Pernyataan Sikap GSBI Merespon Pertemuan KTM ke-10 WTO di Nairobi-Kenya 15-18 Desember 2015
Pernyataan Sikap Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI): Merespon Pertemuan KTM ke-10 WTO di Nairobi-Kenya 15-18 Desember 2015. WTO a...
https://www.infogsbi.or.id/2015/12/pernyataan-sikap-gsbi-merespon.html?m=0
WTO adalah Sampah, WTO Melanggengkan Pasar Tenaga Kerja Murah!
JUNK WTO, Lawan FTA, Tolak TPP dan Seluruh Skema Neo-liberalisme Globalisasi, Serta Penjarahan Imperialisme!
Salam Demokrasi!
Krisis global yang memburuk telah mempertajam kerakusan kapitalis monopoli untuk mengeksploitasi tenaga kerja di dunia, sumber daya alam dan pasar, untuk menyerap keuntungan super dan mengakumulasi modal. Karenanya perjuangan diantara negara-negara imperialis untuk mengamankan saham masing-masing atas sumber bahan baku dan tenaga kerja murah, bidang investasi dan pasar juga terus diintesifkan.
Ditengah-tengah kegelisahan dan ketidakpuasan rakyat dunia atas dampak dari kebijakan WTO yang sangat merugikan terutama negara-negara berkembang, Konferensi Tingkat Menteri WTO ke-10 kembali di gelar di Nairobi, Kenya tanggal 15-18 Desember 2015. Konferensi ini sama sekali tidak dapat diharapkan membawa perubahan. Bahkan pertemuan itu hanya mempertajam krisis yang berlangsung dan dirasakan oleh rakyat miskin dan terpinggirkan di dunia. Selain mendorong aturan-aturan perdagangan WTO yang sudah tidak adil dan terumus dalam perjanjian WTO, sementara negara-negara Amerika, Uni Eropa, Jepang dan negara-negara maju lainnya terus mendorong Konferensi di Nairobi ini untuk mulai membahas “isu-isu baru” – yang sesungguhnya merupakan usulan-usulan lama yang hendak dipaksa untuk diberlakukan sebagai aturan-aturan baru tentang perdagangan dan investasi yang bersifat mengikat semua negara anggota.
Aturan-aturan ini termasuk bidang investasi yang akan lebih jauh membatasi kemampuan negara-negara anggota untuk membuat peraturan-peraturan yang mengatur perusahaan-perusahaan lintas negara (Trans National Corporations); Persaingan kebijakan yang akan mencegah negara-negara anggota dari mengutamakan perusahaan dalam negeri ketimbang investor asing; serta aturan-aturan pemerintah menyangkut akuisisi yang akan mencegah negara-negara anggota dari mengutamakan jasa penyedia dalam negeri ketimbang layanan dan konstruksi dari perusahaan-perusahaan lintas negara. Negara-negara industri maju juga mendorong privatisasi atas badan-badan perusahaan milik negara (BUMN) serta layanan-layanan publik pada umumnya yang pada dasarnya bertujuan untuk menyediakan kebutuhan dan layanan mendasar untuk semua rakyat.
WTO berdiri sebagai instrumen yang paling komprehensif dan instrument dengan jangkauan yang lebih jauh untuk mempromosikan globalisasi neoliberal dan memperkuat kontrol kapitalis monopoli atas ekonomi global dan sumber daya dunia termasuk pangan, kesehatan (obat-obatan), air, tanah, hutan, infrastruktur, teknologi dan bahkan pengetahuan. Saat ini, WTO telah memiliki 60 perjanjian yang mencakup bidang-bidang seperti pertanian, jasa, investasi, keuangan, pengadaan barang publik (termasuk dalam belanja Negara), prosedur kepabeanan (Bea cukai), teknologi informasi dan komunikasi serta Hak kekayaan intelektual (HAKI), yang seluruhnya hanya memberikan keuntungan bagi negara-negara maju beserta perusahan korporasi monopoli TNC.
Bagi klas buruh, WTO berkontribusi besar dalam melanggengkan pasar tenaga kerja murah melalui skema fleksibelitas pasar tenaga kerja (Labour Market Flexibility-LMF) dan serangkaian konsep program eksport tenaga kerja (Labor Export Programs-LEP) di seluruh dunia. Sehingga berdampak pada politik upah murah dan diterapkannya buruh kontrak dan outsoursing yang dialami buruh selama ini. Sementara di sektor pertanian, secara intensif dibahas dalam pertemuan KTM ke-9 WTO di Bali 2013 yang melahirkan Paket Bali. Salah-satu isinya mendorong kebijakan pencabutan subsidi pertanian di negara-negara berkembang yang berlaku sebaliknya bagi Negara-negara Maju (100% Subsidi pertanian). Kebijakan pencabutan subsidi ini menjadi usaha bagi WTO untuk memberi ruang seluas-luasnya kepada perusahaan korporasi dunia semacam Musanto, Cargill, Bayer untuk memonopoli sarana produksi dan hasil pertanian di negara-negara berkembang.
