Nak, Kamulah Saksi Perjuangan Ibu
foto dok SBGTS-GSBI PT.PDK Nak, Kamulah Saksi Perjuangan Ibu Oleh , Nonon Cemplon Anakku, empat tahun lalu Ibu adalah buruh pabr...
https://www.infogsbi.or.id/2016/04/nak-kamulah-saksi-perjuangan-ibu.html?m=0
Anakku,
empat tahun lalu Ibu adalah buruh pabrik. Ah, pasti kamu tidak mengerti apa itu
buruh pabrik. Tidak apa-apa. Kelak kamu akan tahu.
Dulu,
Ibu bangun tidur jam setengah lima pagi. Kadang lebih pagi dari itu. Padahal,
kata orang, itulah jam-jam yang paling nikmat menarik selimut. Di saat orang
lain lelap, Ibu sudah berbenah, mandi, memasak, dan memastikan rumah dalam
keadaan beres. Jam 6 pagi Ibu berangkat ke pabrik, setelah Ibu mengantarkan
kamu ke rumah Bude. Bude-lah yang mengasuh kamu ketika Ibu bekerja di pabrik.
Kamu
tahu Nak, di pabrik Ibu harus menjahit sepatu. Setiap jam harus menjahit 180
pasang sepatu. Ibu berada di pabrik selama delapan jam. Berarti 1440 pasang
sepatu yang mesti Ibu jahit. Jika lembur 10 sampai 11 jam maka jumlahnya lebih
banyak lagi.
Kalau
Ibu tidak bisa mencapai 180 pasang sepatu, akan diomeli.
“Bego!”,
“Tolol!”, “Lu gak kerja pulang kampung sana!”
Kamu
tidak perlu sakit hati dengan makian seperti itu. Karena kenyataannya memang
begitu. Ibu-ibu yang lain pun menerima hal yang sama. Ada makian yang lebih
khas yang biasa Ibu dan teman-teman terima, “Gua tendang dua kaki, Lu,
yah!”
Kamu
tahu Nak, setiap hari ibu meninggalkan kamu dengan orang lain. Berat sekali
rasanya. Apalagi kalau kamu sedang tidak sehat, Ibu tidak bisa tenang bekerja.
Akibatnya barang yang Ibu bikin jadi reject.
Kalau
hasil pekerjaan Ibu terganggu, apa akibatnya? Ibu akan dipanggil ke depan meja
Kepala Bagian. Dipanggilnya saja sudah bisa bikin heboh, Nak. Tapi bukan hanya
itu. Di depan meja Kabag itu Ibu berdiri dan kepala menunduk. Di sinilah semua
sumpah serapah dari Kabag keluar. Kalau sudah begitu, perasaan Ibu malu. Tapi
ya sudahlah. Ibu harus menerima keadaan itu.
Kalau
saja tidak butuh uang, kalau saja gaji Bapakmu cukup untuk kita, Ibu memilih di
rumah. Ngurus kamu, Nak. Ngajarin kamu tentang banyak hal. Tapi kondisinya
memang begini. Ibu harus rela menitipkanmu ke Bude.
Nak!
Waktu kamu sakit, Ibu pernah nekad tidak masuk kerja. Lega rasanya menghabiskan
waktu bersamamu. Apa yang terjadi esoknya?
Esoknya
Ibu masuk kerja seperti biasa. Ibu pun dipanggil. Disuruh berdiri di depan.
Selama satu jam Ibu berdiri. Ibu lihat, teman-teman berbisik ketakutan.
Pengawas bolak-balik di depan. Semua mata memerhatikan Ibu. Malunya minta
ampun. Mungkin beginilah nasib buruh.
Kadang
Ibu berpikir, seandainya nenekmu mampu menyekolahkan Ibu seperti orang lain,
mungkin nasib ibu tidak seperti ini. Kemampuan Ibu hanya menjahit.
