GSBI Kecam Kebijakan Anti-Demokrasi Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
INFO GSBI. 31/10/2015. Dua hari terakhir, rakyat Indonesia kembali dipertontonkan dengan aksi-aksi kekerasan aparat kepolisian untuk membu...
https://www.infogsbi.or.id/2015/10/gsbi-kecam-kebijakan-anti-demokrasi.html
INFO GSBI. 31/10/2015. Dua hari terakhir, rakyat Indonesia kembali dipertontonkan dengan aksi-aksi kekerasan aparat kepolisian untuk membubarkan aksi damai rakyat yang hendak menyuarakan aspirasinya. Pertama, pada 30 Oktober ketika aparat kepolisian membubarkan paksa dengan kekerasan dan menangkap 24 orang massa aksi buruh yang terlibat dalam demonstrasi menolak PP No.78/2015 tentang Pengupahan di depan Istana Negara. Kedua, pada 31 Oktober ketika aparat kepolisian melakukan tindakan serupa yang berujung pada penangkapan 4 orang aktifis dari Gerakan Anti-Asap (GAAS), di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Tindasan melalui alat kekerasan negara ini semakin terang dibuktikan oleh Jokowi, termasuk kepala-kepala daerah yang selama ini menyokong pemerintahannya. Pada 28 Oktober 2015, Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang di kenal dengan Ahok telah resmi menandatangani Peraturan Gubernur (Pergub) No.228 tahun 2015 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat Dimuka Umum Diruang Terbuka. Dalam Pergub ini diatur, demonstrasi di Jakarta hanya akan diperbolehkan ditiga tempat, yaitu; Parkir Timur Senayan, Alun-alun Demokrasi DPR dan Silang Selatan Monas.
Dengan disahkannya Pergub ini, Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) melalui Ketua Umum nya Rudi HB Daman, menyampaikan pandangannya “ Bahwa disahkannya Pergub 228 thn 2015 ini sama artinya dengan mengkebiri proses demokrasi yang sedang dibangun di Indonesia. Bagaimana tidak, didalam penjelasannya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyatakan bahwa seluruh demonstrasi di Jakarta yang tidak mematuhi Pergub ini akan ditangkap. Bahkan Kepala Biro Hukum Sri Rahayu menebar ancaman yang jauh lebih intimidatif, “sesuai dengan Pasal 13, demo akan langsung dibubarkan oleh anggota Satuan Polisi Pamong Praja, bersama Polisi dan Tentara”. Masih pantaskah pernyataan dan kebijakan seperti ini disebut sebagai produk dari pemerintahan demokratis, dimana rakyat harus selalu ditakut-takuti dan diancam dengan menggunakan kekuatan militer”. Terang Rudi.
“GSBI melihat ada skema sistematis yang dijalankan oleh pemerintahan Jokowi beserta dengan kepala daerah yang menjadi penopang utamanya untuk menghilangkan ruang demokrasi bagi rakyat. Tidak boleh lagi ada “kegaduhan-kegaduhan demonstrasi”, agar investasi yang selama ini diundang oleh Jokowi terjaga dan terus mengalir ke Indonesia. Jakarta hendak dijadikan proyek percontohan untuk mematikan aksi-aksi demonstrasi, jika berjalan lancar bisa dipastikan provinsi lain akan segera mengcopy kebijakan anti demokrasi ini”.
Lanjut Rudi, Ahok adalah Gubernur anti demokrasi, anti kritik dan fasis sama seperti Jokowi. Lahirnya Pergub ini adalah untuk pemerintah DKI Jakarta menghindar dari protes rakyat atas kebijakan-kebijakannnya yang anti rakyat seperti penggusuran dllnya, ini skema jahat untuk memusuhi rakyat dan mempasilitasi kepentingan para investor asing. Maka sudah pantas dan selayaknya Pergub ini di tolak karena bertentangan dengan Hak Azasi Manusia (HAM) dan menempatkan rakyat sebagai ancaman dan berbahaya serta membatasi hak menyampaikan pendapat secara bebas.
