke kepolisian, Laporan ke Ombusmen, Komisi Yudisial dan lainya.
“Disnaker kota Tangerang tidak bisa menyelesaikan kasus ini. Kemenaker memberikan rekomendasi,tapi diabaikan oleh pengusaha. DPRD mempertemukan pengusaha dengan pekerja, setelah itu tidak ada informasi lagi," kata koordinator Aliansi Buruh Adidas dan Ketua Umum SBGTS-GSBI PT PDK, Kokom Komalawati, Rabu (19/8/2015).
"DPR RI mendatangi PT Panarub dan membuat tim kecil dengan Menaker kemudian ada pertemuan satu kali tapi tidak ada tindak lanjutnya lagi. Komnas HAM, Kementerian Perempuan sudah memberikan rekomendasi kepada buyer, pengusaha, disnaker, dan kepolisian tapi tetap diabaikan,” jelas dia.
Menurutnya, satu kesimpulan dari kasus ini adalah bahwa pemerintah Indonesia tidak mampu menyelesaikan persoalan ini. "Rekomendasi yang dikeluarkan oleh lembaga Negara Indonesia tidak mempunyai efek kepada pengusaha maupun pemilik brand,” tambah dia.
Sekadar informasi, ada sekira 1.300 buruh PT Panarub Dwikarya pabrik yang mengerjakan alas kaki merek Adidas, Mizuno dan Specs setelah sebelumnya New Balance sempat diproduksi di sana. Buruh melakukan aksi spontan karena kondisi kerja yang buruk, tidak mendapatkan kebebasan menjalankan organisasi, Upah tidak sesuai aturan pemerintah.
Namun, perusahaan tersebut malah melakukan PHK dengan alasan dianggap mengundurkan diri. Tidak cukup sampai di situ, pengusaha masih mengejar buruh ke tempat kerja yang baru dengan cara bekerja sama dengan HRD di tempat kerja baru untuk memilih mundur dari kasus dengan menerima uang tali kasih yang jumlahnya jauh dari aturan perundangan atau diputus kontrak kembali.
(mrt)
Sumber: OkeZone.com