Ini Pernyataan Sikap GSBI Kota Bekasi Menolak PP Pengupahan No 78 tahun 2015
PERNYATAAN SIKAP GABUNGAN SERIKAT BURUH INDONESIA (GSBI) KOTA BEKASI CABUT PP PENGUPAHAN No. 78 TAHUN 2015! CABUT PERGUB DKI JAKARTA No. 2...
https://www.infogsbi.or.id/2015/11/ini-pernyataan-sikap-gsbi-kota-bekasi.html
PERNYATAAN SIKAP
GABUNGAN SERIKAT BURUH INDONESIA (GSBI) KOTA BEKASI
CABUT PP PENGUPAHAN No. 78 TAHUN 2015!
CABUT PERGUB DKI JAKARTA No. 228 TAHUN & SE KAPOLRI No. 06/X/2015!
HAPUSKANPOLITIK UPAH MURAH DAN PERAMPASAN UPAH BURUH HENTIKAN TINDASAN FASIS TERHADAP BURUH DAN RAKYAT!
Salam Perjuangan!
Peraturan Pemerintah Nomor 78 tentang Pengupahan tahun 2015 (PP 78/2015) baru saja disahkan. Sejak dirancang hingga disahkan, peraturan ini terus ditentang oleh buruh secara luas. Bersamaan dengan itu, pemerintah Jokowi-JK—melalui Gubernur Jakarta dan Kapolri—juga telah mengeluarkan peraturan berwatak “fasis” yang mengancam kebebasan berpendapat di muka umum dan aksi-aksi massa (demonstrasi ataupun pemogokan).
Mengapa Buruh Harus Menolak PP No. 78 Tahun 2015?
Ada beberapa alasan mengapa buruh harus menolak PP Pengupahan No. 78 tahun 2015, yaitu:
• PP No.78 tahun 2015 tidak mewakili kepentingan buruh tapi kepentingan kaum pengusaha besar dan investor asing untuk tetap mempertahankan politik upah murah yang telah dituangkan sebelumnya di dalam Inpres No. 9 tahun 2013 tentang Pembatasan Upah Minimum, Permenakertrans No.7 tahun 2013 tentang Upah Minimum dan Kepmenakertrans No. 213 tahun 2003 tentang Tata Cara Penangguhan Upah Minimum. Peraturan ini juga bagian dari paket ekonomi 5 (lima) jilid—khususnya paket jilid IV--Pemerintahan Jokowi-JK yang memberikan “VIP services” bagi investasi asing dan pengusaha besar dalam negeri.
• PP No. 78 tahun 2015 hanya menetapkan kenaikan upah minimum berdasarkan perhitungan inflasi dan pertumbuhan ekonomi atau pendapatan domestic bruto (PDB) nasional. Angka pertumbuhan ekonomi telah dipatok sebelumnya oleh pemerintah dan tidak akan pernah lebih dari 6 persen. Sementara inflasi berubah sewaktu-waktu, dan akan selalu berbanding terbalik dengan angka pertumbuhan ekonomi. Dapat dipastikan kenaikan upah minimum tidak akan pernah lebih dari 10%. Jika pun secara angka naik, upah buruh dipastikan akan “ludes” oleh kenaikan harga kebutuhan pokok yang angkanya melebihi tingkat inflasi itu sendiri.
• PP No. 78 tahun 2015 akan meninjau tingkat kebutuhan hidup layak (KHL) hanya 5 (lima) tahun sekali. Artinya, untuk menentukan nilai kenaikan upah sesuai kebutuhan hidup buruh, hanya dilakukan setiap lima tahun sekali. Padahal di dalam 5 tahun, pasti akan selalu terjadi kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok.
• Hasil survey GSBI terhadap salah satu pabrik di kawasan industri Jababeka tahun 2014, menemukan fakta bahwa untuk kebutuhan hidup minimum 1 keluarga buruh telah mencapai Rp. 8 juta. Dengan upah buruh saat itu Rp. 3 juta, terjadi minus 5 juta atau defisit 62,5%. Dengan upah saat itu, nilai riil upah hanyalah Rp. 1,2 juta atau setara upah buruh 5 tahun sebelumnya. Dengan kata lain, tidak ada peningkatan kenaikan nilai riil upah buruh dalam 5 tahun.