Maka atas diterbitkannya Pergub DKI Jakarta No.228/2015 dengan ini GSBI menyatakan sikap: Segera Cabut Pergub DKI Jakarta No.228/2015 karena tidak sejalan dengan nilai-nilai demokrasi dan mengkebiri aspirasi rakyat untuk menyatakan pendapat dimuka umu; Berikan jaminan perlindungan terhadap rakyat yang sedang menyampaikan aspirasinya; Hentikan segala bentuk kekerasan terhadap rakyat Indonesia serta Tolak seluruh kebijakan yang anti rakyat dan anti demokrasi. (red-rdSI102015)#
Tindasan melalui alat kekerasan negara ini semakin terang dibuktikan oleh Jokowi, termasuk kepala-kepala daerah yang selama ini menyokong pemerintahannya. Pada 28 Oktober 2015, Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang di kenal dengan Ahok telah resmi menandatangani Peraturan Gubernur (Pergub) No.228 tahun 2015 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat Dimuka Umum Diruang Terbuka. Dalam Pergub ini diatur, demonstrasi di Jakarta hanya akan diperbolehkan ditiga tempat, yaitu; Parkir Timur Senayan, Alun-alun Demokrasi DPR dan Silang Selatan Monas.
Dengan disahkannya Pergub ini, Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) melalui Ketua Umum nya Rudi HB Daman, menyampaikan pandangannya “ Bahwa disahkannya Pergub 228 thn 2015 ini sama artinya dengan mengkebiri proses demokrasi yang sedang dibangun di Indonesia. Bagaimana tidak, didalam penjelasannya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyatakan bahwa seluruh demonstrasi di Jakarta yang tidak mematuhi Pergub ini akan ditangkap. Bahkan Kepala Biro Hukum Sri Rahayu menebar ancaman yang jauh lebih intimidatif, “sesuai dengan Pasal 13, demo akan langsung dibubarkan oleh anggota Satuan Polisi Pamong Praja, bersama Polisi dan Tentara”. Masih pantaskah pernyataan dan kebijakan seperti ini disebut sebagai produk dari pemerintahan demokratis, dimana rakyat harus selalu ditakut-takuti dan diancam dengan menggunakan kekuatan militer”. Terang Rudi.
“GSBI melihat ada skema sistematis yang dijalankan oleh pemerintahan Jokowi beserta dengan kepala daerah yang menjadi penopang utamanya untuk menghilangkan ruang demokrasi bagi rakyat. Tidak boleh lagi ada “kegaduhan-kegaduhan demonstrasi”, agar investasi yang selama ini diundang oleh Jokowi terjaga dan terus mengalir ke Indonesia. Jakarta hendak dijadikan proyek percontohan untuk mematikan aksi-aksi demonstrasi, jika berjalan lancar bisa dipastikan provinsi lain akan segera mengcopy kebijakan anti demokrasi ini”.
Lanjut Rudi, Ahok adalah Gubernur anti demokrasi, anti kritik dan fasis sama seperti Jokowi. Lahirnya Pergub ini adalah untuk pemerintah DKI Jakarta menghindar dari protes rakyat atas kebijakan-kebijakannnya yang anti rakyat seperti penggusuran dllnya, ini skema jahat untuk memusuhi rakyat dan mempasilitasi kepentingan para investor asing. Maka sudah pantas dan selayaknya Pergub ini di tolak karena bertentangan dengan Hak Azasi Manusia (HAM) dan menempatkan rakyat sebagai ancaman dan berbahaya serta membatasi hak menyampaikan pendapat secara bebas.
Maka atas diterbitkannya Pergub DKI Jakarta No.228/2015 dengan ini GSBI menyatakan sikap: Segera Cabut Pergub DKI Jakarta No.228/2015 karena tidak sejalan dengan nilai-nilai demokrasi dan mengkebiri aspirasi rakyat untuk menyatakan pendapat dimuka umu; Berikan jaminan perlindungan terhadap rakyat yang sedang menyampaikan aspirasinya; Hentikan segala bentuk kekerasan terhadap rakyat Indonesia serta Tolak seluruh kebijakan yang anti rakyat dan anti demokrasi. (red-rdSI102015)#