Kepentingan Imperialisme didalam Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi-JK
Kepentingan Imperialisme didalam Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi-JK. Di tulis oleh, Dewan Pimpinan Pusat GSBI Pada akhir 2015 yang lalu...
https://www.infogsbi.or.id/2016/05/kepentingan-imperialisme-didalam-paket.html
Kepentingan Imperialisme didalam Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi-JK.
Di tulis oleh, Dewan Pimpinan Pusat GSBI
Pada akhir 2015 yang lalu, nilai tukar rupiah sempat turun dan berada pada level paling rendah sejak krisis ekonomi 1998. Jokowi-JK tidak dapat lagi memungkiri jika pemerintahannya tidak sanggup untuk menghadapi krisis yang terus terjadi dan mencoba memberikan solusi dengan mengeluarkan paket kebijakan ekonomi, yang sejak dikeluarkan hingga sekarang sudah ada 11 Jilid paket kebijakan ekonomi ala Jokowi-JK.
Apabila dicermati, dari seluruh paket kebijakan ekonomi yang telah dirilis oleh Jokowi, tidak satupun memberikan garansi penghidupan yang lebih baik bagi rakyat Indonesia. Kebijakan disektor industry misalnya, seluruh kemudahan diberikan kepada investor baik asing maupun dalam negeri melalui berbagai skema, diantaranya; pengurusan ijin investasi hanya cukup 3 (tiga) jam, pengurusan tax allowance dan tax holiday maksimal 25 hari, insentif listrik bagi industry, formulasi upah buruh yang berbasis inflasi dan pertumbuhan ekonomi, hingga berbagai kemudahan investasi di Kawasan Ekonomi Khusus. Upah buruh terus diambil melalui berbagai skema kebijakan yang mengatasnamakan kesehatan, ketenagakerjaan dan perumahan.
Diaspek lainnya, paket kebijakan ekonomi Jokowi juga memberikan kemudahan dengan memangkas tahapan perijinan di kawasan lingkungan hidup dan kehutanan. Ini adalah upaya Jokowi membuka investasi yang besar di sector kehutanan. Kemudahan investasi ini juga ditopang oleh percepatan penerbaitan sertifikat tanah, sebagaimana slogan Jokowi dalam paket kebijakan ekonomi jilid tujuh, “usaha makin murah karena sertifikat mudah”. Hal ini dipastikan akan semakin mengintensifkan proses perampasan tanah bagi kaum tani di pedesaan dan membuka lebar monopoli atas tanah di negeri ini.
Dalam rangkaian paket kebijakan ekonomi ini, tidak terlihat sama sekali bagaimana Jokowi-JK membangun kemandirian bangsa. Sebaliknya, semua yang terlihat tidak lebih dari sebuah usaha melayani kepentingan imperialisme, dengan membuka jalan seluas-luasnya agar investasi datang ke Indonesia. Jokowi melalui paket kebijakan ekonominya dengan terang menggadaikan kedaulatan bangsa Indonesia, dengan menggantungkan pembangunan negeri ini dari investasi dan hutang. Hal demikian tentu saja mengecilkan kekayaan sumber daya yang dimiliki negeri ini serta merendahkan kemampuan ratusan juta rakyat Indonesia yang pasti sanggup membangun negeri ini tanpa campur tangan kepentingan imperialisme.
Paket kebijakan ekonomi Jokowi menunjukkan kepada kaum buruh dan rakyat Indonesia, bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintahan ini adalah usaha mempertahankan sistem setengah jajahan dan setengah feudal yang nyata menghadirkan penindasan dan penghisapan bagi rakyat Indonesia, menghadirkan kemiskinan dan penderitaan yang dalam. Maka dengan demikian sangat jelas, Paket kebijakan ekonomi Jokowi tidak akan pernah menjadi jawaban bagi aspirasi dan tuntutan rakyat yang sejati.
Kebijakan Jokowi-JK semakin Memerosotkan Penghidupan Kaum Buruh dan Rakyat Indonesia.
