Ketua Umum GSBI: Ini Bahaya TPP
INFO GSBI. Dalam kunjungannya tahun lalu ke Amerika Serikat sewaktu bertemu Presiden Barrack Obama, dnegan alasan untuk memulihkan pereko...
https://www.infogsbi.or.id/2016/02/ketua-umum-gsbi-ini-bahaya-tpp.html
INFO GSBI. Dalam kunjungannya tahun lalu ke Amerika Serikat sewaktu bertemu Presiden Barrack Obama, dnegan alasan untuk memulihkan perekonomian nasional yang kian melambat Presiden Joko Widodo langsung menyatakan diri Indonesia tertarik dan akan bergabung dengan TPP (Trans Pasifik Patnership). Dan dalam acara Kongres Persatuan Insinyur Indonesia pada 12 Desember 2015, Presiden Jokowi sekali lagi menyinggung soal keinginannya agar Indonesia bersiap-siap berkompetisi dalam pasar bebas dan bergabung di TPP.
Isu TPP ini menyedot perhatian gerakan rakyat di seluruh dunia. Pasalnya skema perdagangan liberal ini disebut hanya menguntungkan negeri-negeri maju [imperialis] yang dipimpin AS. Skema ini hanya akan mendatangkan penderitaan dan pengangguran bagi negeri-negeri miskin dan berkembang seperti Indonesia, Amerika Latin dan lain sebagainya.
Maka, tidak heran berbagai gerakan rakyat di berbagai belahan dunia menolak skema perdagangan liberal ini. Demonstrasi besar-besaran oleh massa rakyat menolak TPP terjadi di Jepang, Malaysia, Peru, Selandia Baru, Pilipina dan bahkan di AS. Bahkan aksi itu menyedot perhatian media massa karena jumlah demonstrasi melibatkan massa yang luas dan besar.
Ketua Umum GSBI Rudi HB Daman ketika diminta keterang soal TPP di Jakarta menjelaskan, TPP merupakan model kesepakatan kerja sama perdagangan yang memiliki standar paling tinggi saat ini karena memuat poin-poin yang lebih liberal dibandingkan skema WTO. Karena itu, TPP kemudian juga disebut sebagai “WTO plus”. Hal-hal yang diatur dalam TPP seperti Hak Kekayaan Intelektual [Intelectual Property Rights], Kebijakan Kompetisi [Competition Policy] dan Belanja Pemerintah [Government Procurement] serta fasilitasi perdagangan hingga poin perselisihan negara dan investor [Investment-State Disputed Settlement].
Sebelumnya, AS juga sangat agresif dalam mengkampanyekan skema perjanjian perdagangan seperti TPPA melalui OECD [Organisation for Economic Co-operation and Development]. Skema perdagangan bebas ini sesungguhnya sudah didesain sejak Maret 2010. Tujuannya membuat perjanjian perdagangan bebas yang terikat secara hukum untuk kawasan Asia Pasifik. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono ketika itu menolak terlibat dalam skema TPP karena merasa belum siap mengikuti ketentuan yang sudah ditetapkan. Tutut Rudi.
Lewat TPP setiap negara anggota diharuskan mengikuti standar yang sudah ditetapkan berdasarkan kepentingan negara-negara pendiri. Ini berarti memberi jalan bagi perusahaan asing bahkan boleh terlibat dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang nilainya mencapai miliaran dolar AS.
TPP juga menetapkan aturan non-diskriminasi bagi perusahaan asing. Artinya setiap perusahaan dan negara dianggap memiliki posisi setara tanpa mempedulikan kapasitasnya. Ini sungguh hanya menguntungkan perusahaan-perusahaan besar asing dari AS karena hanya berlomba dengan perusahaan teri dari negara seperti Indonesia. Karena itu, sekitar 250 juta penduduk Indonesia hanya akan menjadi pasar menggiurkan bagi perusahaan asing. [red-rd.smbr.mrbkgi]
Isu TPP ini menyedot perhatian gerakan rakyat di seluruh dunia. Pasalnya skema perdagangan liberal ini disebut hanya menguntungkan negeri-negeri maju [imperialis] yang dipimpin AS. Skema ini hanya akan mendatangkan penderitaan dan pengangguran bagi negeri-negeri miskin dan berkembang seperti Indonesia, Amerika Latin dan lain sebagainya.
Maka, tidak heran berbagai gerakan rakyat di berbagai belahan dunia menolak skema perdagangan liberal ini. Demonstrasi besar-besaran oleh massa rakyat menolak TPP terjadi di Jepang, Malaysia, Peru, Selandia Baru, Pilipina dan bahkan di AS. Bahkan aksi itu menyedot perhatian media massa karena jumlah demonstrasi melibatkan massa yang luas dan besar.
Ketua Umum GSBI Rudi HB Daman ketika diminta keterang soal TPP di Jakarta menjelaskan, TPP merupakan model kesepakatan kerja sama perdagangan yang memiliki standar paling tinggi saat ini karena memuat poin-poin yang lebih liberal dibandingkan skema WTO. Karena itu, TPP kemudian juga disebut sebagai “WTO plus”. Hal-hal yang diatur dalam TPP seperti Hak Kekayaan Intelektual [Intelectual Property Rights], Kebijakan Kompetisi [Competition Policy] dan Belanja Pemerintah [Government Procurement] serta fasilitasi perdagangan hingga poin perselisihan negara dan investor [Investment-State Disputed Settlement].
Sebelumnya, AS juga sangat agresif dalam mengkampanyekan skema perjanjian perdagangan seperti TPPA melalui OECD [Organisation for Economic Co-operation and Development]. Skema perdagangan bebas ini sesungguhnya sudah didesain sejak Maret 2010. Tujuannya membuat perjanjian perdagangan bebas yang terikat secara hukum untuk kawasan Asia Pasifik. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono ketika itu menolak terlibat dalam skema TPP karena merasa belum siap mengikuti ketentuan yang sudah ditetapkan. Tutut Rudi.
Lewat TPP setiap negara anggota diharuskan mengikuti standar yang sudah ditetapkan berdasarkan kepentingan negara-negara pendiri. Ini berarti memberi jalan bagi perusahaan asing bahkan boleh terlibat dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang nilainya mencapai miliaran dolar AS.
TPP juga menetapkan aturan non-diskriminasi bagi perusahaan asing. Artinya setiap perusahaan dan negara dianggap memiliki posisi setara tanpa mempedulikan kapasitasnya. Ini sungguh hanya menguntungkan perusahaan-perusahaan besar asing dari AS karena hanya berlomba dengan perusahaan teri dari negara seperti Indonesia. Karena itu, sekitar 250 juta penduduk Indonesia hanya akan menjadi pasar menggiurkan bagi perusahaan asing. [red-rd.smbr.mrbkgi]