• PP No. 78 tahun 2015 menambah tingkat perampasan upah buruh yang sebelumnya telah dirampas melalui potongan premi BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan dan potongan pajak PPh 21.
Menguatnya Bahaya Fasisme Bagi Buruh dan Rakyat
Buruh dan rakyat juga dihadapkan dengan bahaya fasisme yang semakin menguat dalam bentuk pengekangan kebebasan berpendapat, kebebasan berserikat/berorganisasi, pemukulan terhadap aksi-aksi rakyat dan pemogokan buruh, intimidasi, teror, kriminalisasi, penangkapan, pemenjaraan hingga pembunuhan.
Di dalam PP 78/2015, buruh yang menjalankan aktivitas serikat, harus mendapatkan persetujuan tertulis dari atasan. Ini pasal karet, karena aktivitas serikat buruh sudah pasti bertolak belakang dengan kepentingan pengusaha. Ini akan mempersulit buruh untuk menjalankan aktivitasnya di serikat buruh. PP 78/2015 juga bertujuan meredam aksi dan perjuangan buruh dalam menuntut kenaikan upah minimum tahunan yang lazim digelorakan buruh selama ini terjadi.
Terbitnya Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta No.228 tentang Pengendalian Penyampaian Pendapat Di Muka Umum Di Ruang Terbuka dan diterbitkannya Surat Edaran (SE) Kapolri No.06/x/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech), jelas-jelas mengancam kebebasan berpendapat di muka umum, kriminalisasi terhadap rakyat yang berjuang dan meredam upaya rakyat untuk memperjuangkan hak-hak dan kepentingannya.
Peraturan-peraturan ini akan mengancam kebebasan buruh untuk melaksanakan pemogokan dan memprotes kepada pemerintah, khususnya terhadap pemerintahan pusat dan DKI Jakarta. Selain itu, juga memberikan kewenangan kepada pihak kepolisian bahkan tentara untuk menangkap, membubarkan paksa dan sebagainya, kepada rakyat yang bersikap kritis, dianggap menebar “kebencian” dan melakukan aksi-aksi unjuk rasa. Peraturan-peraturan ini tidak jauh bedanya dengan apa yang berlaku di masa orde baru dulu.
Keadaan ini tidak bisa didiamkan begitu saja, karena mengancam kehidupan buruh secara langsung dan upaya buruh dan seluruh rakyat untuk terus berjuang membela, mempertahankan dan memperjuangkan hak, kepentingan dan aspirasinya.
Maka untuk itu kami dari Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Kota Bekasi menyatakan sikap dan menuntut pemeritnahan Jokowi-JK untuk :
1. Cabut PP 78/2015, Pergub DKI 228/2015 & SE Kapolri No.06/X/2015!
2. Hapuskan Politik Upah Murah dan Perampasan Upah Buruh!
3. Berikan Jaminan dan Kebebasan Berpendapat, Berkumpul & Berserikat Bagi Rakyat!
4. Hentikan Tindasan Fasis Terhadap Seluruh Buruh dan Rakyat!
5. Hancurkan Imperialisme, Feodalisme & Kapitalisme Birokrasi!
Demikian Pernyataan Sikap ini kami buat, dan melalui ini kami atas nama GSBI Kota Bekasi menyerukan kepada seluruh kaum Buruh untuk terus bersatu dan melakukan perjuangan bersama yang militan untuk menolak PP Pengupahan No. 78 tahun 2015 dan berbagai skema politik upah murah serta perampasan upah buruh. Buruh harus menggunakan situasi ini untuk lebih meningkatkan kesadarannya tentang arti penting perjuangan buruh dan serikat buruh sejati, demokratis dan militan sebagai alat perjuangannya melalui kegiatan-kegiatan pendidikan dan pelatihan, propaganda yang intensif di tengah massa, sekaligus mengorganisasikan buruh di tempat kerja ke dalam serikat buruh sejati, demokratis dan militan. Dan bersama rakyat tertindas lainnya (tani, pemuda, mahasiswa, dll) untuk berjuang mencabut Pergub DKI 228 tahun 2015 dan SE Kapolri No. 06/X/2015 serta berbagai tindasan fasis yang dihadapi buruh dan seluruh rakyat.