Berbagai program pemerintah serta paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh Jokowi-JK menunjukkan dengan terang bahwa sesungguhnya pemerintah tidak mampu untuk menangani masalah-masalah yang dihadapi oleh rakyat. Masalah utama yang terjadi sesungguhnya adalah pemerintahan Jokowi-JK telah meletakkan kepentingan negeri ini dibawah dominasi imperialisme serta menjaga sistem setengah jajahan dan setengah feudal tetap eksis untuk menindas dan menghisap rakyat. Akibat dari kebijakan ini adalah hadirnya tiga musuh utama rakyat Indonesia; imperialisme, feodalisme dan kapitalisme birokrat.
Di perkotaan, klas buruh harus menghadapi situasi yang sulit sebagai akibat buruknya sistem pengupahan yang diberlakukan oleh pemerintah. PP No.78 tahun 2015 tentang Pengupahan telah memberi bukti bagaimana upah buruh dibatasi dengan ketat kenaikannya. Klas buruh dipaksa untuk membayar agar dapat menerima jaminan atas kesehatan dan jumlah iurannya terus dinaikkan. PHK dengan berbagai alasan terus digulirkan untuk membuat buruh ketakutan. Dan parahnya, aksi-aksi demokratis klas buruh untuk menuntut haknya selalu dihadapkan dengan tindasan fasis negara, tindakan kekerasan, penangkapan hingga kriminalisasi dan pemenjaraan.
Persoalan upah bagi klas buruh adalah isu utama, karena dari upah yang diterima, adalah topangan utama untuk membiayai kebutuhan hidupnya. Sejak diterbitkannya Inpres 9 tahun 2013 tentang Upah Minimum dan terakhir PP 78 tahun 2015 tentang Pengupahan, atau dalam periode 2014-2016 upah minimum buruh nyaris tidak mengalami kenaikan yang signifikan, sementara harga kebuthan pokok terus naik tajam. Sebagai contoh upah buruh di kabupaten Tangerang dalam periode 2014-2016 hanya mengalami kenaikan rata-rata Rp. 281.000,- (dua ratus delapan puluh satu rupiah) pertahun. Jika dibagi dalam satu bulan, maka tambahan upah rata-rata yang diterima buruh selama periode tersebut hanya sebesar Rp. 9.366,- (sembilan ribu tiga ratus enam puluh enam rupiah) per hari. Tambahan upah sebesar itu tentu tidak akan cukup ditengah kenaikan harga bahan pokok, tariff dasar listrik, sarana transportasi, dllnya.
Dari hasil investigasi yang dilakukan GSBI terkait dengan kebutuhan hidup buruh di Jakarta, untuk buruh berkeluarga dengan satu orang anak (belum sekolah) membutuhkan biaya hidup minimum Rp. 5,7 juta rupiah dalam satu bulan. Sehingga tuntutan kenaikan upah adalah salah satu cara bagaimana klas buruh bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.
Meskipun demikian, tuntutan kenaikan upah buruh tidak dapat berdiri sendiri atau terpisah dengan kepentingan berbagai klas dan sector rakyat lainnya. Kenaikan upah buruh yang terlalu tinggi akan senantiasa diikuti oleh kenaikan harga kebutuhan pokok yang juga melambung tinggi. Dalam situasi krisis yang terjadi seperti saat ini, semakin banyak rakyat Indonesia, termasuk kaum tani di pedesaan mengalami kemerosotan secara ekonomi dan kehilangan daya belinya. Harga barang kebutuhan pokok yang bergerak naik seiring kenaikan upah akan semakin membuat rakyat berpenghasilan rendah tidak sanggup lagi memenuhi kebutuhan hidupnya.
Maka perjuangan atas upah bagi klas buruh adalah perjuangan seluruh rakyat tertindas di Indonesia. Isu tentang upah tidak berdiri sendiri, bahkan memiliki kaitan yang erat dengan isu lainnya, utamanya monopoli dan perampasan tanah di pedesaan, termasuk isu kenaikan harga kebutuhan bahan pokok serta pencabutan subsidi publik oleh negara. Semakin intensifnya perampasan tanah di pedesaan akan menambah daftar pencari tenaga kerja di perkotaan, membuat posisi tawar buruh ketika berjuang untuk perbaikan upah menjadi rendah. Disisi lain, kenaikan upah buruh juga memberikan kontribusi terhadap kenaikan harga bahan kebutuhan pokok.
