GSBI : Sudah 42 orang di Tangkap karena Menolak dan Menuntut PP Pengupahan di Cabut
INFO GSBI. Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) pada hari Sabtu 28 Nopember 2015 pasca di tutupnya agend amogok nasional KAU-GBI pada 2...
https://www.infogsbi.or.id/2015/11/gsbi-sudah-42-orang-di-tangkap-karena.html?m=0
INFO GSBI. Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) pada hari Sabtu 28 Nopember 2015 pasca di tutupnya agend amogok nasional KAU-GBI pada 24-27 Nopember 2015 mengumumkan catatannya bahwa terdapat 42 buruh yang ditangkap oleh pihak aparat kepolisian sepanjang aksi penolakan Peraturan Pemerintah no 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. Dan tak terhitung buruh yang menjadi korban tindak kekerasan.
GSBI menilai bahwa Presiden Joko Widodo harus bertanggungjawab atas tindakan represif dan penangkapan yang dilakukan aparatusnya terhadap kaum buruh yang penyampaian aspirasi menolak dan menuntut di Cabutnya PP Pengupahan Nomor 78 tahun 2015.
“Penangkapan terjadi di berbagai tempat. Penangkapan itu terjadi pada 2 orang anggota GSBI di Jombang, Jawa Timur pada 18 November 2015, 10 orang di Batam pada 25 November 2015), 5 orang di Bekasi pada 25 November 2015 dan 25 orang di Jakarta pada aksi protes 30 Oktober 2015,” ujar Rudi HB, Ketua Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI).
Rudi menilai bahwa dalam Merspon aksi-aksi kaum buruh dalam menolak dna menuntut cabut PP Pengupahan nomor 78 tahun 2015, aparat kepolisian telah menyalahgunakan wewenangnya dengan ikut campur tangan lebih jauh dalam perkara hubungan industrial. “Di Bekasi, pihak kepolisian sudah terlalu banyak campur tangan, teror bahkan masuk ke pabirk-pabrik untuk memaksa buruh tetap bekerja,” sambungnya.
Selain itu, polisi juga dianggap melakukan pembiaran terhadap kekerasan yang dilakukan oleh kelompok preman yang mengakibatkan sejumlah buruh tidak dapat menggunakan haknya untuk melakukan pemogokan. “Ada beberapa pemogokan, ada yang tetap berhenti tapi kalau mereka keluar dipaksa oleh preman dan polisi, dipukul, untuk masuk lagi ke dalam pabrik” ujarnya.
Padahal sepanjang aksi protes dan mogok nasional ini dilakukan secara damai oleh buruh. Tidak ada pengrusakan yang dilakukan oleh kaum buruh. Aksi yang dijalankan dalam pemogokan nasional adalah damai dan fokus pada tuntutannya agar pemerintah mencabut PP Pengupahan.
Untuk itu GSBI mengecam keras tindakak kepolisian karena dinilai telah mencederai demokrasi dna konstitusi. Mogok adlaah hak kaum buruh, serikat buruh berhak mengorganisir pemogokan sesuai Undang-undang no 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh. Buruh juga memiliki hak menyampaikan pendapat di muka umum sebagaimana tertuang dalam UU no 9 tahun 1998. (gur-redrd2015)#
GSBI menilai bahwa Presiden Joko Widodo harus bertanggungjawab atas tindakan represif dan penangkapan yang dilakukan aparatusnya terhadap kaum buruh yang penyampaian aspirasi menolak dan menuntut di Cabutnya PP Pengupahan Nomor 78 tahun 2015.
“Penangkapan terjadi di berbagai tempat. Penangkapan itu terjadi pada 2 orang anggota GSBI di Jombang, Jawa Timur pada 18 November 2015, 10 orang di Batam pada 25 November 2015), 5 orang di Bekasi pada 25 November 2015 dan 25 orang di Jakarta pada aksi protes 30 Oktober 2015,” ujar Rudi HB, Ketua Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI).
Rudi menilai bahwa dalam Merspon aksi-aksi kaum buruh dalam menolak dna menuntut cabut PP Pengupahan nomor 78 tahun 2015, aparat kepolisian telah menyalahgunakan wewenangnya dengan ikut campur tangan lebih jauh dalam perkara hubungan industrial. “Di Bekasi, pihak kepolisian sudah terlalu banyak campur tangan, teror bahkan masuk ke pabirk-pabrik untuk memaksa buruh tetap bekerja,” sambungnya.
Selain itu, polisi juga dianggap melakukan pembiaran terhadap kekerasan yang dilakukan oleh kelompok preman yang mengakibatkan sejumlah buruh tidak dapat menggunakan haknya untuk melakukan pemogokan. “Ada beberapa pemogokan, ada yang tetap berhenti tapi kalau mereka keluar dipaksa oleh preman dan polisi, dipukul, untuk masuk lagi ke dalam pabrik” ujarnya.
Padahal sepanjang aksi protes dan mogok nasional ini dilakukan secara damai oleh buruh. Tidak ada pengrusakan yang dilakukan oleh kaum buruh. Aksi yang dijalankan dalam pemogokan nasional adalah damai dan fokus pada tuntutannya agar pemerintah mencabut PP Pengupahan.
Untuk itu GSBI mengecam keras tindakak kepolisian karena dinilai telah mencederai demokrasi dna konstitusi. Mogok adlaah hak kaum buruh, serikat buruh berhak mengorganisir pemogokan sesuai Undang-undang no 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh. Buruh juga memiliki hak menyampaikan pendapat di muka umum sebagaimana tertuang dalam UU no 9 tahun 1998. (gur-redrd2015)#