Tahukah
kamu, Nak. Ibu bukan menjahit sepatu biasa. Sepatu yang dipergunakan para
pemain sepak bola. Itu lho, yang sering dipergunakan dalam ajang bergengsi
Piala Dunia. Kalau kebetulan menonton acara Piala Dunia di televisi, Ibu merasa
bangga melihat sepatu yang dibuat Ibu dan temen-temen dipergunakan oleh para
pemain tersohor. Kata orang-orang harga sepatu itu mahal. Ibu saja yang
membuatnya tidak mungkin membeli sepatu itu. Untuk membelinya saja setara
dengan jatah 6 bulan susumu.
Jika
suatu saat kamu besar, dan ada temanmu merasa bangga dengan sepatu bermerek,
ingatkan mereka. Sepatu mahal dan bermerek itu tidak dibuat di Eropa dan
Amerika Serikat. Sepatu-sepatu bermerek itu dibuat oleh Ibumu. Teman-teman
Ibumu di sini, di Indonesia, di negara-negara Asia. Dari tangan-tangan yang
sering disebut sebagai pembuat onar, bodoh, dan tolol ini. Tangan yang selalu
memandikan dan mengusap rambutmu inilah yang membuat sepatu itu.
foto dok SBGTS-GSBI PT.PDK |
Anakku
sayang. Empat tahun lalu, di tempat Ibu bekerja ada demonstrasi. Ibu terlibat
dalam demo itu. Teman-teman ibu pun terlibat. Seru sekali. Ibu dan teman-teman
berteriak sekencang-kencangnya. Saat itu memang cuaca panas sekali, tapi tidak
Ibu rasa. Ingat Nak. Panas dan bising itu adalah teman sehari-hari Ibu di
pabrik. Jadi kalau panas matahari itu bisa dibilang tidak seberapa, karena kita
masih bisa memasang payung atau berteduh. Kalau panas di tempat kerja, beda
sekali. Karena kita dituntut berada di tempat itu.
Nah,
saat demo itu Ibu lihat para pejabat di pabrik bolak-balik. Mereka pun dikawal
aparat kepolisian. Ibu juga tidak tahu siapa yang memulai demo tersebut.
Melihat pejabat pabrik lalu lalang, Ibu dan teman-teman berteriak-teriak
menumpahkan kekesalan. Tidak jelas siapa yang memulai. Yang jelas, hari itu
semua kekesalan di hati ditumpahkan. Uuuh, rasanya terbayar sudah semua sakit
hati, Ibu.
Nah,
saat itu tiba-tiba ada yang melempar gelas plastik yang biasa dipergunakan
untuk minum. Ibu dan teman-teman pun melawannya. Kami melempar balik. Tak
lama kemudian, Ibu-ibu disemprot gas air mata dan dipukuli oleh aparat
kepolisian. Salah satu teman Ibu yang sedang hamil, pingsan. Kami melawan,
semampu kami. Tapi Ibumu ini tidak pernah dilatih untuk berperang atau
berkelahi, pasti kami kalah sama polisi, Nak. Mereka itu dilatih untuk
berkelahi dan mengangkat senjata. Makanan mereka pun bergizi. Badannya pun
berotot dan sehat. Ibumu ini tubuhnya ringkih.
foto dok SBGTS-GSBI PT.PDK |
Nak,
kamu tahu gas air mata? Itu adalah gas yang disemprotkan ke atas. Asapnya
menyebar. Kalau kena mata; sakit, pedih, dan gatal. Kalau kita gosok makin
pedih. Kalau kita biarin, makin sakit.
Nah,
tentang demo berlangsung beberapa hari. Ibu melihat beberapa orang Ibu-ibu
berbicara lantang menggugnakan megaphone. Itu disebut dengan orasi atau pidato.
Ibu kagum melihat keberanian Ibu-ibu lain. Mereka bisa berani. Lantang sekali.
Ada juga secarik kertas yang dibagikan. Katanya itu adalah selebaran.
Mendengar
orasi dan membaca selebaran, perlahan tumbuh keberanian di dalam diri Ibu. Jika
Ibu selalu pasrah, mengalah, dan diam saja dengan semua perlakuan manajemen,
tidak akan pernah ada perubahan. Keyakinan tumbuh, kalau ingin perbaikan harus
berjuang. Hak itu harus diperjuangkan, Nak! Ibu menyadari perjuangan itu tidak
bisa sendirian. Perjuangan itu pun bukan hanya untuk Ibu. Untuk semua buruh.