Bahwa perjuangan atas upah tidak senantiasa bicara soal kenaikan. Berjuang untuk upah adalah perjuangan untuk memperbaiki penghidupan klas buruh secara ekonomi. Upah minimum yang diterima oleh klas buruh tidak akan pernah cukup ketika pemerintah tidak memiliki kesanggupan untuk melakukan kontrol terhadap bahan kebutuhan pokok rakyat. Harga bahan kebutuhan pokok yang tinggi akan merampas kembali upah yang telah diterima buruh. Tuntutan yang harus diajukan oleh buruh adalah penyesuaian upah dan pendapatan dengan kebutuhan hidup minimum dengan memperbaiki harga tenaga dan kebutuhan hidup. Ini beriringan dengan tuntutan penghapusan kebijakan yang merugikan seperti PP No.78/2015, yang harus terus diperjuangkan oleh buruh sampai ada perbaikan kebijakan tentang pengupahan.
Rentetan kebijakan yang dihadirkan pemerintahan Jokowi-JK hanya menambah beban penderitaan bagi rakyat Indonesia. Disisi lain, belum banyak organisasi-organisasi massa yang berjuang dengan membawa aspirasi sejati rakyat Indonesia. Digerakan buruh salah satunya, dengan mudah para pimpinan serikat buruh bergandeng tangan dengan Jokowi dalam peringatan Mayday setahun yang lalu. Apapun alasan yang disampaikan oleh para pimpinan serikat buruh tersebut sesungguhnya hanya untuk berlindung karena tidak sanggup memahami keberpihakan pemerintahan ini. Para pimpinan serikat buruh tersebut tidak menempatkan Jokowi-JK sebagai sebagai pembuat kebijakan yang harus terus menerus diblejeti keberadaannya, karena regulasi yang dihadirkan oleh Jokowi-JK merugikan kaum buruh dan hanya memperdalam kesengsaraan bagi kaum buruh dan rakyat Indonesia.
Rakyat Indonesia, klas buruh utamanya harus memiliki sebuah organisasi sebagai alat perjuangan yang secara konsisten menyuarakan tuntutan sejati rakyat Indonesia. Bahwa perjuangan klas buruh hingga kemenangannya di Indonesia hanya dapat diraih ketika negeri ini sanggup membangun industry nasionalnya guna memenuhi kebutuhan bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka pembebasan kaum tani dari penghisapan feudal di pedesaan adalah syarat utama yang harus dipenuhi. Pandangan ini mendasarkan pada analisa organisasi atas masyarakat Indonesia yang setengah jajahan dan setengah feudal (SJSF). Membantu pembebasan kaum tani dari tindasan feudal disatu sisi dan disaat yang bersamaan berjuang untuk memperbaiki penghidupan ekonomi serta politik adalah tugas utama bagi klas buruh Indonesia saat ini.
Apa yang dilakukan oleh Jokowi-JK melalui paket kebijakan ekonominya, dengan memberikan kemudahan bagi imperialisme untuk menguasai tanah serta sumber daya alam di Indonesia, kemudahan untuk menanamkan investasi disektor industry, kemudahan atas upah tenaga kerja yang murah tentu saja bertentangan dengan aspirasi rakyat yang menghendaki kesejahteraan, kemakmuran, keadilan dan dijalankannya landreform sejati dan industry nasional sebagai jawaban atas persoalan yang dihadapi oleh rakyat. Melalui paket kebijakan ekonominya, Jokowi telah menunjukkan kepada kaum buruh dan rakyat Indonesia akan ketidakmampuannya menyelesaikan masalah-masalah utama kaum buruh dan rakyat Indonesia, sebaliknya rejim ini tidak lebih hanya sebagai boneka yang senantiasa melayani kepentingan tuannya, imperialisme-kaum kapitalis monopoli modal asing.