Hidup kaum buruh Indonesia !!
Hidup GSBI !!
Kota Bekasi, 5 November 2015
ABRORY
Kordinator
GABUNGAN SERIKAT BURUH INDONESIA (GSBI) KOTA BEKASI
CABUT PP PENGUPAHAN No. 78 TAHUN 2015!
CABUT PERGUB DKI JAKARTA No. 228 TAHUN & SE KAPOLRI No. 06/X/2015!
HAPUSKANPOLITIK UPAH MURAH DAN PERAMPASAN UPAH BURUH HENTIKAN TINDASAN FASIS TERHADAP BURUH DAN RAKYAT!
Salam Perjuangan!
Peraturan Pemerintah Nomor 78 tentang Pengupahan tahun 2015 (PP 78/2015) baru saja disahkan. Sejak dirancang hingga disahkan, peraturan ini terus ditentang oleh buruh secara luas. Bersamaan dengan itu, pemerintah Jokowi-JK—melalui Gubernur Jakarta dan Kapolri—juga telah mengeluarkan peraturan berwatak “fasis” yang mengancam kebebasan berpendapat di muka umum dan aksi-aksi massa (demonstrasi ataupun pemogokan).
Mengapa Buruh Harus Menolak PP No. 78 Tahun 2015?
Ada beberapa alasan mengapa buruh harus menolak PP Pengupahan No. 78 tahun 2015, yaitu:
• PP No.78 tahun 2015 tidak mewakili kepentingan buruh tapi kepentingan kaum pengusaha besar dan investor asing untuk tetap mempertahankan politik upah murah yang telah dituangkan sebelumnya di dalam Inpres No. 9 tahun 2013 tentang Pembatasan Upah Minimum, Permenakertrans No.7 tahun 2013 tentang Upah Minimum dan Kepmenakertrans No. 213 tahun 2003 tentang Tata Cara Penangguhan Upah Minimum. Peraturan ini juga bagian dari paket ekonomi 5 (lima) jilid—khususnya paket jilid IV--Pemerintahan Jokowi-JK yang memberikan “VIP services” bagi investasi asing dan pengusaha besar dalam negeri.
• PP No. 78 tahun 2015 hanya menetapkan kenaikan upah minimum berdasarkan perhitungan inflasi dan pertumbuhan ekonomi atau pendapatan domestic bruto (PDB) nasional. Angka pertumbuhan ekonomi telah dipatok sebelumnya oleh pemerintah dan tidak akan pernah lebih dari 6 persen. Sementara inflasi berubah sewaktu-waktu, dan akan selalu berbanding terbalik dengan angka pertumbuhan ekonomi. Dapat dipastikan kenaikan upah minimum tidak akan pernah lebih dari 10%. Jika pun secara angka naik, upah buruh dipastikan akan “ludes” oleh kenaikan harga kebutuhan pokok yang angkanya melebihi tingkat inflasi itu sendiri.
• PP No. 78 tahun 2015 akan meninjau tingkat kebutuhan hidup layak (KHL) hanya 5 (lima) tahun sekali. Artinya, untuk menentukan nilai kenaikan upah sesuai kebutuhan hidup buruh, hanya dilakukan setiap lima tahun sekali. Padahal di dalam 5 tahun, pasti akan selalu terjadi kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok.
• Hasil survey GSBI terhadap salah satu pabrik di kawasan industri Jababeka tahun 2014, menemukan fakta bahwa untuk kebutuhan hidup minimum 1 keluarga buruh telah mencapai Rp. 8 juta. Dengan upah buruh saat itu Rp. 3 juta, terjadi minus 5 juta atau defisit 62,5%. Dengan upah saat itu, nilai riil upah hanyalah Rp. 1,2 juta atau setara upah buruh 5 tahun sebelumnya. Dengan kata lain, tidak ada peningkatan kenaikan nilai riil upah buruh dalam 5 tahun.
• PP No. 78 tahun 2015 menambah tingkat perampasan upah buruh yang sebelumnya telah dirampas melalui potongan premi BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan dan potongan pajak PPh 21.