WTO secara jelas hanya menguntungkan negara-negara maju khususnya imperialis AS, karenanya WTO sudah pasti mendapatkan tantangan semakin keras dari rakyat seluruh dunia. Sejak berdiri, WTO telah menjadi sasaran perlawan rakyat dunia untuk menghentikan monopoli perdagangan dunia oleh negara-negara maju, khususnya imperialis AS. Perjuangan Battle Of Seatle di Amerika Serikat pada akhir tahun 1990an, Perjuangan Aliansi Rakyat Dunia di Bali 2013, hingga perlawanan yang meletus diberbagai Negeri menentang KTM ke-10 yang berlansung di Nairobi, Kenya saat ini menjadi penanda terus bangkit dan meluasnya kesadaran rakyat akan WTO yang sejatinya bagai sampah yang sama sekali tidak berguna bagi rakyat, melainkan sebagai kongsi dagang kapitalis monopli yang terus menghisap rakyat layaknya wabah yang terus menyebarkan penyakit menular yang menyengsarakan rakyat.
Ketika WTO mengalami kebuntuan dalam putaran Negosiasinya di pertemuan KTM akibat tekanan-tekanan dari perjuangan rakyat, imperialis AS berusaha membangun skema perjanjian perdagangan regionalisme yang lebih intervensi dan mengikat. AS mengkooptasi Kemitraan Trans-Pasifik (TPP) sebagai skema perdagangan baru yang lebih kejam dan jahat bagi negara-negara anggotanya.
Tapi ironinya, kunjugan Jokowi ke AS Oktober lalu, malah menyampaikan komitmennya kepada Presiden Barac Obama, untuk Indonesia bergabung ke TPP. TPP yang telah diikuti 12 negara (40% PDB dunia) akan melakukan kesepakatan perdagangan dengan standar paling tinggi yang ada saat ini. Karena memuat poin-poin yang selama ini tidak ada dan dinilai masih longgar dalam skema WTO, seperti Hak Kekayaan Intelektual (Intelectual Property Rights), Kebijakan kompetisi (Competition Policy) dan belanja pemerintah (Government Procurement) serta fasilitasi perdagangan hingga point perselisihan negara dan investor (Investment-State Disputed Settlement- ISDS).
Pelaksanaan kebijakan-kebijakan WTO yang sangat agresif selama 20 tahun ini telah memberikan kekuasaan yang sangat luar biasa terhadap perusahaan-perusahaan multi nasional yang lebih mengutamakan keuntungan (profit) ketimbang hak-hak dasar manusia dan alam lingkungan. Aturan-aturan WTO sangat tidak mengedepankan hak-hak buruh atau tenaga kerja yang diakui dunia internasional, malah justru aturan WTO menganggap illegal apabila pemerintah di suatu negara tidak mau menerima suatu barang atau produk, tidak peduli apakah barang (produk) itu dihasilkan dengan tanpa mengedepankan prinsip hak asasi manusia, misalnya dengan menggunakan tenaga kerja/buruh anak.
Sungguh, doktrin “perdagangan bebas” tidak mampu mengatasi kebutuhan rakyat miskin di dunia. Untuk itu maka yang di butuhkan oleh kaum buruh dan rakyat seluruh dunia bukanlah WTO, FTA dan TPP tapi perdagangan yang adil bagi rakyat. Rakyat membutuhkan perubahan mendasar dalam sistim pemerintahan yang ada saat ini, yaitu sebuah rezim perdagangan yang sungguh-sungguh melayani kepentingan rakyat, yang harus mengutamakan bentuk-bentuk alternative pertukaran internasional yang bersandar pada solidaritas, saling menguntungkan dan melengkapi dalam rangka menyediakan kebutuhan-kebutuhan penduduk. Penghormatan pada kedaulatan bangsa, peraturan ketat di sektor keuangan dan pengembangan industrialisasi di dalam negeri adalah komponen-komponen yang diperlukan bagi sistim perdagangan yang pro-rakyat. Alternatif-alternatif terhadap perdagangan Neoliberal bisa diwujudkan, membuktikan bahwa sistim perdagangan yang baru – yang mengedepankan agenda kerakyatan - bukanlah hal yang mustahil.
Oleh karena itu, Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) dalam menyikapi pertemuan KTM ke-10 WTO di Nairobi, Kenya 15-18 Desember 2015 menuntutan :
1. Bubarkan WTO !
2. Jokowi-JK harus menarik Indonesia dari Keanggotaan WTO!
3. Tolak Rencana Jahat Jokowi dan Thomas Lembong (Menteri Perdagangan RI) untuk Indonesia bergabung ke dalam TPP!
4. Bangun Perjanjian Perdagangan dunia yang adil, serta menghormati kemandirian serta kedaulatan rakyat!
5. Hentikan perampasan upah, tanah dan kerja!
6. Cabut PP Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan !
7. Hapuskan Sistem Kerja Kontrak jangka Pendek dan Outsourcing !
8. Laksanakan Land Reform Sejati dan Bangun Industrialisasi Nasional!
Selanjutnya, GSBI Menyerukan kepada seluruh Anggota dan organisasi-organisasi sekutu untuk menyelenggarakan Aksi-aksi protes militant melawan WTO, FTA, TPP dan globalisasi neo liberal serta penjarahan imperialis dalam momentum konferensi Menteri ke-10 WTO (Ministerial Conference-10) pada tanggal 15-18 Desember 2015.
Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan.
Hormat kami,
Dewan Pimpinan Pusat
Gabungan Serikat Buruh Indonesia (DPP.GSBI)
RUDI HB DAMAN EMELIA YANDI MD SIAHAAN, SH
Ketua Umum Sekretaris Jendera;
Diterbitkan pada : Selasa, 15 Desember 2015
Kontak Person : Rudi HB Daman/Ketua Umum GSBI (+6281213172878)