Atas situasi demikian, klas buruh bersama kaum tani dan rakyat tertindas lainnya, dengan kekuatannya sendiri harus berjuang untuk memperbaiki kehidupannya secara ekonomi dan kebebasannya secara politik, untuk menghancurkan tiga musuh utamanya; imperialisme, feodalisme dan kapitalisme birokrat. [gsbiMayDay2016]#
Di tulis oleh, Dewan Pimpinan Pusat GSBI
Pada akhir 2015 yang lalu, nilai tukar rupiah sempat turun dan berada pada level paling rendah sejak krisis ekonomi 1998. Jokowi-JK tidak dapat lagi memungkiri jika pemerintahannya tidak sanggup untuk menghadapi krisis yang terus terjadi dan mencoba memberikan solusi dengan mengeluarkan paket kebijakan ekonomi, yang sejak dikeluarkan hingga sekarang sudah ada 11 Jilid paket kebijakan ekonomi ala Jokowi-JK.
Apabila dicermati, dari seluruh paket kebijakan ekonomi yang telah dirilis oleh Jokowi, tidak satupun memberikan garansi penghidupan yang lebih baik bagi rakyat Indonesia. Kebijakan disektor industry misalnya, seluruh kemudahan diberikan kepada investor baik asing maupun dalam negeri melalui berbagai skema, diantaranya; pengurusan ijin investasi hanya cukup 3 (tiga) jam, pengurusan tax allowance dan tax holiday maksimal 25 hari, insentif listrik bagi industry, formulasi upah buruh yang berbasis inflasi dan pertumbuhan ekonomi, hingga berbagai kemudahan investasi di Kawasan Ekonomi Khusus. Upah buruh terus diambil melalui berbagai skema kebijakan yang mengatasnamakan kesehatan, ketenagakerjaan dan perumahan.
Diaspek lainnya, paket kebijakan ekonomi Jokowi juga memberikan kemudahan dengan memangkas tahapan perijinan di kawasan lingkungan hidup dan kehutanan. Ini adalah upaya Jokowi membuka investasi yang besar di sector kehutanan. Kemudahan investasi ini juga ditopang oleh percepatan penerbaitan sertifikat tanah, sebagaimana slogan Jokowi dalam paket kebijakan ekonomi jilid tujuh, “usaha makin murah karena sertifikat mudah”. Hal ini dipastikan akan semakin mengintensifkan proses perampasan tanah bagi kaum tani di pedesaan dan membuka lebar monopoli atas tanah di negeri ini.
Dalam rangkaian paket kebijakan ekonomi ini, tidak terlihat sama sekali bagaimana Jokowi-JK membangun kemandirian bangsa. Sebaliknya, semua yang terlihat tidak lebih dari sebuah usaha melayani kepentingan imperialisme, dengan membuka jalan seluas-luasnya agar investasi datang ke Indonesia. Jokowi melalui paket kebijakan ekonominya dengan terang menggadaikan kedaulatan bangsa Indonesia, dengan menggantungkan pembangunan negeri ini dari investasi dan hutang. Hal demikian tentu saja mengecilkan kekayaan sumber daya yang dimiliki negeri ini serta merendahkan kemampuan ratusan juta rakyat Indonesia yang pasti sanggup membangun negeri ini tanpa campur tangan kepentingan imperialisme.
Paket kebijakan ekonomi Jokowi menunjukkan kepada kaum buruh dan rakyat Indonesia, bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintahan ini adalah usaha mempertahankan sistem setengah jajahan dan setengah feudal yang nyata menghadirkan penindasan dan penghisapan bagi rakyat Indonesia, menghadirkan kemiskinan dan penderitaan yang dalam. Maka dengan demikian sangat jelas, Paket kebijakan ekonomi Jokowi tidak akan pernah menjadi jawaban bagi aspirasi dan tuntutan rakyat yang sejati.
Kebijakan Jokowi-JK semakin Memerosotkan Penghidupan Kaum Buruh dan Rakyat Indonesia.
Berbagai program pemerintah serta paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh Jokowi-JK menunjukkan dengan terang bahwa sesungguhnya pemerintah tidak mampu untuk menangani masalah-masalah yang dihadapi oleh rakyat. Masalah utama yang terjadi sesungguhnya adalah pemerintahan Jokowi-JK telah meletakkan kepentingan negeri ini dibawah dominasi imperialisme serta menjaga sistem setengah jajahan dan setengah feudal tetap eksis untuk menindas dan menghisap rakyat. Akibat dari kebijakan ini adalah hadirnya tiga musuh utama rakyat Indonesia; imperialisme, feodalisme dan kapitalisme birokrat.
