Di Hari Pahlawan GSBI Tuntut Jokowi Cabut PP Pengupahan Nomor 78 tahun 2015
INFO GSBI. Hari Pahlawan yang jatuh setiap tanggal 10 November di peringatan oleh Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) dengan menggelar...
https://www.infogsbi.or.id/2015/11/di-hari-pahlawan-gsbi-tuntut-jokowi.html?m=0
INFO GSBI. Hari Pahlawan yang jatuh setiap tanggal 10 November di peringatan oleh Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) dengan menggelar aksi nasional menuntut di Cabutnya PP Pengupahan nomor 78 tahun 2015.
Rudi HB Daman selaku Ketua Umum GSBI di sela-sela aksi di Jakarta (10/11/2015) mengatakan, Kami sengaja mengambil momentum 10 November sebagai hari Pahlawan menggelar aksi, kami mau mengatakan bahwa buruh juga Pahlawan yang patut di hargai dan dilindungi. Aksi ini di gelar sebagai bentuk nyata GSBI menolak di berlakukannya PP No.78 tahun tentang Pengupahan dan sikap GSBI untuk menuntut Presiden Jokowi segera mencabut PP Pengupahan no 78 tahun 2015.
Dalam Pandangan GSBI, PP Pengupahan No 78 tahun 2015 tidak mewakili kepentingan buruh, akan tetapi lebih mengedepankan kepentingan pengusaha besar dan investor asing untuk tetap mempertahankan politik upah murah di Indonesia. Peraturan ini adalah bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi pemerintahan Jokowi, khususnya paket jilid IV. Skema politik upah murah di Indonesia sebelumnya telah dituangkan didalam Inpres No. 9 tahun 2013 tentang Pembatasan Upah Minimum, Permenakertrans No.7 tahun 2013 tentang Upah Minimum dan Kepmenakertrans No. 213 tahun 2003 tentang Tata Cara Penangguhan Upah Minimum.
Selanjutnya PP No.78 tahun 2015 salah satu isinya menetapkan kenaikan upah minimum berdasarkan perhitungan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. “Jika angka inflasinya tinggi, maka telah terjadi kenaikan harga kebutuhan pokok yang berlipat dari angka inflasi itu sendiri. Sehingga, jika angka inflasinya tinggi, maka upah buruh akan terampas oleh kenaikan harga kebutuhan pokok. Pun demikian jika kenaikan upah buruh diukur menggunakan prosentase pertumbuhan ekonomi. Ditengah krisis ekonomi yang terus berlangsung, pasti terjadi pelambatan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi sendiri tidak akan tumbuh dengan signifikan. Disisi lain, dinegeri bergantung dari investasi asing dan hutang seperti Indonesia, berapapun besar pertumbuhan ekonomi tidak akan punya pengaruh yang riil terhadap perbaikan kehidupan rakyatnya”. Kata Rudi.
Selain itu, bahwa dalam PP No.78 tahun 2015 dinyatakan akan meninjau Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam waktu 5 (lima) tahun sekali. “Kenaikan upah tahunan dengan formulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui peraturan ini tidak akan pernah memenuhi kebutuhan buruh Indonesia. Hal lainnya, peraturan ini telah menghilangkan kemerdekaan bagi buruh untuk memperjuangkan kenaikan upahnya, tanpa harus dibatasi oleh waktu-waktu tertentu. Formulasi kenaikan upah buruh melalui peraturan ini secara terang telah merampas hak-hak buruh untuk menyatakan aspirasinya untuk menuntut hak atas upah. PP No. 78 tahun 2015 mengintensifkan tingkat perampasan upah buruh yang sebelumnya telah dilakukan melalui potongan premi BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan dan potongan pajak PPh 21”. Tegas Rudi (red-rd101115)#
Rudi HB Daman selaku Ketua Umum GSBI di sela-sela aksi di Jakarta (10/11/2015) mengatakan, Kami sengaja mengambil momentum 10 November sebagai hari Pahlawan menggelar aksi, kami mau mengatakan bahwa buruh juga Pahlawan yang patut di hargai dan dilindungi. Aksi ini di gelar sebagai bentuk nyata GSBI menolak di berlakukannya PP No.78 tahun tentang Pengupahan dan sikap GSBI untuk menuntut Presiden Jokowi segera mencabut PP Pengupahan no 78 tahun 2015.
Dalam Pandangan GSBI, PP Pengupahan No 78 tahun 2015 tidak mewakili kepentingan buruh, akan tetapi lebih mengedepankan kepentingan pengusaha besar dan investor asing untuk tetap mempertahankan politik upah murah di Indonesia. Peraturan ini adalah bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi pemerintahan Jokowi, khususnya paket jilid IV. Skema politik upah murah di Indonesia sebelumnya telah dituangkan didalam Inpres No. 9 tahun 2013 tentang Pembatasan Upah Minimum, Permenakertrans No.7 tahun 2013 tentang Upah Minimum dan Kepmenakertrans No. 213 tahun 2003 tentang Tata Cara Penangguhan Upah Minimum.
Selanjutnya PP No.78 tahun 2015 salah satu isinya menetapkan kenaikan upah minimum berdasarkan perhitungan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. “Jika angka inflasinya tinggi, maka telah terjadi kenaikan harga kebutuhan pokok yang berlipat dari angka inflasi itu sendiri. Sehingga, jika angka inflasinya tinggi, maka upah buruh akan terampas oleh kenaikan harga kebutuhan pokok. Pun demikian jika kenaikan upah buruh diukur menggunakan prosentase pertumbuhan ekonomi. Ditengah krisis ekonomi yang terus berlangsung, pasti terjadi pelambatan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi sendiri tidak akan tumbuh dengan signifikan. Disisi lain, dinegeri bergantung dari investasi asing dan hutang seperti Indonesia, berapapun besar pertumbuhan ekonomi tidak akan punya pengaruh yang riil terhadap perbaikan kehidupan rakyatnya”. Kata Rudi.
Selain itu, bahwa dalam PP No.78 tahun 2015 dinyatakan akan meninjau Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam waktu 5 (lima) tahun sekali. “Kenaikan upah tahunan dengan formulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui peraturan ini tidak akan pernah memenuhi kebutuhan buruh Indonesia. Hal lainnya, peraturan ini telah menghilangkan kemerdekaan bagi buruh untuk memperjuangkan kenaikan upahnya, tanpa harus dibatasi oleh waktu-waktu tertentu. Formulasi kenaikan upah buruh melalui peraturan ini secara terang telah merampas hak-hak buruh untuk menyatakan aspirasinya untuk menuntut hak atas upah. PP No. 78 tahun 2015 mengintensifkan tingkat perampasan upah buruh yang sebelumnya telah dilakukan melalui potongan premi BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan dan potongan pajak PPh 21”. Tegas Rudi (red-rd101115)#