Menguatnya Bahaya Fasisme Bagi Buruh dan Rakyat
Buruh dan rakyat juga dihadapkan dengan bahaya fasisme yang semakin menguat dalam bentuk pengekangan kebebasan berpendapat, kebebasan berserikat/berorganisasi, pemukulan terhadap aksi-aksi rakyat dan pemogokan buruh, intimidasi, teror, kriminalisasi, penangkapan, pemenjaraan hingga pembunuhan.
Di dalam PP 78/2015, buruh yang menjalankan aktivitas serikat, harus mendapatkan persetujuan tertulis dari atasan. Ini pasal karet, karena aktivitas serikat buruh sudah pasti bertolak belakang dengan kepentingan pengusaha. Ini akan mempersulit buruh untuk menjalankan aktivitasnya di serikat buruh. PP 78/2015 juga bertujuan meredam aksi dan perjuangan buruh dalam menuntut kenaikan upah minimum tahunan yang lazim digelorakan buruh selama ini terjadi.
Terbitnya Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta No.228 tentang Pengendalian Penyampaian Pendapat Di Muka Umum Di Ruang Terbuka dan diterbitkannya Surat Edaran (SE) Kapolri No.06/x/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech), jelas-jelas mengancam kebebasan berpendapat di muka umum, kriminalisasi terhadap rakyat yang berjuang dan meredam upaya rakyat untuk memperjuangkan hak-hak dan kepentingannya.
Peraturan-peraturan ini akan mengancam kebebasan buruh untuk melaksanakan pemogokan dan memprotes kepada pemerintah, khususnya terhadap pemerintahan pusat dan DKI Jakarta. Selain itu, juga memberikan kewenangan kepada pihak kepolisian bahkan tentara untuk menangkap, membubarkan paksa dan sebagainya, kepada rakyat yang bersikap kritis, dianggap menebar “kebencian” dan melakukan aksi-aksi unjuk rasa. Peraturan-peraturan ini tidak jauh bedanya dengan apa yang berlaku di masa orde baru dulu.
Keadaan ini tidak bisa didiamkan begitu saja, karena mengancam kehidupan buruh secara langsung dan upaya buruh dan seluruh rakyat untuk terus berjuang membela, mempertahankan dan memperjuangkan hak, kepentingan dan aspirasinya.
Maka untuk itu kami dari Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Kota Bekasi menyatakan sikap dan menuntut pemeritnahan Jokowi-JK untuk :
1. Cabut PP 78/2015, Pergub DKI 228/2015 & SE Kapolri No.06/X/2015!
2. Hapuskan Politik Upah Murah dan Perampasan Upah Buruh!
3. Berikan Jaminan dan Kebebasan Berpendapat, Berkumpul & Berserikat Bagi Rakyat!
4. Hentikan Tindasan Fasis Terhadap Seluruh Buruh dan Rakyat!
5. Hancurkan Imperialisme, Feodalisme & Kapitalisme Birokrasi!
Demikian Pernyataan Sikap ini kami buat, dan melalui ini kami atas nama GSBI Kota Bekasi menyerukan kepada seluruh kaum Buruh untuk terus bersatu dan melakukan perjuangan bersama yang militan untuk menolak PP Pengupahan No. 78 tahun 2015 dan berbagai skema politik upah murah serta perampasan upah buruh. Buruh harus menggunakan situasi ini untuk lebih meningkatkan kesadarannya tentang arti penting perjuangan buruh dan serikat buruh sejati, demokratis dan militan sebagai alat perjuangannya melalui kegiatan-kegiatan pendidikan dan pelatihan, propaganda yang intensif di tengah massa, sekaligus mengorganisasikan buruh di tempat kerja ke dalam serikat buruh sejati, demokratis dan militan. Dan bersama rakyat tertindas lainnya (tani, pemuda, mahasiswa, dll) untuk berjuang mencabut Pergub DKI 228 tahun 2015 dan SE Kapolri No. 06/X/2015 serta berbagai tindasan fasis yang dihadapi buruh dan seluruh rakyat.
Hidup kaum buruh Indonesia !!
Hidup GSBI !!
Kota Bekasi, 5 November 2015
ABRORY
Kordinator