Di perkotaan, klas buruh harus menghadapi situasi yang sulit sebagai akibat buruknya sistem pengupahan yang diberlakukan oleh pemerintah. PP No.78 tahun 2015 tentang Pengupahan telah memberi bukti bagaimana upah buruh dibatasi dengan ketat kenaikannya. Klas buruh dipaksa untuk membayar agar dapat menerima jaminan atas kesehatan dan jumlah iurannya terus dinaikkan. PHK dengan berbagai alasan terus digulirkan untuk membuat buruh ketakutan. Dan parahnya, aksi-aksi demokratis klas buruh untuk menuntut haknya selalu dihadapkan dengan tindasan fasis negara, tindakan kekerasan, penangkapan hingga kriminalisasi dan pemenjaraan.
Persoalan upah bagi klas buruh adalah isu utama, karena dari upah yang diterima, adalah topangan utama untuk membiayai kebutuhan hidupnya. Sejak diterbitkannya Inpres 9 tahun 2013 tentang Upah Minimum dan terakhir PP 78 tahun 2015 tentang Pengupahan, atau dalam periode 2014-2016 upah minimum buruh nyaris tidak mengalami kenaikan yang signifikan, sementara harga kebuthan pokok terus naik tajam. Sebagai contoh upah buruh di kabupaten Tangerang dalam periode 2014-2016 hanya mengalami kenaikan rata-rata Rp. 281.000,- (dua ratus delapan puluh satu rupiah) pertahun. Jika dibagi dalam satu bulan, maka tambahan upah rata-rata yang diterima buruh selama periode tersebut hanya sebesar Rp. 9.366,- (sembilan ribu tiga ratus enam puluh enam rupiah) per hari. Tambahan upah sebesar itu tentu tidak akan cukup ditengah kenaikan harga bahan pokok, tariff dasar listrik, sarana transportasi, dllnya.
Dari hasil investigasi yang dilakukan GSBI terkait dengan kebutuhan hidup buruh di Jakarta, untuk buruh berkeluarga dengan satu orang anak (belum sekolah) membutuhkan biaya hidup minimum Rp. 5,7 juta rupiah dalam satu bulan. Sehingga tuntutan kenaikan upah adalah salah satu cara bagaimana klas buruh bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.
Meskipun demikian, tuntutan kenaikan upah buruh tidak dapat berdiri sendiri atau terpisah dengan kepentingan berbagai klas dan sector rakyat lainnya. Kenaikan upah buruh yang terlalu tinggi akan senantiasa diikuti oleh kenaikan harga kebutuhan pokok yang juga melambung tinggi. Dalam situasi krisis yang terjadi seperti saat ini, semakin banyak rakyat Indonesia, termasuk kaum tani di pedesaan mengalami kemerosotan secara ekonomi dan kehilangan daya belinya. Harga barang kebutuhan pokok yang bergerak naik seiring kenaikan upah akan semakin membuat rakyat berpenghasilan rendah tidak sanggup lagi memenuhi kebutuhan hidupnya.
Maka perjuangan atas upah bagi klas buruh adalah perjuangan seluruh rakyat tertindas di Indonesia. Isu tentang upah tidak berdiri sendiri, bahkan memiliki kaitan yang erat dengan isu lainnya, utamanya monopoli dan perampasan tanah di pedesaan, termasuk isu kenaikan harga kebutuhan bahan pokok serta pencabutan subsidi publik oleh negara. Semakin intensifnya perampasan tanah di pedesaan akan menambah daftar pencari tenaga kerja di perkotaan, membuat posisi tawar buruh ketika berjuang untuk perbaikan upah menjadi rendah. Disisi lain, kenaikan upah buruh juga memberikan kontribusi terhadap kenaikan harga bahan kebutuhan pokok.