Pada
dasarnya, Ibu tidak berharap kamu jadi buruh. Tapi, tanah saja kita tidak
punya. Tanah-tanah di kampung kita sudah dikuasai orang kota. Modal yang kita
miliki hanya cukup untuk hidup sebulan. Ibu pun tidak yakin kamu tidak akan
jadi buruh. Barangkali kamu pun akan memiliki garis yang sama dengan Ibu; jadi
orang yang menjual tenaga. Jika garis takdirmu sama, berarti kondisinya tidak
akan jauh beda, jika kita tidak berjuang dari sekarang.
Nak,
pemecatan adalah hal yang paling ditakuti oleh buruh. Dipecat berarti
kehilangan pekerjaan, kehilangan pendapatan, dan kehilangan status sebagai
orang yang bekerja. Jangan lupa, jika sudah dipecat berarti kita sedang
memasuki pintu lain; ancaman diusir dari kontrakan.
Lihat juga : https://www.youtube.com/watch?v=B-a9IxmQRFI
Peristiwa
yang paling menakutkan itu, akhirnya dialami oleh Ibumu. Ibu dan 1299 orang
lainnya. Jadi ada 1300 orang yang dipecat, setelah demo itu, Nak. Gara-gara
pemecatan itu, teman-teman Ibu ada yang diusir dari kontrakan karena tidak
mampu bayar lagi. Ada yang bertengkar hebat di dalam keluarganya, karena
terjadi krisis keuangan di dalam keluarga. Bahkan, ada yang bercerai.
Saat
dipecat, mental Ibu langsung drop. Waktu itu Ibu bingung bagaimana membayar
kontrakan, bagaimana dengan susumu, bagaimana biaya hidup sehari-hari. Waktu
itu, Ibu mendengar ada tawaran kalau perusahaan akan memberikan gaji sebulan. Karena
kesulitan ekonomi, beberapa teman Ibu mengambil. Ibu pun dirajuk untuk
mengambil. Ibu tidak berhasil meyakinkan diri Ibu agar berani mengambil uang
tersebut. Ibu bertanya-tanya ke dalam diri,
“Apa
pantas bekerja bertahun-tahun dan berjuang sekuat tenaga kemudian ditukar
dengan sebulan gaji?!” “Apakah karena uang tersebut, Ibu harus berhenti
menuntut hak?” Di saat yang bersamaan, pemilik perusahaan sedang mendirikan dua
pabrik lain di luar kota. Jadi, Ibu tidak yakin kalau perusahaan tidak mampu
membayar sesuai dengan hak kita sebagai orang yang bekerja. Bukan mengemis.
Waktu
itu Ibu memang bingung. Anak-anak muda bilangnya dilema. Untung saja Bapakmu
meyakinkan Ibu.
“Allah
swt yang mengatur rezeki umatnya. Rezeki tidak diatur oleh yang punya pabrik.
Rezeki pun tidak ditentukan oleh para pengurus serikat buruh. Ibu harus
berjuang!”
Yah!
Itulah yang diingatkan Bapakmu. Hampir saja Ibu lupa bahwa ada kuasa dan
kehendak Yang Mahakuasa.
Nak,
tahukah kamu, perjuangan Ibu dan teman-teman penuh kerikil. Ibu dan teman-teman
sudah mendatangi semua lembaga; semua instansi; semua orang sudah Ibu dan
teman-teman datangi. Tapi semuanya tidak mampu berbuat apapun. Si pemilik
pabrik dan pemilik merek keras kepala, Nak. Memang ada beberapa kemenangan
kecil yang diraih, tapi belum semuanya.
Empat
tahun, Nak. Itu bukan waktu yang pendek. Selama itu pula Ibu menempa diri
dengan berbagai kemampuan. Tadinya mengatakan “Tidak” saja tidak mampu. Takut.