Bahwa perjuangan atas upah tidak senantiasa bicara soal kenaikan. Berjuang untuk upah adalah perjuangan untuk memperbaiki penghidupan klas buruh secara ekonomi. Upah minimum yang diterima oleh klas buruh tidak akan pernah cukup ketika pemerintah tidak memiliki kesanggupan untuk melakukan kontrol terhadap bahan kebutuhan pokok rakyat. Harga bahan kebutuhan pokok yang tinggi akan merampas kembali upah yang telah diterima buruh. Tuntutan yang harus diajukan oleh buruh adalah penyesuaian upah dan pendapatan dengan kebutuhan hidup minimum dengan memperbaiki harga tenaga dan kebutuhan hidup. Ini beriringan dengan tuntutan penghapusan kebijakan yang merugikan seperti PP No.78/2015, yang harus terus diperjuangkan oleh buruh sampai ada perbaikan kebijakan tentang pengupahan.
Rentetan kebijakan yang dihadirkan pemerintahan Jokowi-JK hanya menambah beban penderitaan bagi rakyat Indonesia. Disisi lain, belum banyak organisasi-organisasi massa yang berjuang dengan membawa aspirasi sejati rakyat Indonesia. Digerakan buruh salah satunya, dengan mudah para pimpinan serikat buruh bergandeng tangan dengan Jokowi dalam peringatan Mayday setahun yang lalu. Apapun alasan yang disampaikan oleh para pimpinan serikat buruh tersebut sesungguhnya hanya untuk berlindung karena tidak sanggup memahami keberpihakan pemerintahan ini. Para pimpinan serikat buruh tersebut tidak menempatkan Jokowi-JK sebagai sebagai pembuat kebijakan yang harus terus menerus diblejeti keberadaannya, karena regulasi yang dihadirkan oleh Jokowi-JK merugikan kaum buruh dan hanya memperdalam kesengsaraan bagi kaum buruh dan rakyat Indonesia.
Rakyat Indonesia, klas buruh utamanya harus memiliki sebuah organisasi sebagai alat perjuangan yang secara konsisten menyuarakan tuntutan sejati rakyat Indonesia. Bahwa perjuangan klas buruh hingga kemenangannya di Indonesia hanya dapat diraih ketika negeri ini sanggup membangun industry nasionalnya guna memenuhi kebutuhan bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka pembebasan kaum tani dari penghisapan feudal di pedesaan adalah syarat utama yang harus dipenuhi. Pandangan ini mendasarkan pada analisa organisasi atas masyarakat Indonesia yang setengah jajahan dan setengah feudal (SJSF). Membantu pembebasan kaum tani dari tindasan feudal disatu sisi dan disaat yang bersamaan berjuang untuk memperbaiki penghidupan ekonomi serta politik adalah tugas utama bagi klas buruh Indonesia saat ini.
Apa yang dilakukan oleh Jokowi-JK melalui paket kebijakan ekonominya, dengan memberikan kemudahan bagi imperialisme untuk menguasai tanah serta sumber daya alam di Indonesia, kemudahan untuk menanamkan investasi disektor industry, kemudahan atas upah tenaga kerja yang murah tentu saja bertentangan dengan aspirasi rakyat yang menghendaki kesejahteraan, kemakmuran, keadilan dan dijalankannya landreform sejati dan industry nasional sebagai jawaban atas persoalan yang dihadapi oleh rakyat. Melalui paket kebijakan ekonominya, Jokowi telah menunjukkan kepada kaum buruh dan rakyat Indonesia akan ketidakmampuannya menyelesaikan masalah-masalah utama kaum buruh dan rakyat Indonesia, sebaliknya rejim ini tidak lebih hanya sebagai boneka yang senantiasa melayani kepentingan tuannya, imperialisme-kaum kapitalis monopoli modal asing.
Atas situasi demikian, klas buruh bersama kaum tani dan rakyat tertindas lainnya, dengan kekuatannya sendiri harus berjuang untuk memperbaiki kehidupannya secara ekonomi dan kebebasannya secara politik, untuk menghancurkan tiga musuh utamanya; imperialisme, feodalisme dan kapitalisme birokrat. [gsbiMayDay2016]#