Tadinya, kemampuan Ibu hanya memasak, mencuci, memandikanmu, dan menjahit. Kini
Ibu bisa pegang laptop. Ibu bisa mengetik; membuat surat. Ibu berani memimpin
rapat dan menyampaikan pendapat. Ibu berani menaiki mobil untuk berorasi.
Orang-orang yang merasa hebat dan berpendidikan di gedung wakil rakyat pun Ibu
berani menghadapinya. Dari kasus Ibu, terbukti, mereka tidak berkutik. Banyak,
Nak. Banyak sekali yang Ibu pelajari; berkah dari perjuangan ini.
Kamu
adalah saksi dari perjuangan Ibu. Perjuangan teman-teman ibu. Kamulah yang
menemani Ibu setiap Kamis berbaris di depan pabrik menuntut hak. Kamulah yang
menemani Ibu dalam rapat-rapat. Ibu senang sekali Nak, ternyata kita bisa
berbagi waktu bersama. Yah, walaupun Ibu harus pintar-pintar mengatur uang. Ibu
harus cerdas mengatur pengeluaran. Tapi Ibu selalu kesal, kalau tidak berhasil
meyakinkan kamu untuk berhenti jajan. Ibu pun harus pintar-pintar menjauhkan
kamu dari mainan anak-anak. Sedih sekali jika Ibu tidak mampu membelikan barang
seperti anak-anak yang lain. Beginilah keadaannya, Nak. Ibu rasa kamu lebih
mengerti, kalau membayar kontrakan dan makan adalah yang paling utama.
Kini
usiamu menginjak empat tahun, seumur dengan usia kasus Ibu dan teman-teman.
Kadang Ibu tersenyum geli ketika kamu ikut meneriakan yel-yel demonstrasi.
“Hidup buruh!” “Boneka Amerika!” Kadang kamu pun sering ikut bernyanyi, Buruh
Tani dan Darah Juang. Akh, Ibu tidak tega sebetulnya melibatkanmu dalam semua
kesulitan hidup ini. Tapi Ibu dan teman-teman harus melakukannya. Ada
teman-teman yang seumuran denganmu, mereka pun melakukan hal yang sama.
Nak,
Ibu tahu sekali, kalau kerikil perjuangan ini tidak lurus. Beberapa kawan pun
mencemooh. Ada yang ngerti hukum, dihakiminya kita dengan
dalil-dalil hukum. Ada yang punya jaringan-jaringan pribadi ke pejabat,
disombongkannya jaringan itu. Tapi kita, Ibu dan kamu, dan teman-teman Ibu dan
keluarga-keluarga yang lain sudah melewati semua itu. Hukum yang dibanggakan
itu ompong. Kekuasaan para pejabat itu hanya mampu untuk melemahkan kita, tidak
untuk para pemilik modal. Inilah perjalanan yang harus kita tempuh. Jalannya
kaum buruh.
Nak,
Ibu dan teman-teman berterima kasih buatmu, buat anak-anak yang seumuran
denganmmu, buat Bapakmu dan keluarga-keluarga yang lain. Terima kasih selalu
menemani dalam perjuangan ini. Karena kalianlah Ibu dan teman-teman masih
bertahan dan melawan hingga detik ini. Ibu sayang kamu. Peluk dan cium buat
kamu dan Bapakmu.
Tonton Video aksi piket Buruh PDK ke-99 kali https://www.youtube.com/watch?v=X3ypYYoX4Ao&spfreload=5 dan https://www.youtube.com/watch?v=XTicc_34i90
Tonton Video aksi piket Buruh PDK ke-99 kali https://www.youtube.com/watch?v=X3ypYYoX4Ao&spfreload=5 dan https://www.youtube.com/watch?v=XTicc_34i90
**
Tulisan ini dipersembahkan untuk kawan-kawan dan keluarganya yang masih
bertahan dalam merebut hak di PT Panarub Dwikarya Benoa, sejak dipecat ilegal
Juli 2012. Pabrik pembuat sepatu Adidas, Mizuno dan Specs ini telah
menelantarkan buruh dan keluarganya selama empat tahun.